Mohon tunggu...
Handaka Mukarta
Handaka Mukarta Mohon Tunggu... Masinis - peziarah batin

Non schola sed vitae discimus

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Revolusi Mental: Dimana Persoalannya?

13 Mei 2014   05:47 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:34 1267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13999310231101570918

[caption id="attachment_336022" align="aligncenter" width="555" caption="Tulisan Jokowi yang dimuat di Harian KOMPAS edisi 10 Mei 2014 (kompasiana.com/@kevinalegion)"][/caption]

REVOLUSI MENTAL - belakangan banyak dibahas dua tulisan dengan judul yang sama pada hari yang sama yaitu "Revolusi Mental". Di Kompas ditulis oleh "Joko Widodo" kemudian diakui sebagai tulisan tim, di Sindo ditulis oleh Benny Susetyo. Kebetulan baca kedua artikel tsb. Berikut adalah kesan.

Tulisan Benny Susetyo adalah upaya menjelaskan apa yang beberapa kali Jokowi sampaikan sebagai "Revolusi Mental". Tulisannya lugas, kalimatnya pendek-pendek dan to the point. Tulisan "Joko Widodo" lebih panjang, kalimatnya juga panjang-panjang, mengupas Trisakti Bung Karno. saya menduga, tulisan tersebut tidak disengaja tampil di hari yang sama persoalan yang berkembang kemudian lebih masalah "keabsahan" tulisan Jokowi yang ternyata ditulis oleh tim dan ada yang mengaitkan sebagai tulisan Benny Susetyo.

Sejauh ini, pemikiran Jokowi ini cukup mendasar, tidak njlimet & jeli melihat akar persoalan. Gagasan "revolusi mental" bukan hal yang sulit untuk dicerna. Tanpa membaca kedua artikel tsb, publik bisa menemukan kebenaran terhadap apa yang terabaikan dalam gegap gempita pembangunan, yaitu pembangunan spiritual, mental, karakter, kepribadian atau apapun kita mau menyebutnya. Bahkan presiden Soeharto pun dulu kerap menyuarakan "pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya" melalui berbagai program al P4. Bung Karno menyebut "Nation & Character Building".

Soal orisinilitas, jelas revolusi mental sebagai istilah bukan sesuatu yang baru apalagi orisinil. Ada yang membandingkan dengan tulisan Gus Mus th 2007 yang hampir sama isinya. Saya malah berfikir, Jokowi tidak berniat menelorkan sebuah gagasan yang tinggi, rumit & terkesan cemerlang namun kosong.

Bagi saya, hal yang lebih utama bukan pada polemik atau perdebatan "ndakik-ndakik" dari mereka yang dikesankan pandai. tapi sejauh mana, persoalan mentalitas bangsa ini akhirnya sungguh-sungguh mendapat perhatian.

Tentu, dalam APBN rumusan "revolusi mental" akhirnya juga muncul dalam rupiah, sumber pendanaan & rincian belanja. Namun bukan disitu ukurannya, sehingga seorang pengamat asing menunjukan kekecewaannya melalui akun twitter.

Saya justru membayangkan, ketika Jokowi merumuskan persoalan ini, ia melihat persoalan2 yang nyata seperti semrawutnya pengendara di jalan raya, birokrasi yang masih rumit & mentalitas aparat yang jauh dari harapan, pendidikan yang masih belum menyentuh pembanguna karakter & mentalitas positif dan berbagai hal yang sebenarnya cukup nyata kita tangkap sehari-hari sebagai persoalan.

Jokowi mungkin tidak lancar menulis dibanding para cerdik cendekia. namun dari pengalaman memimpin dua daerah dan warisan yang diberikan, saya melihat dia orang yg memiliki kemampuan dalam melihat persoalan dan mengatasi. Itu yang lebih penting, daripada menilai sebuah artikel yang hanya membawa kita pada perdebatan tak karuan juntrung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun