Aku masih mengingat bagaimana pertemuan terakhir kita dulu. Mungkin sudah 9 bulan sejak pertemuan itu, tapi aku benar-benar tidak bisa melupakan pertemuan itu barang sedetikpun. Cara bicaramu, caramu memanggil "Dek" juga masih sangat kuingat. Aku tidak mengerti mengapa bisa seperti ini.
Bisakah aku menyebut ini cinta? Sepertinya bisa. Karena seperti apapun cinta itu berawal dan entah bagaimana akhir dari cinta itu, tetap saja bisa disebut cinta.
Cinta merupakan perasaan yang dianugerahkan Tuhan kepada makhlukNya. Kita tidak bisa memilih dengan siapa kita jatuh cinta. Tetapi kita bisa memilih akan mengatakan perasaan kita atau tidak. Namun bagaimana jika perasaan itu sebenarnya sudah tersampaikan, tapi pada akhirnya tetap tidak ada cela untuk bisa menyatukan? Mungkin itu sama seperti perasaanku padamu.
Namaku Raina Cindy, biasa dipanggil Raina. Aku bekerja di salah satu klinik hewan di Kota Surabaya. Saat ini aku berusia 24 tahun. Ini adalah kisahku dengan seseorang lelaki yang sudah kukenal sejak sepuluh tahun yang lalu, namanya Fahri.
"Kakak sayang nggak sih sama aku?"Â Pertanyaan itu yang selalu aku lontarkan padamu ketika kita bertemu. Kamu yang sebenarnya bukan siapa-siapaku. Kamu yang selalu menyebut dirimu "kakak"Â di depanku. Kamu yang selalu mampu memberi ketenangan pada hatiku.
"Iya, aku sayang sama kamu dek. Apa lagi yang kamu raguin?"Â Dan selalu begitu jawaban yang kamu berikan padaku. Sebenarnya aku bosan mendengar jawabanmu yang selalu saja seperti itu, tapi aku tidak bisa protes. Karena memang dari perlakuanmu padaku itu menunjukan betapa kamu menyayangiku.
Aku sudah mengenalmu sejak tahun 2009. Tahun di mana aku baru memasuki SMA dan kamu senior yang selalu berada di dekatku saat itu. Aku tidak pernah membayangkan akan memiliki perasaan lebih seperti sekarang padamu. Perasaan yang selalu kusebut cinta, meski itu mungkin hanya aku yang merasakannya.
Sudah sepuluh tahun sejak pertemuan pertama kita di sekolah. Pertemuan itulah yang akhirnya mendekatkanmu padaku. Dulu, hampir setiap hari kita bertemu. Tapi sudah 9 bulan ini, aku merasa kamu berubah, aku merasa kita semakin berjauhan. Rasa-rasanya aku sudah tidak akan bisa lagi menggapaimu.
Kemarin aku sedang sangat merindukanmu. Rindu dengan pesan singkat yang kamu kirimkan padaku. Rindu dengan suaramu yang dulu hampir setiap malam kudengar. Rindu kejutan kecil yang dulu sering kamu berikan padaku.
Rindu yang amat sangat ini membuatku mampu menitikkan air mata. Dan rindu ini juga yang memaksaku untuk mengirimkan pesan padamu. Tapi yang kudapati adalah pesan itu kau abaikan begitu saja. Aku tidak marah, aku hanya sedih. Sedih karena sudah bukan aku prioritasmu.
Pesan singkat yang kukirimkan padamu satu minggu lalu, secara tiba-tiba mendapat balasan darimu. Aku tidak pernah menduga kamu akan membalasnya. Karena menurutku pesan itu sudah sangat basi untuk dibalas, tapi pada akhirnya kamu membalasnya.