Mohon tunggu...
Hancel Goru Dolu
Hancel Goru Dolu Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Deposuit Potentes de Sede et Exaltavat Humiles!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sehari Mengunjungi Translok

11 Agustus 2014   21:47 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:48 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Lapang padang luas menghijau
Beterbangan pipit, jalak, dan bangau
Gamal, johar, lamtoro, kesambi, dan bakau
Tempat berteduh kuda, sapi, dan kerbau

Tongkat gembala sebagai penghalau
Seruling berpadu angin mendesau
Berawal dari aliran Aemau [2]
Bermuarakan Aesesa [3] di Danga-Au [4]

Kabut tebal membayangi cakrawala
Petir gemuruh halilintar membahana
Pertanda segera turun butiran-butiran mega
Membersihkan noda-noda angkasa

Kumpulan kambing dan kawanan domba
Bergegas dari bekas panenan palawija
Pak tani makan ditemani tembang anak dara
Tentang kampung halaman yang jauh dari tatap mata

Sejurus saja telah penuh terisi di pondok
Beberapa orang melinting daun enau di pojok
Menari-nari irus bambu sebagai sendok
Yang lain mempersiapkan gelas dan mangkok

Tak ada tuan ataupun jongos yang jongkok-jongkok
Sebagaimana tuduhan kelas menengah perkotaan yang menohok
Bahwa terbelakang, hanya bisa mengambil dari alam untuk dicipok
Tentang watak cupet dan barbar dengan saling membacok

Ah, orang kota memang sok tahu tentang bercocok tanam
Tanpa tahu harus menunggu berapa lama penyemaian padi disiram
Berapa ikatan bibit padi dalam lumpur direndam
Atau kenapa bisa kulit menjadi keras dan hitam legam

Akhirnya senja dijemput matahari yang tenggelam
Topi-topi caping berpadu pakaiann tambal sulam
Beriringan menyongsong malam kelam
Menerobos butiran-butiran langit yang tertinggal tenggelam

Sudah ada traktor yang dimodifikasi ber-bak
Tapi hanya pas untuk memuat roda besi dan mata bajak
Sedianya diperuntukkan juga bagi anak-anak
Dengan resiko terhimpit tertindih berdesak-desak

Mata kanak-kanak mengamati dari atas pundak
Tanpa tahu sulitnya arungi malam di jalan setapak
Karena yang dilihat ada yang terkekeh juga terbahak
Seolah tak peduli pada nasib baik yang tak berpihak

Kala itu tahun 1995, awal bulan Januari
Belum santer teriakan tentang reformasi
Atau segala macam omong kosong demokrasi
Tapi malam itu translok makan nasi pembagian dari propinsi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun