Mohon tunggu...
Hanan Nugroho
Hanan Nugroho Mohon Tunggu... -

Pengamat kebijakan energi dan pembangunan. Mendirikan IDE∑ (Institute of Development & Energy ∑conomics). (Masih) bekerja di Bappenas.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Research Fellow di Universitas Harvard: Pengalaman dan Kesan

12 April 2014   21:31 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:45 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tahun ajaran 2012-2013, selama 2 semester, saya diundang menjadi “Research Fellow” di Universitas Harvard, Amerika Serikat. Bagi saya ini pengalaman yang sangat berharga. Saya ingin semakin banyak orang Indonesia dapat memanfaatkan/mendapatan kesempatan seperti ini.

Harvard: Saya Datang!

Saya datang di Harvard terlambat beberapa hari, setelah orientasi buat Research Fellow sudah dilakukan. Tapi untunglah bisa cepat menyesuaikan: siap melakukan presentasi awal, berkenalan dengan kolega baru di sana, kemudian “blusukan” ke perpustakaan-perpustakaan di kampus Harvard maupun kampus-kampus sekitarnya, terutama MIT (Massachussets Institute of Technology).

Tuan rumah saya di Harvard adalah Harvard Kennedy School (HKS), sekolah pasca sarjana mengenai “Pemerintahan” yang telah menghasilkan banyak pemimpin dunia, seperti belasan Presiden AS (termasuk Barrack Obama), mantan Presiden Bank Dunia Robert Zoelick, dan Sekjen PBB Ban Ki Moon.

HKS memiliki 15 Pusat Kajian (Research Center) dengan puluhan program. Beberapa  program yang dilakukan Pusat Kajian membutuhkan Research Fellow yang diundang dari berbagai belahan bumi.

Apa yang dilakukan?

Banyak hal bisa dilakukan dalam kesempatan kita menjadi seorang Research Fellow.  Yang pasti adalah kita merasakan atmosfir intelektual ketika berbaur  di lingkungan kampus seperti Harvard.

Kita boleh mengikuti kelas-kelas yang ada di Harvard (termasuk MIT dan kampus lain yang bekerja sama dengan Harvard).  Selain kelas resmi, di Harvard juga banyak sekali seminar-seminar bagus yang kita bisa ikuti.

Selama di sana, saya tidak mengikuti kelas resmi, tapi rajin datang di seminar-seminar, khususnya dalam bidang energi yang menjadi minat saya.

Seminar mingguan tentang Energy Policy diselenggarakan  Pusat Kajian Bisnis dan Pemerintah.   Ketua “Mossavar-Rahmani Center for Business & Government” ini adalah Pak Larry Summers, yang pernah menjadi Menteri Keuangan zaman Presiden Clinton dan pernah pula menjadi Rektor Universitas Harvard.  Topik yang dibahas luas, rinci dan aktual: tentang pembangunan energi di negara berkembang, tentang efektivitas kebijakan fiskal dalam pengembangan energi terbarukan, berbagai topik energi dan lingkungan, analisis ekonomi carbon capture & storage, penerapan kebijakan feed in tariff di berbagai negara, dsb.  Sebagian besar pembicara adalah ahli di bidangnya yang diundang dari berbagai negara.  Tentang industri minyak dan gas bumi cukup banyak dibahas, termasuk tentang “industri migas Venezuela pasca Hugo Chavez” yang mendatangkan banyak peminat.

Di samping dengan kelompok kebijakan energi, saya bergabung dengan kelompok MTA (Managing The Atom) di Belfer Center.  Kelompok ini membahas PLTN pasca Fukushima, penyelesaian konflik tentang tenaga nuklir, dan kasus pembangunan PLTN di dunia.

Soal-soal energi ternyata juga dibicarakan di seminar-seminar soal Jepang, Cina, India, Korea Selatan, maupun Singapura.  Misalnya tentang perkembangan shale gas di Amerika Serikat yang informasinya sangat diminati Jepang, tentang permintaan energi yang tumbuh cepat di Cina dan strategi memenuhinya, tentang teknologi energi yang mudah dan murah yang perlu dikembangkan di India, minat Singapura membangun LNG receiving terminal, dsb.

Selain dengan kelompok kebijakan energi,  saya mengikuti seminar soal Pembangunan Asia Timur yang diselenggarakan oleh berbagai Pusat Kajian di Harvard, bahkan di Universitas Boston, yang berjarak jalan kaki/bersepeda dari apartemen saya di komplek Peabody Terrace.

Seminar Harvard-MIT Economic Development merupakan seminar mingguan yang lokasinya pindah-pindah antara Harvard dan MIT.  Saya jarang ke seminar Harvard-MIT soal ekonomi pembangunan itu karena topiknya yang sangat teknis ekonomi.

Beberapa kali saya juga datang ke seminar/workshop di bidang komunikasi, yang membahas misalnya bagaimana menulis Opinion/Editorial, bagaimana memanfaatkan media sosial seperti Facebook, dsb.  Selain itu juga bergabung dengan Kaukus Jepang, yang mengadakan diskusi ringan tentang Jepang (dalam bahasa Jepang bercampur Inggris).

Seminar yang “wajib” dihadiri adalah yang diselenggarakan di pusat kajian tempat kita sendiri; untuk saya adalah Ash Center for Democratic Governance & Innovation. Di Center ini kita juga diminta mempresentasikan riset kita yang dilakukan ketika berada di Harvard.

Di pusat kajian USA-Jepang saya bertemu (dan segera akrab) dengan, di antaranya,  Prof. Ezra Vogel yang buku-bukunya soal  Jepang dan Asia Timur (terakhir mengenai Deng Xiao Ping) sangat populer.   Saya juga sempat berkenalan Goh Chok Tong (mantan PM Singapura) dan Michael Dukakis (mantan Ca-Pres USA) di pusat kajian Asia Timur.  Beberapa seminar di MIT (Massachussets Institute of Technology) juga saya datangi.

Perpustakaan Harvard adalah perpustakaan universitas yang paling besar di dunia, punya koleksi lebih dari 17 juta buku.  Saya sering menghabiskan waktu di perpustakaan Widener (perpustakaan terbesar di Harvard), Lamont, atau perpustakaan jurusan Bisnis, Hukum, dan Asia Timur.  Kadang-kadang saya juga ke perpustakaan MIT, karena untuk jurnal-jurnal yang spesifik di bidang teknologi, misalnya Geothermics, ternyata Harvard tidak melanggan.

Kegiatan/Fasilitas Lain. Menjadi research fellowtidak hanya berfokus pada riset,  tapi banyak hal lain juga bisa kita lakukan.  Massachusetts adalah negara bagian yang pendidikannya sangat maju; Cambridge/Boston merupakan kota pendidikan dengan universitas-universitas bagus terletak dekat satu sama lain (Tuft, Boston University, Harvard, MIT, dan Northeastern dalam jangkauan bersepeda dari Harvard).   Kita dapat memanfaatkan perpustakaan, ikut seminar/kuliah, atau mencari teman baru di kampus-kampus selain Harvard itu.

Kantor saya di Harvard adalah di Harvard Kennedy School; menyandang nama Pak Kennedy (John Fitzgerald Kennedy), mantan Presiden USA yang dulu sangat terkenal. Di Boston terdapat museum/perpustakaan Kennedy yang cukup besar, yang tidak boleh dilewatkan kalau kita sedang bermukim di sana.

Juga ke rumah tempat Pak Kennedy dilahirkan, yang terletak di daerah Brookline,  tidak jauh dari kampus Harvard.  Kita bisa mampir di sana, lazimnya ketika di rumah itu sedang diadakan “open house.”  Kami terkesan dengan sederhananya rumah itu, padahal kakek Pak Kennedy zaman itu pernah menjadi wali kota Boston dan orangtuanya Duta Besar AS ke Inggris. Kennedy juga menjadi nama sebuah taman yang terletak dalam kampus Harvard.

Boston terletak tidak jauh dari beberapa kota besar di AS seperti New York, Washington DC, Philadelphia, dll.  Bisa dijangkau dengan bus yang murah atau menyewa mobil ke tempat-tempat itu.  Mungkin karena saya tidak semuda dulu, keinginan untuk mengetahui tempat-tempat baru sudah jauh dari menggebu-gebu.  Selama 2 semester di sana, sempat ikut tur ke Niagara Falls disambung ke Thousand Islands (di wilayah perbatasan  AS-Kanada).  Selebihnya, selain membaca buku lumayan banyak, saya menghabiskan waktu berjalan kaki atau bersepeda menyusuri sungai Charles yang di tepinya kampus Harvard, Universitas Boston dan MIT berada.  Di musim semi (spring) sakura yang berbunga  di pinggir sungai Charles sangat indah—mengigatkan saya pada “hanami” (‘upacara’ memandangi bunga sakura) seperti dulu ketika saya tinggal cukup lama di Kyoto, Jepang.

Boston adalah kota yang nyaman buat berjalan kaki; banyak rute jalan kaki dapat ditelusuri sambil menelusuri tempat-tempat bersejarah yang banyak terdapat di kota itu.

Harvard juga mempunyai  Museum of Natural History yang serta Arboretum (kebun pepohonan) termasuk yang terbaik di AS; sayang dilewatkan kalau kita sedang bermukim di Harvard.

Pusat riset yang menjadi tuan rumah kita tidak hanya memfasilitasi untuk riset saja; tapi juga kegiatan sosial, rekreasi, networking dan pesta (yang cukup sering).

Manfaat menjadi Researh Fellow?Sebagai Research Fellow kita bergaul dengan sesama fellow yang datang dari berbagai belahan bumi, dan juga dengan Profesor/Periset setempat.  Banyak di antara fellow tersebut adalah orang penting/terpandang dalam bidangnya, di samping ada juga yang junior. Di antara fellow di Kennedy School selama saya di sana adalah George Papandreau (mantan PM Yunani), Felipe Calderon (mantan Presiden Meksiko, langsung menjadi fellow di Harvard seusai bertugas jadi Presiden), dan Robert Zoellick (mantan Presiden Bank Dunia).  Fellow dari Cina sangat banyak, di antara mereka adalah pejabat tinggi dan dosen dari universitas terkemuka.  George dan Felipe adalah juga alumni program Master di HKS.  Alumni dari program yang sama dari Indonesia di antaranya adalah Gita Wiryawan (mantan Menteri Perdagangan) dan Agus Yudhoyono (putra Pesiden SBY).

The Forum adalah “panggung” di Harvard dimana pemimpin dunia (sebagian besar Presiden) bicara.   The Forum adalah “panggung” di Harvard dimana pemimpin dunia (sebagian besar Presiden) bicara.  Ini forum yang langka di dunia; menghadiri The Forum menambah wawasan kita dengan pandangan-pandangan yang dipunyai pemimpin-pemimpin dunia.

Selain bergaul dengan sesama fellow, saya mengamati dan sering bertanya-tanya bagaimana kampus universitas terkemuka/terkaya seperti Harvard bekerja?  Bagaimana mungkin komunitas intelektual bisa terbentuk itu?  Kapan kita bisa mencapai peradaban seperti ini?

Berada dalam lingkungan yang berlimpah fasilitas riset, di tengah atmosfir keilmuan di tengah kampus-kampus hebat merangsang kita lebih produktif, dapat menyiapkan beberapa draft atau mematangkan gagasan, suatu hal yang agak sulit dilakukan di Tanah Air … ***

Bacaan: Hanan NugrohoHoping for more Indonesian research fellows”, The Jakarta Post, 26 Mei, 2013.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun