Tak selamanya karya sastra selalu memunculkan tema tentang cinta, persahabatan, ataupun musibah. akan tetapi dua karya sastra berikut sangat berbeda. Unsur kebohongan yang diangkat memang sangat kental dalam kedua karya sastra ini, Hikayat Kura-kura Berjanggut serta Kebohongan itu Manis, Vardhazh. Akan tetapi, dalam cerpen karya Indra Tranggono ini lebih menitikberatkan ke bidang politik.
Jika dilihat dari latarnya, kedua sastra ini sama-sama memaparkan latar tempat yang bisa dibilang sama, walaupun dalam hikayat lebih ke istanasentris dan cerpen lebih ke bentuk modern dari kerajaan, yaitu republik dari suatu negara. Sedangkan, dari latar waktunya, cerita pendek ini tidak terlalu menonjolkan latar waktu dengan tersurat, akan tetapi tersirat. Bahkan latar waktu dari cerpen ini hampir tidak dijelaskan sama sekali. Jadi sebagai pembaca harus benar-benar bisa menganalisis waktu kejadian yang diceritakan terjadi. Akan tetapi pada Hikayat Kura-kura Berjanggut, masih dijelaskan sedikit latar waktunya, seperti pada kutipan “Tak ada waktu yang lebih bagus untuk berlayar selain pada musim ini.” Sebenarnya, latar waktu dari Hikayat Kura-kura Berjanggut tak semuanya dipaparkan dengan jelas seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tetapi ada beberapa bagian yang tidak dijelaskan latar waktunya. Sedangkan untuk latar suasana dalam kedua karya sastra ini terkadang dijelaskan secara tersurat dan ada pula yang tertulis secara tersirat
“Seluruh rakyat Republik Garpallo sangat yakin, Presiden Grag-Gaz telah mati. Di layar televisi, rakyat menyaksikan peti jenazah Presiden Grag-Gaz”
Kutipan cerpen teresebut menyatakan bahwa tokoh telah berhasil membohongi rakyatnya akan kematiannya. Tidak seperti cerpen yang tokohnya membohongi publik satu negara, dalam hikayat tokoh yang melakukan kebohongan hanya dalam lingkup daerah saja.
“Dahulu kala, ketika waktu masih ditentukan oleh beberapa orang, dan kapal-kapal masih bergantung pada kecerlangan bintang-bintang dan nujuman, dan para perompak masih musuh utama Sultan, hiduplah seorang Tukang Cerita yang mengandalkan kebohongan.”
Pada kutipan hikayat tersebut sangat terlihat bahwa tokoh melakukan kebohongan kepada awak kapal saja.
Kedua karya sastra ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Penulis seolah tahu semua tentang perasaan dan jalan pikiran tokoh-tokohnya dalam cerita.
“Vardhazh tersengat. Dadanya sesak. Jantungnya berdetak cepat.”
Dari kutipan cerpen di atas bisa dilihat bahwa penulis benar-benar tahu tentang keadaan tokoh yang sedang mengalami suatu kejadian.
Jika dilihat dari alur ceritanya, kedua cerita ini menggunakan alur maju. Cerpen Kebohongan itu Manis, Vardhazh sangat terlihat penggambaran ceritanya dengan menggunakan alur maju. Diceritakan dari skenario Grag-Gaz yang mati meninggalkan kekuasaanya dan digantikan oleh Vardhazh, yang tak lain tak bukan adalah pembantunya sendiri. Cerita ini masih berlanjut hingga Grag-Gaz kembali memimpin negara dengan cara operasi wajah yang mirip dengan Vardhazh. Sedangkan, dalam cerita Hikayat Kura-kura Berjanggut diawali dengan Si Tukang Cerita yang mulai bercerita dengan ala dirinya dengan menambahkan bumbu-bumbu kebohongan. Para awak kapal yang mendengarkan ceritanya pun mempercayainya. Hingga pada akhirnya para awak kapal tersebut lelah menunggu sehingga mereka tak percaya lagi pada Si Tukang Cerita.
Dalam cara penyampaiannya, penulis dari Hikayat Kura-kura Berjanggut lebih umum menggunakan kata-kata “pun” dan “lah” di akhir kata. Secara gaya bahasa pun juga lebih susah dimengerti daripada cerpen Kebohongan itu Manis, Vardhazh, karena dalam hikayat masih terkandung unsur-unsur bahasa dan budaya Melayu. Cerpen Kebohongan itu Manis, Vardhazh sendiri lebih menggunakan bahasa sehari-hari dan lebih nonformal sehingga bisa lebih dimengerti oleh pembaca.