Mohon tunggu...
Hanafi Hanafi
Hanafi Hanafi Mohon Tunggu... -

A lifelong learner...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sebuah Drama di Akhir Perjalanan Studi dengan Beasiswa DIKTI

17 September 2014   17:03 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:26 8464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama saya Hanafi. Saat ini saya menjalani studi di tahap akhir dengan beasiswa DIKTI di sebuah universitas nomor satu di Australia. Dalam tulisan ini, saya ingin menambah pengetahuan publik mengenai betapa sulitnya menyelesaikan studi bagi seorang karyasiswa DIKTI yang datang dari keluarga tidak berada seperti saya lantaran persoalan administrasi DIKTI yang tidak kunjung membaik. Tulisan ini juga merupakan satu cara bagi saya untuk mencari akhir / ending dari drama yang saya lalui di penghujung studi saya ini. Saya juga tidak tahu, apakah endingnya akan berakhir menyenangkan (happy ending) atau menyedihkan (sad ending).

Secara umum, saya termasuk diantara karyasiswa yang beruntung karena bisa mendapatkan dana beasiswa di awal. Keberuntungan ini disebabkan karena awal masa studi saya yang sedikit tertunda lantaran tertundanya pemberian Unconditional Letter of Offer (Surat penerimaan penuh) dari University of Melbourne (UniMelb) serta pemberian visa untuk memulai studi. Akhirnya, studi yang awalnya diharapkan mulai di bulan Juli 2010 molor menjadi Desember 2010. Setelah memulai studi sampai tahun ketiga, dana beasiswa bisa saya dapatkan secara pas (pas sudah ama kepepet, pas dapat kiriman), walau selalu diselingi keterlambatan. Akibatnya setiap tahunnya saya selalu terkena denda karena meminta waktu perpanjangan pembayaran SPP. Ketika beasiswa masih dikelola universitas asal, denda tersebut mendapat penggantian / reimbursement (karena bukan kesalahan saya kena itu denda) namun semenjak dana beasiswa dikelola DIKTI, penggantian itu hanyalah mimpi indah belaka.

Di pertengahan tahun ketiga studi (Juni 2013), berdasarkan diskusi dengan kedua pembimbing dan ketua dewan penasehat dalam pertemuan evaluasi progress report tahunan di UniMelb, studi saya yang kualitatif ini diperkirakan bisa diselesaikan secara realistis dalam empat tahun. Ini berarti saya harus mengurus perpanjangan beasiswa selama 2 semester lagi dari 3 tahun (6 semester) yang telah dibiayai DIKTI. Akhirnya berdasarkan rekomendasi kedua pembimbing dan bertepatan dengan keluarnya surat Diktendik DIKTI nomor 1120/E4.4/2013 (yang menyatakan beasiswa DIKTI dapat diperpanjangan sampai 12 bulan) dan dengan izin serta rekomendasi rektor universitas asal, saya pun mengusulkan perpanjangan beasiswa langsung selama 12 bulan dengan mengirimkan berkas secara lengkap. Alhamdulillah, usulan diterima dan perpanjangan dikabulkan namun....untuk 6 bulan saja. Meskipun bingung karena hanya 6 bulan, baiklah saya tidak protes dan tetap menjalaninya dengan ‘bahagia’ karena perpanjangan semester 7 telah dikabulkan.

Nah, untuk perpanjangan beasiswa semester 8, saya pun (setelah berkonsultasi dengan universitas asal tentunya) sudah bertanya melalui email pribadi staf DIKTI mengenai jadwal memasukkan berkas usulan di awal bulan Januari 2014. Email dijawab dengan sopan dan memberitahu bahwa slot utk perpanjangan belum ada. Pesan tersembunyi dari info ini tentu kira-kira berbunyi “tunggulah sampai slot ada dan pengumuman diberikan”. Namun setelah lebih dari satu bulan menunggu, tiba-tiba saja keluarlah pengumuman perpanjangan beasiswa DIKTI tahap 1 di akhir bulan Maret 2014. Kontan saya merasa terkecoh dan terkocar kacir mengumpulkan berkas. Akhirnya di awal April, berkas lengkap usulan pun saya kirimkan ke DIKTI lewat universitas asal.

Dan pengumuman perpanjangan tahap 2 pun keluar di akhir bulan April 2014 namun tidak ada nama saya pada lampiran 1 (yang dapat perpanjangan) ataupun 2 (yang tidak dapat). Untuk itu, saya langsung merespon via email menanyakan kepada DIKTI dan universitas asal mengenaistatus berkas usulan saya. Universitas asal mengklarifikasi dan menyatakan bahwa berkas telah mereka kirimkan melalui pos. Namun, seperti biasa, nol balasan dari DIKTI. Akhirnya saya pun kembali menunggu, berharap barangkali usulan saya muncul di pengumuman berikutnya.

