Mohon tunggu...
wiyanto
wiyanto Mohon Tunggu... Guru -

Saya adalah guru sejarah di salah satu sekolah di Kota Semarang. Sangat intens dengan perkembangan pendidikan dan politik di negeri ini.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ajarkan Makna Agar Pembelajaran Bermakna

3 November 2017   09:34 Diperbarui: 3 November 2017   20:46 1250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh: Wiyanto, S.Pd, M.Pd*

Menurut Prof. Rhenald Kasali, P.HD, abad 21 adalah abad yang penuh ketidakpastian dan bergejolak, Hyper Competition, perubahan yang begitu cepat, peradaban kamera, self-centred. Abad yang dipenuhi dengan perubahan-perubahan besar, terutama dalam perkembangan teknologi dan informasi. Generasi yang lahir pada masa ini adalah generasi-generasi yang sangat melek dengan teknologi yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya.

Generasi yang baru ini dikenal dengan nama generasi Millenial yaitu generasi yang hidup dalam era serba digital, generasi yang kehidupannya sangat praktis, generasi yang hidup dimana kehidupan ini berada dalam kontrol jari-jari. Sekali klik semua informasi bisa mereka dapatkan.

Para orang tua yang lahir jauh sebelum generasi ini, yang dianggap sebagai tamu sering gagap menerima keadaan dan kemajuan mereka ini. Bahkan, guru-guru yang mendidik mereka di sekolah juga tidak lepas dari kegagapan kemajuan ini. Sehingga di lingkungan sekolah sering terjadi gap atau jarak antara pengajar dengan peserta didik karena perbedaan persepsi tersebut. Lebih parahnya lagi saat ini masih banyak guru yang terpaku kepada buku diktat, buku paket, modul atau LKS yang dianggap kurang praktis, sementara para siswa lebih senang menggunakan media gadget yang tersambung dengan internet yang sangat praktis penggunaannya. Dengan media ini, semua pertanyaan akan mendapatkan jawaban secara cepat meski pun keakuratannya masih perlu dipertanyakan. Sehingga tidak ada alasan lagi seorang guru memberikan beban belajar yang berat kepada peserta didik, misalnya mengharuskan peserta didik untuk menghafalkan materi pelajaran tertentu. Untuk apa menghafalkan materi pelajaran, toh semua sudah tersedia dalam satu wadah yang bernama internet yang sangat mudah untuk diakses kapan saja dan dimana saja.

Menghadapi fenomena kemajuan teknologi seperti sekarang ini, seharusnya membuat guru semakin bersyukur sebab tidak perlu lagi mencari sumber-sumber pembelajaran yang rumit dan menyulitkan peserta didik. Guru sudah seharusnya lebih bijak dalam memanfaatkan waktu pembelajaran dengan efektif dan efisien agar tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan tujuan pembelajaran. Selain itu, seorang guru juga harus lebih pandai dalam mensiasati pelaksanaan pembelajaran di kelas agar pembelajaran berjalan dengan lebih menyenangkan dan membuat siswa dapat menerima pembelajaran dengan lebih baik.

Mapel Sejarah dalam Kurikulum 2013

Pada kurikulum 2013 yang telah dilaksanakan dibeberapa sekolah pilotingdan akan dilaksanakan secara serempak di Indonesia pada tahun ajaran baru nanti, terdapat satu mata pelajaran yang mendapatkan keistimewaan yaitu mata pelajaran sejarah. Mata pelajaran sejarah diberi porsi dan posisi yang strategis dengan jumlah jam pelajaran yang cukup banyak apabila dibandingkan dengan pelaksanaan kurikulum sebelumnya. Satu bagian sepenuhnya tentang sejarah Indonesia dan satu bagian lagi untuk pendalaman materi diberikan porsi tersendiri dengan judul tersendiri yaitu sejarah peminatan

Pelajaran sejarah di sekolah merupakan salah satu pelajaran yang memiliki tujuan yang luhur yaitu menanamkan semangat kebangsaan, cinta tanah air, bangsa dan negara serta sadar untuk menjawab untuk apa ia dilahirkan. Pelajaran sejarah merupakan salah satu unsur utama dalam pendidikan politik bangsa. Lebih jauh lagi pengajaran sejarah merupakan sumber inspirasi terhadap hubungan antar bangsa dan negara (Kasmadi, 2001: 16). Namun, dalam prakteknya seringkali pelajaran sejarah dianggap sebagai pelajaran hafalan yang dianggap tidak penting apabila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya

Tentu ada alasan yang mendasar mengapa pemerintah memberikan porsi yang lebih kepada mata pelajaran ini. Ada ketakutan apa, sehingga pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional memberikan porsi waktu pembelajaran untuk pelajaran sejarah begitu banyak?

Salah satu jawaban yang mungkin bisa disepakati bersama adalah ancaman tentang dis-integrasi bangsa. Saat ini kita rasakan bersama tentang dinamika politik Indonesia yang bisa dikatakan carut marut. Para pemimpin bangsa, tokoh-tokoh politik maupun pejabat publik yang seharusnya menjadi suri teladan bagi masyarakat secara umum, justru terlibat dalam skandal-skandal politik maupun korupsi yang tidak tahu ujung selesainya yang bisa mengancam kelangsungan hidup bangsa. Sadar atau tidak sadar para pemimpin, tokoh-tokoh politik, maupun pejabat publik tersebut merupakan produk pendidikan di masa lalu, yang artinya ada sesuatu yang hilang dalam perjalanan pendidikan di masa lalu.

Pemberian porsi jam pelajaran yang lebih untuk pelajaran sejarah perlu disikapi dengan bijaksana oleh semua pihak, terutama oleh guru sejarah itu sendiri. Pemanfaatan ruang dan waktu pembelajaran secara efektif dan mengena sesuai dengan tujuan hendaknya dapat dilakukan, bukan hanya sekedar pembelajaran yang berjalan sekedarnya saja seperti masa-masa sebelumnya. Namun harus disikapi dengan tindakan yang lebih konkrit, sebab dari tangan-tangan guru-guru inilah nasib sejarah bangsa akan ditentukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun