Media-media cetak dan elektronik mainstream terkemuka di negeri ini tampak berada di belakang barisan kesadaran para elit tersebut. Kelompok relawan hanya punya media sosial, dan rakyat luas terlanjur meyakini bahwa para relawan adalah kelompok para modus. Ikut memenangkan kubu tertentu dengan modus agar bisa turut masuk dalam pemerintahan.
Sebenarnya masuk dalam pemerintahan dan turut mengawal proses perubahan bukanlah hal tabu yang harus dipermasalahkan. Justru itu merupakan keharusan. Sebab seluruh rakyat Indonesia berhak atas akses ekonomi dan politik yang menentukan nasib mereka sendiri. Manuel L. Quezon, Presiden ke-2 Philipina pernah berujar, “pengabdianku pada partai berakhir saat pengabdianku pada negara dimulai”. Ucapan yang kemudian kembali diulang oleh John F. Kennedy dalam pidatonya.
Itu artinya, kelompok relawan juga harus diakomodir, tak boleh disingkirkan. Mengabdi pada republik tak boleh ada sekat partai, agama, suku, atau kelompok kepentingan pragmatis tertentu. Revolusi mental yang didengungkan saat kampanye harus dibuktikan. Jika ternyata nanti sekedar janji-janji palsu, maka yang modus alias modal dusta sebenarnya bukanlah para relawan tetapi rezim baru; jika ternyata nanti hanya retorika-retorika masa kampanye belaka, maka boleh kita sebut pemerintahan baru sebagai rezim PHP. Pemberi harapan palsu bermodal modus penyebab rakyat makin galau.
Semoga tidak!
NB: Ini hanya catatan ringan. Jangan terlalu serius. ;)
*******
Hancel Goru Dolu [Dante Che], 09/09/2014
twitter: @HancelGoruDolu