Pada 30 Oktober 2022 kembali dilakukan kegiatan Modul Nusantara yang kali ini mengunjungi Kampung Cireundeu di Cimahi.
Masyarakat di Kampung Cirendeu ada yang berkeyakinan Sunda Wiwitan. Selama di sana, kami dapat mengetahui lebih dalam tentang adat dan kepercayaan masyarakat di Kampung Cireundeu. Mereka berkeyakinan bahwa berbeda pengakuan yang penting sepentingan, yaitu bentuk toleransi.
Masyarakat Sunda wiwitan memaknai kesadaran dari sebuah pertanyaan "siapa saya?", "untuk apa saya ada di dunia?", dan akhirnya mempunyai tujuan karena kehidupan merupakan proses kelahiran dan kematian. Menurut mereka Tuhan tidak dapat diperdebatkan karena sangat pribadi. Manusia mempunyai nilai religius, tidak ada satu orang pun ingin berada dalam situasi yang tidak aman secara sosial. Tetapi itu mungkin saja terjadi karena adanya perbedaan.
Salah satu ajaran Sunda Wiwitan berupa kasih sayang keluarga dan hewan sehingga melahirkan nilai-nilai kesopanan atau tata krama. Segala sesuatu harua diselesaikan dengan budidaya dan budibahasa, misalnya saat melewati orang duduk sambil menunduk (budidaya) dan mengucapkan permisi (budibahasa).Â
Menurut mereka ibadah itu pekerjaan. Ibadah hubungan dengan Tuhan dengan olahrasa atau bersemedi. Tidak mengenal ruang dan waktu karena berupa hububgan pribadi dan tidak terbatas. Bukan doa, tetapi menyerahkan diri pada Tuhan. Menerima apa yang diciptakan oleh Tuhan.
Sunda Wiwitan tidak hanya ada di Kampung Cireundeu, tetapi juga ada di Badui dengan kebudayaan yang berbeda karena daerah geografisnya juga berbeda. Selain itu, juga ada di daerah Kuningan, Garut, dan daerah lainnya di Jawa Barat.
Ciri khas yang paling dominan di Kampung Cireundeu adalah masyarakat adat di Cirendeu tidak mengonsumsi makanan pokok dari beras karena mendorong pangan nonberas, yang menjadi makanan pokok adalah nasi singkong.Â
Hal ini karena pada masa penjajahan padi di kampung cirendeu dirampas oleh Belanda sehingga sejak saat itu masyarakat kampung cirendeu mencari alternatif ke makanan lain dengan spirit ingin merdeka dan tanda kemerdekaan semakin dekat saat itu, mereka tidak makan nasi beras. Sejak saat itu menjadi turun temurun dan sebuah penghormatan untuk makan nasi singkong bukan nasi beras.