Dari SD, SMP/ MTs, SMK, sampai Kuliah pun aku selalu mendapatkan beasiswa, karena tidak mau merepotkan siapapun, ibuku atau nenekku dalam pembayaran iuran sekolah.
Aku tumbuh menjadi anak yang mandiri, berdagang keliling sejak kecil hingga Sekolah Menengah pun aku tetap berjualan makanan, buku, kaos kaki, dan lain sebagainya, untuk ongkos sehari-hari, agar aku bisa tetap pergi dan diterima di sekolah negeri yang saat itu bayarannya sangat terjangkau.
Tiba saatnya aku akan menikah, sosok ayah tiba-tiba hadir dalam lamunanku. Ada air mengaliri dua kelopak mataku.
Ayah, aku adalah anak perempuanmu. Saat ini aku akan menikah. Aku bingung tak tau harus bagaimana?
Aku dekati ibu, kutanyakan perihal ayahku. Pelan-pelan ibu buka suara, mungkin sudah saatnya aku tahu.
Aku bisa memahami, kenapa ibu pulang meninggalkan ayah di sana. Aku tidak akan mempublikasikannya.
Beliau memberiku secarik kertas dengan alamat :
A.H.Benggolo
Kp. Boro-boro R
Ranoo Meeto, Kendari
Sulawesi Tenggara
Aku layangkan sepucuk surat, menuju alamat tersebut. Sebulan kemudian ada balasannya.
Alamat tersebut sudah berganti, karena ada pemekaran kecamatan dan kabupaten di sana.
Aku senang, walaupun yang membalas suratku adalah pamanku, R. Benggolo. Pengganti kakek sebagai tetua/atau mungkin saat ini kepala desa. Kabarnya kakek dan ayah sudah tiada. Aku begitu sedih & terpukul.
Karena kesibukan, beliau pun hadir dalam acara pernikahanku melalui video virtual atau video call dan menyaksikan akad nikahku yang sudah disetujui penghulu dan diwakilkan olehnya sepenuhnya.