Lapang padang luas menghijau
Beterbangan pipit, jalak, dan bangau
Gamal, johar, lamtoro, kesambi, dan bakau
Tempat berteduh kuda, sapi, dan kerbau
Tongkat gembala sebagai penghalau
Seruling berpadu angin mendesau
Berawal dari aliran Aemau [2]
Bermuarakan Aesesa [3] di Danga-Au [4]
Kabut tebal membayangi cakrawala
Petir gemuruh halilintar membahana
Pertanda segera turun butiran-butiran mega
Membersihkan noda-noda angkasa
Kumpulan kambing dan kawanan domba
Bergegas dari bekas panenan palawija
Pak tani makan ditemani tembang anak dara
Tentang kampung halaman yang jauh dari tatap mata
Sejurus saja telah penuh terisi di pondok
Beberapa orang melinting daun enau di pojok
Menari-nari irus bambu sebagai sendok
Yang lain mempersiapkan gelas dan mangkok
Tak ada tuan ataupun jongos yang jongkok-jongkok
Sebagaimana tuduhan kelas menengah perkotaan yang menohok
Bahwa terbelakang, hanya bisa mengambil dari alam untuk dicipok
Tentang watak cupet dan barbar dengan saling membacok
Ah, orang kota memang sok tahu tentang bercocok tanam
Tanpa tahu harus menunggu berapa lama penyemaian padi disiram
Berapa ikatan bibit padi dalam lumpur direndam
Atau kenapa bisa kulit menjadi keras dan hitam legam
Akhirnya senja dijemput matahari yang tenggelam
Topi-topi caping berpadu pakaiann tambal sulam
Beriringan menyongsong malam kelam
Menerobos butiran-butiran langit yang tertinggal tenggelam
Sudah ada traktor yang dimodifikasi ber-bak
Tapi hanya pas untuk memuat roda besi dan mata bajak
Sedianya diperuntukkan juga bagi anak-anak
Dengan resiko terhimpit tertindih berdesak-desak
Mata kanak-kanak mengamati dari atas pundak
Tanpa tahu sulitnya arungi malam di jalan setapak
Karena yang dilihat ada yang terkekeh juga terbahak
Seolah tak peduli pada nasib baik yang tak berpihak
Kala itu tahun 1995, awal bulan Januari
Belum santer teriakan tentang reformasi
Atau segala macam omong kosong demokrasi
Tapi malam itu translok makan nasi pembagian dari propinsi