Kita ucapkan sayonara pada UN karena tahun ini merupakan tahun terakhir dalam pelaksanaannya menurut rencana Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nadhiem Makarim dalam wacana nya tentang Penghapusan UN di Indonesia dan selanjutnya un dihapus.Â
Suatu hal yang sudah menjadi rutinitas tahunan di setiap sekolah dari mulai jenjang SD sampai SMA perayaan UN di buat setegang dan sedemikian rupa dan ini akan hilang seketika. Lalu siapakah yang akan merindukan UN selanjutnya?
Bisa di bilang UN ini adalah cara sejak zaman orangtua kita lahir yaitu pada masa orde baru dalam mengukur kecerdasan dan kemampuan siswanya dalam menghafal baik itu secara langsung ataupun tidak langsung. Dimana zaman dahulu ketika sesorang akan mnghadapi Ujian Nasional ini dengn berbagai macam spekulasi dan tantangan yang di alami siswa/i di seluruh negeri.
Bagi orang yang seumuran saya mungkin akan merindukan masa-masa dimana kita Ujian Nasional dengan pinsil 2B dan menunggu hasil nilai yang memuaskan dan nilai UN itu yang akan menentukan kita masuk sekolah favorit atau tidak pada zamannya.
Memang sekarang semua hal tidak bisa di ukur dengan test yang cuman sekali ketika kita melakukan atau belajar bertahun-tahun. Rasanya tidaklah adil jika hasil pembelajaran hanya di nilai sehari saat itu juga.
Akan menjadi sejarah untuk anak cucu kita dengan barang bukti Ijazah atau STTB kita bahwa generasi penerus bangsa sudah tidak perlu metode test seperti UN lagi.
Baik buruknya penghapusan UN di negeri ini kembali lagi kepada pribadi setiap individu yang akan menjadi pemeran penting ketika melaksanakan wacana tersebut. Berhasil atau tidaknya sebuah program kita belum bisa menilai dan melihatnya jika tidak merasakan dampak dan manfaatnya.
Tetapi kerisauan terjadi di benak setiap orang tua yang mengalami UN sebelumnya sehingga saat un dihapus mereka akan mempertanyakan bagaimana dengan pengambilan penilaian selanjutnya?
Ketika wacana baru muncul dan mematahkan wacana sebelumnya yang sudah mengakar di wajah pendidikan kita, maka setiap konsekuensi dan akibat serta pertanggungjawaban haruslah matang.
Tidak mudah merubah kebiasaan setiap orang apalagi merubah tatanan kebiasaan suatu negara yang terdiri dari orang-orang.
Bagi saya apapun program dan wacananya selama itu tidak merugikan dan tidak bertentangan dengan norma dan kaidah yang berlaku di negara ini, kenapa tidak kita mencoba hal-hal baru dalam segi sinegritas pendidikan? Bukankah dengan kita mencoba kita menjadi tahu hasil dari percobaan itu sendiri?