Pengumuman tahap 3 pun keluar pada akhir bulan Juni 2014 dan ada nama saya di lampiran 2 (yang tidak mendapat perpanjangan) dengan alasan selesai studi bulan Juli 2014. Hasil yang mengherankan sekali karena berarti DIKTI sama sekali tidak membaca rekomendasi kedua pembimbing dan rektor universitas asal pada usulan pertama dimana studi saya akan berlangsung selama 4 tahun. Seperti biasa, saya mengirimkan email klarifikasi kepada staf DIKTI terkait alasan penolakan DIKTI ini dan sekali lagi saya bersyukur karena beruntung email saya dibalas dengan jawaban “Mohon maaf pak, saya harus konsultasikan hal ini kepada pimpinan saya”. Tentu pesan implisitnya adalah saya harus menunggu hasil konsultasi staf DIKTI tersebut dengan pimpinannya.

Seiring dengan masalah administrasi beasiswa itu, sebagai mahasiswa asing di UniMelb, saya tentu tidak bisa mengelak dari jadwal pembayaran SPP untuk semester akhir yang hampir jatuh tempo, yaitu di pertengahan bulan Juli 2014. Secara realistis, saya harus menghadapi kenyataan bahwa kalaupun usulan perpanjangan saya akhirnya diterima di tahap 4, mustahal bin mustahil dana perpanjangan akan saya terima di bulan Juli. Jangankan saya, teman-teman lain yang perpanjangannya sudah disetujui di tahap 1 dan 2 pun belum menerima transfer dana beasiswa. Akibatnya, saya harus mengemis ke UniMelb untuk perpanjangan masa pembayaran SPP. Akhirnya saya pun diberi tenggat waktu sampai pertengahan Agustus 2014 dan denda pun dijatuhkan. Hati pun sesaat lega meski kena denda.

Rombongan pengiring lainnya yaitu soal kesulitan hidup di luar negeri karena dana beasiswa sudah tidak ada, serta efek semua masalah beasiswa dengan progress studi yang harus selesai di Desember 2014 ini, cukup difahami saja oleh pembaca tanpa perlu penjelasan detil. :D

Kembali ke administrasi beasiswa DIKTI,

Setelah lama menunggu, ternyata hasil konsultasi yang saya idam-idamkan itu tidak pernah kunjung datang meskipun beberapa email berisi bukti valid bahwa saya masih studi dan bahwa masa studi saya akan berakhir pada bulan Maret 2015, telah rajin saya kirimkan. Tentu saja email itu tidak dibalas. Akhirnya daripada menunggu yang tidak pasti, saya kembali meminta bantuan universitas asal mengajukan kembali usulan perpanjangan saya ke DIKTI. Berkas pun dikirimkan dilengkapi dengan bukti2 terbaru serta surat pengantar baru dari universitas asal pada bulan awal bulan Agustus 2014. Setelah bukti fisik berkas dikirimkan oleh universitas asal lewat pos, softcopy surat pengantar pun dikirimkan kepada saya lewat email oleh universitas asal. Saya pun mengirim ulang softcopy semua berkas usulan tersebut kepada dua staf DIKTI terkait sebagai penguat pengiriman bukti fisik berkas usulan.

Sementara, dalam rombongan pengiring kendaraan administrasi rumit dan melelahkan beasiswa DIKTI ini, SPP yang jatuh tempo tanggal 14 Agustus tentu harus segera disikapi. Terus terang, saya sudah tidak punya alasan lagi untuk mengemis perpanjangan waktu bayar SPP lagi ke universitas di Australia. Akhirnya saya memberanikan diri pinjam sana sini dari teman-teman di Australia ini baik dari teman WN Australia maupun WNI sehingga terkumpullah dana sebesar AUD$14.146 (setara Rp 150 jutaan) untuk membayar SPP. Saya pun menjanjikan kepada para pemberi hutang akan melunasi hutang itu ketika dana perpanjangan saya turun, kira-kira paling lambat di akhir tahun 2014 ini.

Dan...pengumuman perpanjangan tahap 4 pun dikeluarkan DIKTI pada awal bulan September 2014. Voila’...nama saya pun tetap tidak ada disana dan setelah dicek, ternyata nama saya tidak ada dalam list berkas yang diterima staf DIKTI pada bulan Juli, berarti berkas saya hilang! Seperti biasa, email konfirmasi pun dilayangkan ke DIKTI. Bahkan universitas asal pun ikut mempertanyakan kepada DIKTI mengenai berkas tersebut dan membantu mengirim ulang bukti fisiknya. Berkat blow up media massa dan media sosial mengenai masalah transfer telat beasiswa DIKTI, akhirnya email karyasiswa termasuk email saya pun mulai dibalas. Namun balasan untuk email saya juga tak kalah menyakitkan dimana isinya “...perpanjangan untuk tahap selanjutnya kami belum bisa pastikan ada atau tidak, karena mengingat terbatasnya dana untuk perpanjangan”.

Menerima email ini seperti menerima vonis mati. Email ini seolah-olah menyiratkan bahwa pembiayaan studi saya ini hanya sekedar pelengkap pengalokasian anggaran di DIKTI sehingga jika ada kelebihan baru diperhatikan. Sementara bagi saya, kepastian perpanjangan beasiswa ini adalah masalah hidup dan mati, sangat krusial, serta amat sangat mendesak karena terkait banyak hal. Pertama, terjadinya ketidakadilan perlakuan DIKTI terhadap saya dan kawan-kawan lain yang ditolak usulannya pada pengumuman tahap 4 dengan alasan tidak ada dana. Kedua, mendesaknya pelunasan hutang SPP sebesar 150 jutaan yang harus saya bayar sebelum akhir tahun. Kedua, pengurusan perpanjangan surat Setkab Setneg (telah habis masa berlakunya semenjak Februari 2014) yang mensyaratkan kepastian sponsor dana beasiswa. Tanpa ada setkab, tugas studi saya bisa dianggap illegal. Ketiga, kepastian dana biaya hidup di luar negeri untuk semester terpenting dalam perjalanan studi saya selama empat tahun ini. Keempat, jaminan ketenangan bagi saya untuk berkonsentrasi penuh menyelesaikan disertasi dalam jangka waktu KURANG DARI dua bulan lagi!

Berdasarkan pengalaman teman-teman DIKTIer lainnya, jika usulan perpanjangan saya sebagai salah satu karyasiswa angkatan tahun 2010 ditolak pada tahun anggaran 2014 ini, tidak akan ada harapan lagi perpanjangan beasiswa lagi untuk kami pada tahun besok, 2015. DIKTI biasanya akan memberi alasan klasik bahwa perpanjangan tahun 2015 tidak ditujukan untuk angkatan 2008, 2009, dan 2010. Sedangkan tidak diterimanya usulan kami pada tahun anggaran 2014 (bagi angkatan 2010), disebabkan terutama sekali oleh kacaunya administrasi dan manajemen DIKTI itu sendiri.

Saat ini saya telah kembali menuliskan email permintaan yang saya alamatkan kepada seluruh pengelola BPPLN DIKTI, termasuk Wakil Mentri Kemendiknas, untuk bisa memiliki sedikit ‘hati’ mempertimbangkan kembali usulan perpanjangan beasiswa saya khususnya dan kawan-kawan angkatan 2010 pada umumnya. Namun pun begitu, tebalnya tembok resistensi dan kelihaian DIKTI bermain pada wilayah prosedural serta juga etika moral telah membuat saya merasa harapan itu sangat tipis.

Sekarang, sudah lebih dua minggu saya teralihkan secara alamiah dari berkonsentrasi menyelesaikan disertasi. Waktu pun terus berjalan dan hanya tersisa dua bulan lagi bagi saya menyelesaikan disertasi sebanyak 100.000 kata dalam bahasa Inggris ini. Selain biaya hidup pribadi dan keluarga di kampung yang harus saya cari sendiri disini, sekarang beban itu bertambah dengan hutang membayar SPP sebesar 150 jutaan.

Sungguh drama hidup yang luar biasa di akhir perjalanan studi saya sebagai seorang karyasiswa DIKTI. Meskipun begitu pahit, namun saya tetap berusaha menikmati dan tidak putus asa karena apa lagi yang perlu saya takutkan. Istilah Inggrisnya "I have got nothing more to lose!" Kejadian paling buruk di dunia dalam urusan ini adalah: saya dituntut pidana dan masuk penjara karena tidak bisa membayar hutang. Kalau itu yang terjadi, apa boleh buat. Paling tidak saya telah mencetak sejarah sebagai karyasiswa DIKTI yang pertama masuk penjara karena tidak bisa bayar hutang untuk melunasi SPP nya, gara-gara usulan perpanjangannya ditolak DIKTI dengan alasan keterbatasan dana. Kalau itu benar-benar terjadi, saya ikhlaskan saja. Mudah-mudahan pengorbanan saya menjadi pelajaran bagi rekan-rekan junior saya dalam memilih beasiswa kedepannya. Atau harapan lebih positifnya, mudah-mudahan kisah ‘tragis’ saya menjadi penyebab terjadinya perombakan besar-besaran, sistematis, dan substantif dalam pengelolaan beasiswa di institusi sebesar dan semegah DIKTI sehingga dosen-dosen PTN dan PTS Indonesia seperti saya tidak lagi malu menyandang gelar karyasiswa DIKTI selama studi di luar negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun