Di zaman sekarang jumlah persentase perempuan yang mondok lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah perspektif gender dalam masyarakat, di mana perempuan cenderung lebih sering diarahkan ke pondok pesantren untuk pendidikan agama, sedangkan laki-laki mungkin lebih cenderung untuk mengejar pendidikan umum atau karir tertentu.Â
Ketidakseimbangan jumlah perempuan dan laki-laki yang mondok di pesantren menjadi penyebab adanya diskriminasi di sana, karena pesantren dianggap sebagai lingkungan yang aman bagi perempuan dari pergaulan bebas. Perempuan, sesuai dengan identitas gender mereka, merasa lebih cocok berada di lingkungan pondok pesantren daripada laki-laki.Â
Oleh karena itu, perbandingan jumlah perempuan yang mondok dengan jumlah laki-laki yang mondok yang tidak seimbang merupakan indikasi ketidaksetaraan gender di pondok pesantren.Â
Salah satu contoh yang sering terjadi adalah anak perempuan mengalami diskriminasi dan perlakuan tidak adil dalam konteks pendidikan formal, khususnya terkait dengan isu pelecehan seksual atau diskriminasi gender.Â
Hal ini dapat mendorong orang tua untuk lebih memilih untuk mengirim anak perempuan mereka ke pondok pesantren, di mana mereka berharap anak perempuan akan mendapat perlindungan yang lebih besar dan lingkungan yang lebih aman.
Semua faktor-faktor tersebut mengungkapkan adanya kesenjangan gender di pondok pesantren, di mana perempuan mendominasi lingkungan pondok pesantren, sementara laki-laki mendominasi dalam urusan yang berkaitan dengan kehidupan publik. Fenomena ini memperkuat stereotip bahwa kehidupan publik cenderung dianggap sebagai ranah maskulin, sementara urusan domestik, khususnya dalam konteks keluarga, dianggap sebagai wilayah perempuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H