Mohon tunggu...
Hancel Goru Dolu
Hancel Goru Dolu Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Deposuit Potentes de Sede et Exaltavat Humiles!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Surat Cinta Buat Kawan-Kawan Mahasiswa Baru 2014/2015

9 September 2014   01:48 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:16 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Salam juang penuh cinta!

Dear kawan-kawan mahasiswa baru angkatan 2014/2015 yang tercinta,

Surat ini tak bermaksud mengganggu kegembiraam kalian yang tengah mengalami euforia dari putih abu-abu ke jenjang perguruan tinggi. Ini hanyalah goresan aksara yang lahir dari kegelisahan yang penuh api kasih. Walau bisa saja dianggap sekedar busa-busa tanpa makna, tapi bukankah itulah dialektika cinta, hanya di balik pekat kedalaman demi kedalamannya barulah ditemukan makna yang hakiki. Laksana Bima putera Pandu dalam luasnya pusaran khazanah kesadaran  ala Dewaruci.

Dear kawan-kawanku yang baik,

Ini bukan surat cinta penuh modus, sehingga janganlah membalas dengan kata-kata, “biasa aja keleus”.

Surat ini hanya ingin mengajak kawan-kawanku sekalian untuk mulai kritis pada satu saja pertanyaan reflektif: bagaimanakah seharusnya menjadi mahasiswa itu? (selain kuliah,- atau kerja tentunya yah)

Dear kawan-kawan yang kukasihi,

Hal terberat menjadi mahasiswa adalah berpikir dan bersikap kritis di tengah maraknya hegemoni elitisme, apatisme, dan hedonisme. Tanpa sikap kritis itu, kawan-kawanku, kita hanya akan menjalani konsep cinta yang mengungkung, relasi cinta yang penuh ilusi indah tapi sesungguhnya menindas.

Dear kawan-kawan yang kubanggakan,

Menjadi mahasiswa tak hanya sebatas pada Buta Cinta: ‘Buku Pesta dan Cinta’ atau hanya sekedar terlelap pada trend 5 F: ‘food, film, fashion, filrt, f*ck; tapi renungkanlah kata-kata pengarang besar bernama Pramoedya Ananta Toer berikut ini, “nilai yang diwariskan oleh kemanusiaan hanya untuk mereka yang mengerti dan membutuhkan. Humaniora memang indah bila diucapkan para mahaguru, indah pula didengar oleh mahasiswa berbakat dan toh menyebalkan bagi mahasiswa-mahasiswa bebal. Berbahagialah kalian, mahasiswa bebal, karena kalian dibenarkan berbuat segala-galanya.”

Dear kawan-kawan tercinta,

Sungguh keras nian kata-kata sang maestro perangkai aksara itu. Betapa tidak, kawan-kawanku sekalian kini tengah mengikuti ritual tahunan turun-temurun bernama MOM; ku tak tahu apa saja materi yang kawan-kawan dapatkan, karena koordinator MOM kali ini bukanlah mahasiswa, tapi langsung diambilalih oleh Pembantu Rektor III (PR3). Kawan-kawan sekalian bukan OSIS lagi kan? Tentu ini sebuah tamparan sekaligus peringatan dini bagi kawan-kawanku sekalian. Karena ini bakal menjadi realitas faktual problematika yang besar. Benturan antara eksistensi mahasiswa di satu pihak dan kesewenang-wenangan PR3 di lain pihak.

Kawan-kawanku sekalian yang tengah berbahagia,

MOM seharusnya adalah sebuah momen menggembirakan. Ku sama sekali tak ingin merenggut kebahagiaan itu, karena menurutku, cinta haruslah membebaskan setiap individu untuk maju dengan gayanya sendiri. Tapi sayup-sayup kudengar, bahwa kawan-kawan ‘dipaksa’ untuk wajib masuk dalam unit-unit kegiatan mahasiswa.

Sebuah imperatif sine qua non yang penuh ironi. Karena PR3 adalah orang yang membekukan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), membiarkan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) dalam arah yang tidak jelas, mengambilalih peran mahasiswa lalu menabhiskan dirinya sendiri sebagai ketua pelaksana MOM , dan secara otomatis menjadi Presiden BEM secara de facto.

Agar kata-kata Pramoedya tentang kebebalan tidak berlaku atas kita, hendaknya nurani cinta kita harus bergetar dan tergerak untuk senantiasa kritis. Bahwa MOM yang seperti ini tidak benar, bahwa PR3 tidak boleh lagi terus –menerus melanjutkan kesewenang-wenangannya, bahwa PR3 tidak boleh lagi memperlakukan mahasiswa sebagai ‘event organizer’ belaka, dll.

Lebih jauh lagi, rasa cinta dan sikap kritis akan menuntun kawan-kawanku sekalian untuk mulai resah pada keadaan kampus. Selain persoalan PR3, kawan-kawan juga harus mulai sadar bahwa ada banyak ‘pekerjaan rumah’ yang sangat menentukan buat seluruh civitas akademika UWKS.

Misalnya, keresahan Fakultas Kedokteran yang tak punya Rumah Sakit sendiri (FK bisa ditutup kalau tak punya rumah sakit), kawan-kawan FKH yang melaporkan bahwa fakultas mereka dianggap tidak layak (uji kompetensi), Yayasan tidak pernah transparan tentang dana sumbangan pembangunan yang kita bayar, denda pembayaran SPP, fasilitas-fasilitas akademis dan kebutuhan-kebutuhan ekstrakurikuler/Ormawa yang berlarut-larut tak diakomodir, dll.

Situasi MOM yang seperti ini, akan membuat semua problem itu akan tetap langgeng, seolah-olah ‘wajar’, dan tergerusnya daya kritis individu. Sebuah potret degradasi cinta.

Ada seorang dokter revolusioner bernama Che Guevara, pernah berpesan pada kawan-kawan muda: “tak ada yang bermartabat dari seorang anak muda, kecuali dua hal; melatih dirinya untuk selalu melawan kemapanan dan bekerja melawan penindasan. Karena titik tertinggi dari cinta adalah menjadi seorang revolusioner”.

Sekian dulu surat cinta ini kawan-kawanku,

Selamat datang, selamat ber-MOM ria with the Mom

@HancelGoruDolu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun