Mohon tunggu...
Hana Faiha Fikriyyah
Hana Faiha Fikriyyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Kesejahteraan Sosial Universitas Padjadjaran

newbie~

Selanjutnya

Tutup

Money

PSBB, Dampak Ekonomi hingga Dampak Sosial

12 Mei 2020   14:57 Diperbarui: 12 Mei 2020   15:20 2086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dunia sedang dihebohkan oleh sebuah virus yang berasal dari Wuhan, China. Virus ini merupakan jenis coronavirus baru, yang kemudian dikenal dengan nama Covid-19. Dunia, tak terkecuali Indonesia sedang waspada dengan virus ini dikarenakan penyebarannya yang sangat cepat. Penyebaran virus ini dapat tersebar melalui percikan ludah (droplet) dari orang yang terinfeksi. Kasus covid-19 yang terkonfirmasi sudah mencapai jutaan di seluruh dunia dan ribuan di Indonesia.


Akibat dari penyebarannya yang sangat cepat, WHO menetapkan virus jenis baru ini sebagai pandemi pada 11 April 2020. Beberapa negara pun mulai melakukan lockdown guna memutus rantai penyebaran virus ini. Lockdown sendiri berarti dikunci, artinya masyarakat yang berada di suatu negara yang di lockdown, mereka terkunci di dalam wilayah tesebut dan tidak diizinkan keluar kecuali ada izin khusus. Walau tidak bisa keluar, kebutuhan sehari-hari terpenuhi, sebab di negara yang melakukan lockdown ini, pemerintah harus bisa menyuplai kebutuhan para warganya. Beberapa negara yang sudah menerapkan lockdown ialah Spanyol, Malaysia, Italia, Perancis, Denmark, Irlandia, Belanda, dan Belgia.


Adapula negara yang tidak menerapkan lockdown seperti, Korea, Amerika Serikat, dan Indonesia. Di Indonesia sendiri, pemerintah lebih memilih menerapkan PSBB atau Pembatasan Sosial Berkala Besar. Menurut Wikipedia, PSBB adalah istilah kekarantinaan kesehatan di Indonesia yang didefinisikan sebagai "Pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.  Adapun kegiatan yang dibatasi seperti peniadaan kegiatan keagamaan di tempat-tempat ibadah, aktivitas sekolah dan tempat kerja, fasilitas umum, dan transportasi umum. Terdapat pengecualian untuk supermarket, minimarket, pasar, toko, tempat menjual obat dan alat-alat medis.


Adanya PSBB ini baik untuk menghentikan laju pertumbuhan dari covid-19. Namun, dibalik itu PSBB ini dapat memberi dampak atau efek samping negatif khususnya pada kegiatan ekonomi. Dilansir dari alinea.id, perekonomian akan sangat terpukul. Pada skenario sangat berat, Indef memprediksi ekonomi bisa minus 0.20% dan tumbuh hanya 1.40% pada skenario ringan. Per 20 April 2020, Kementerian Tenaga Kerja mencatat sudah ada 2,2 juta pekerja yang dipecat dan dirumahkan, angka ini akan terus bertambah hingga pandemi usai. Ribuan perusahaan juga akan gulung tikar jika pandemi tidak berakhir dalam tiga bulan. Jumlah orang miskin bahkan diprediksi bertambah pada kisaran 1,1 juta hingga 3,78 juta orang. Akibat pandemi ini juga kriminalitas mulai marak dan angkanya diprediksi akan terus naik.


Tidak hanya pada sektor ekonomi, tetapi juga dampak dari pandemi ini berlanjut pada dampak sosial. Banyak pekerja yang di PHK bahkan tidak mendapat pesangon akibat wabah ini. Mereka pun akhirnya tidak mendapat pemasukan, sedangkan mereka masih harus memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Terlebih, untuk para pekerja harian yang bertahan hidup di kota-kota besar, mereka sudah tidak punya pegangan lagi dan harus pulang ke kampung halamannya untuk dapat bertahan hidup. Namun, dengan adanya PSBB yang sudah dijalankan di beberapa kota, melarang warganya untuk keluar dari kota tersebut. Meningkatnya pengangguran juga dapat berpotensi pada meningkatnya konflik sosial seperti kriminalitas.


Akibat dari pandemi ini, banyak yang terganggu keberfungsian sosialnya, dimana seharusnya mereka dapat melaksanakan fungsi sosialnya, menjalankan peranan sosial sesuai dengan status sosialnya. Sebagai contoh, seorang ayah yang harus memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sedangkan dengan adanya pandemi ini ia harus di PHK dan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, maka keberfungsian sosialnya telah terganggu.


Dalam menyikapi pandemi ini, pemerintah sudah menurunkan bantuan langsung tunainya (BLT) lewat pemimpin daerah masing-masing, yang kemudian disalurkan kepada masyarakat yang memang membutuhkan. Dikutip dari cnnindonesia.com, pemerintah mempunyai anggaran sekitar Rp110 triliun untuk perlindungan sosial ke berbagai program. Program tersebut ialah Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Paket Sembako, Kartu Prakerja, Intensif pajak hingga diskon tarif listrik.


Selain bantuan pemerintah, masyarakat juga membantu dengan banyaknya donasi di media sosial. Banyak masyarakat yang membantu tetangga sekitarnya dengan menggantungkan atau menyimpan kebutuhan pokok di depan pagar rumahnya untuk diambil siapa saja yang membutuhkan. Wabah covid-19 ini menjadi tanggung jawab bersama, dalam masa pandemi ini kita memang sudah seharusnya untuk meningkatkan solidaritas sosial kita terhadap sesama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun