Mohon tunggu...
Siti Rukhanah
Siti Rukhanah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menuliskan apa yang di rasa dan merasakan apa yang di tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kala Si "miskin" Meninggal

17 Februari 2013   14:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:10 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini rencana ingin menelpon ibu terlaksana juga, bahkan sebelum aku menelpon, adik bungsuku sudah menelpon duluan. Setelah tanya kabar dan cerita lainya, ibu memeberikan kabar bahwa salah seorang tetangga yang masih ada hubungan keluarga walaupun jauh, namun begitulah kehidupan di sebuah dusun yang kekerabatanya sangat kuat. Ibu mengabarkan bahwa Mbah Mus, begitu dia biasa di sapa, seorang wanita tua, pengidap ayan, atau yang lebih populer di daerahku di sebut dengan "Sawan Celeng" entah apa hubunganya penyakit itu dengan hewan yang dikenal cukup ganas itu. Namun konon, jika si penderita sedang kumat maka harus dijauhkan dari api atau air, karena bisa mati di kedua jenis benda itu. Sebenarnya aku juga tidak terlalu mengetahui bagaimana penyakit itu bisa menjangkiti seseorang. Tapi menurut orang tua jaman dulu ada mitos tertentu yang menyebabkan penyakit itu. Dan apakah ini kebetulan atau memang benar adanya bahwa pengidap "sawan celeng" bisa mati saat dia di air, karena tadi siang Mbah Mus ditemukan sudah meninggal di sebuah saluran irigasi dekat jalan menuju dusunya. Miris sekali mendengar ceritanya.

Mbah Mus adalah seorang yang sedikit tak beruntung karena dari pernikahanya dengan seorang duda tetangga dusun debelah tak mempunyai keturunan, tapi dari suaminya mempunyai beberapa anak. Ibu lanjutkan ceritanya, bahwa semalam Mbah Mus masih ngaji di mushola dekat rumah, dan pagi tadi sepulang menjajakan sayuran yang tak seberapa banyak, terkadang bahkan hanya tiga atau lima ikat saja, Mbah Mus jual ke pasar sayur yang jaraknya sekitar 2,5 km dengan jalan kaki. Bahkan tak jarang sayuran itu tak laku terjual seperti yang pernah ibu lihat sendiri. Mbah Mus termasuk orang yang ulet, meskipun terkadang terlihat seperti orang linglung. Sedih sekali mendengar cerita itu, mungkin Mbah Mus hanya ingin mempunyai sedikit uang simpanan dari jerih payahnya sendiri tanpa harus meminta kepada anak yang bukan anak kandungnya. Hal ini jadi mengingatkan bagaimana kewajiban kita sebagai anak atau keluarga wajib memperhatikan keluarga atau orang tua, jangan sampai di hari tua mereka menjadi terlunta lunta. Dan sekarang Mbah Mus telah terbebas dari "sawan Celeng" yang ada didirinya sejak kecil dan semoga khusnul khotimah, di terima seluruh amalnya dan diampuni seluruh dosanya amin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun