Dentuman bom, tarikan pelatuk pistol, hingga jerit tangis tua dan muda adalah musik yang setiap harinya bermain di telinga masyarakat Gaza. Jika elang membawa pesan kematian, maka dataran Gaza akan berubah menjadi lautan elang. Bukan hanya alasan kepercayaan, namun ini perkara kemanusiaan. Pengorbanan dan rasa ikhlas adalah pelajaran dari seluruhnya.
Di atas bentala kesengsaraan Aleena tumbuh bersama ibunya, Afya. Seperti makna dari nama cantiknya, Aleena menjadi gadis cantik nan lemah lembut. Aleena bagi ibunya bagaikan embun sejuk yang setia menyirami kegersangan kondisi saat ini. Gadis dengan mata sendu dan pipi merona itu bagaikan harapan masa depan bagi Afya. Aleena adalah satu-satunya alasan bagi Afya untuk segera meninggalkan tempat penghabisan menuju masa depan yang lebih damai.
"Ibu, apa hari ini sekolah masih tutup?" tanya Aleena.Â
Saat ia tatap luar lewat ventilasi rumahnya masih terlihat kacau seperti beberapa waktu lalu.
"Iya sayang. Sabar ya. Kita harus rajin-rajin berdoa, semoga Aleen bisa cepat masuk sekolah" Afya salurkan rasa sayang kepada anak tunggalnya itu dengan mengusap-usap pucuk kepala Aleena. Andai Afya bisa memilih meninggalkan tempat ini, tempat yang merenggut semua orang terkasihnya, ia akan segera membawa cintanya itu pergi jauh.
Afya tatap sendu putri kecilnya itu. Aleen harus besar tanpa sosok seorang ayah. Firdaus adalah seorang jurnalis. Ia mendapatkan usia senjanya saat harus bertugas dan meninggalkan Afya dengan putri di kandungannya. Afya hampir putus asa ketika mendapatkan kabar gugurnya Firdaus. Namun, kehadiran Aleen menjadi motivasi untuk hidup kedepannya. Afya selalu menceritakan sehebat apa ayah Aleen dalam menyuarakan hak kemanusiaan.
"Ayah Firdaus itu orang yang hebat. Dulu ia seorang jurnalis sayang. Dia membantu orang-orang yang lemah dan tidak berani menyampaikan rasa sakitnya. Dia membantu meringankan rasa tidak enak disini" jelas Afya sembari menyentuh dada Aleen. Setiap malam Afya pasti menceritakan kehebatan sang suami. Aleen harus tau bahwa ayahnya adalah orang yang sangat hebat.
"Ayah keren, Ibu. Nanti Aleen pengen jadi jurnalis seperti ayah" gadis kecil itu selalu menyampaikan keinginannya untuk seperti ayahnya.
"Aleen udah hebat, Sayang. Aleen udah jadi anak baik, cantik dan pintar. Nanti waktu Aleen sudah tumbuh besar, Aleen harus sekolah di sana." Sembari menunjukkan poster Leiden University.
"Kenapa harus disana ibu? Kenapa Aleen tidak sekolah di sini saja? Nanti Aleen jauh dari ibu" ia tekuk bibir itu ke bawah.
"Kan ibu selalu ada disini" Afya tunjuk posisi jantung Aleen. Jika boleh berkata jujur, ia sungguh ingin segera mengirim Aleen keluar dari tempat ini. Bahkan Afya tidak tahu kapan nafasnya berakhir. Entah Aleena sudah dewasa kah atau mungkin bisa besok. Ia hanya berdoa, saat dirinya nanti tiada Aleen sudah keluar dari tempat ini dan hidup secara aman.