Barusan saya diajak curhat oleh salah seorang kakak sepupu saya di kolom obrolan FB. Dia mengeluhkan keprihatinannya terhadap salah seseorang- yang sekarang sudah berubah menjadi anak muda yang kasar dalam hal perkataannya. Ia prihatin ketika membaca semua status FB milik orang itu yang penuh dengan kata-kata kotor dalam bahasa Jawa. Bahkan, semua bahasa kebun binatang dilontarkan olehnya ketika orang itu mengeluhkan sesuatu yang membuatnya emosi sesaat. Saya hanya menghibur kakak sepupu saya itu supaya sabar toh orang itu masih punya orang tua yang bisa mengendalikan dirnya menjadi pribadi yang baik. Saya menegaskan hal ini dengan harapan kami nggak perlu ikut campur dengan urusan mereka. Alasannya, orang ini masih muda, kebayang kalau dia kalap ketika dinasehati oleh orang yang lebih tua. Dalam pikiran mereka pasti terselip kata-kata seperti ini, "Loe ini siapa gue, beraninya nasihatin gue, mentang-mentang loe tua!" atau mungkin kata-kata yang lebih kasar seperti ini, "Bokap nyokap gue nggak pernah segitunya sama gue, gue punya hak untuk ngatur hidup gue dan gue nggak perlu nasihat loe semua."
Kisah di atas merupakan segelintir permasalahan anak muda sekarang. Di era yang serba canggih akibat kecanggihan alat telekomunikasi, ternyata masih ada yang disalahgunakan oleh anak-anak muda sekarang. Contohnya, Facebook. Sebagai anak muda, Mark Zuckerberg mampu menunjukkan kemampuannya di seluruh dunia dengan menciptakan Facebook yang setahau saya, memiliki fungsi paling utama yaitu menemukan dan menjalin hubungan pertemanan di dunia maya. Kemudian dalam perkembangannya, Facebook punya banyak aplikasi, diantaranya ada kolom chatting, permainan, dan sebagainya. Saya sendiri dengan bangganya bisa menulis kumpulan cerpen Cinta Lewat Facebook, sebagai buku pertama saya, yang inspirasinya berasal dari kehebatan Mark Zuckerberg. Dalam cerita Cinta Lewat Facebook, saya gambarkan bagaimana sepasang kekasih yang awalnya dipertemukan dalam jejaring sosial Facebook kemudian bisa memantapkan hati untuk melanjutkan ke pelaminan karena memang sudah jodohnya, sementara Facebook hanyalah sebagai perantara pertemuan mereka.
Orang yang saya ceritakan tadi telah membuat hal yang tidak mengenakan di akun FB miliknya. Banyak kata-kata kasar yang diungkapkan dalam setiap statusnya. Saya heran mengapa dia menjadi berubah seperti ini. Padahal, setiap Minggu dia pergi ke gereja untuk beribadah. Dulu, dia malah rajin Sekolah Minggu, kalau nggak diberi hadiah dari guru Sekolah Minggu, dia ngambek. Marah. Bahkan menangis. Sekarang, banyak sekali perubahan dalam dirinya seiring bertambah umurnya. Kini ia sudah berusia 18 tahun. Tahun depan, ia lulus dari SMA dan akan menghadapi dunia yang sebenarnya, yang punya tantangan besar dalam kehidupannya. Saya dan kakak sepupu saya tadi tentunya punya harapan yang besar untuk orang itu supaya di masa mendatang ia bisa menjadi orang sukses. Itulah harapan.
Mumpung masih dalam suasana Sumpah Pemuda, saya jadi ingat ketika kelas 3-6 SD, terutama ketika ada pelajaran PPKn (Sekarang PKn--> Pendidikan Kewarganegaraan) atau IPS Sejarah. Dulu sepanjang kelas 3-6 SD, saya dan teman-teman selalu disuruh menghafal 3 isi Sumpah Pemuda oleh guru kami. Selama itu juga, kami harus benar-benar bisa menghafal 3 isi Sumpah Pemuda dengan sebaik-baiknya. Setelah 6 tahun menempuh pendidikan di SD, saya meneruskan sekolah di sebuah SMP swasta. Kali ini, guru sejarah saya memang ganteng banget dan guru PPKn saya killer banget. Guru sejarah saya menyuruh kami untuk menghafalkan 3 isi Sumpah Pemuda ketika hendak ujian tertulis, sedangkan guru PPKn saya selalu menyuruh kami menghafalkan 3 isi Sumpah Pemuda ketika sampai habisnya materi Sumpah Pemuda dalam pelajaran PKn. Setelah lulus dari SMP, saya meneruskan sekolah SMA. Guru PKn saya waktu SMA lucu banget. Selalu menceritakan kerisauannya setiap mendengar berita tentang korupsi yang diberitakan di koran maupun televisi. Bahkan, beliau gencar-gencarnya menasihati kami yang masih muda untuk tidak coba-coba melakukan praktek manipulasi dan korupsi. Guru sejarah saya malah lebih lucu lagi, ketika di antara kami ada yang tidak hafal isi teks proklamasi, isi sumpah pemuda, bahkan isi Tritura, maka mereka akan dikenai hukuman lari mengelilingi lapangan. Wajar jika guru sejarah saya sampai sebegitunya, mungkin karena beliau tak ingin murid-muridnya sebagai generasi muda melupakan perjuangan para pahlawannya dulu. Almarhum guru Sosiologi saya malah selalu menasihati kami agar tetap menjaga kedudukannya bila menjabat suatu posisi yang baik, jika tidak bisa menjaga amanat atasan, maka kita akan turun jabatan dan hidup kita pun akan berubah drastis.
Sewaktu kuliah pertama kali, saya berpikir bahwa tak akan ada mata kuliah Kewarganegaraan karena saya kuliah di Fakultas Ilmu Budaya, tapi kenyataannya Pendidikan Pancasila, Kewarganegaraan, Dasar-dasar Filsafat, dan mata kuliah lain yang bersinggungan dengan Ilmu Budaya dan Sejarah pun diajarkan. Ternyata, saya salah sangka dan sejak itu saya menyadari bahwa sampai kapan pun sejarah tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Orang bisa menjadi terkenal itu juga karena belajar dari sejarah masa lalunya. Bagaimana dengan anak muda (sekarang)? Apakah akan terus mengandalkan sejarah untuk menyambut hari esok yang lebih baik, atau meninggalkan sejarah, berubah dengan sekehendak dirinya dan kehidupan kelak akan merosot drastis seperti yang dinasihatkan oleh almarhum guru Sosiologi semasa SMA saya tadi?
Kisah tentang orang yang saya 'rasani' tadi adalah contoh yang tidak perlu diteladani karena orang tersebut sudah melupakan sejarah bahwa FB pada dasarnya hanya untuk menjalin pertemanan di dunia maya. Sekalipun itu dunia maya, alangkah baiknya kalau dia bisa menghargai teman-temannya di FB dengan menggunakan kata-kata yang tidak kasar ketika hendak meng-update statusnya. Umur 18 tahun bukan umur anak-anak lagi, seharusnya ia bisa berpikir lebih logis lagi. Dia juga perlu merenungkan apa yang harus dia lakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukannya. Baru melakukan hal yang kasar di dunia maya, bagaimana ketika di alam nyata? Apakah ia siap dengan keadaan yang harus dihadapinya nanti? Jawabannya, kita tunggu saja nanti.
Intinya, anak muda sekarang harus bisa selektif dalam melakukan sesuatu, misalnya melakukan kreativitas untuk kemajuan.. Selamat hari Sumpah Pemuda yang ke 83, semoga anak-anak muda Indonesia (sekarang) maupun selanjutnya bisa menjadi generasi yang menakjubkan seisi dunia. Amin!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H