Sampah plastik merupakan masalah serius yang harus ditangani. Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan plastik sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan. Sebagai contoh, saat kita berbelanja di pasar, kita pasti membutuhkan plastik untuk membawa barang belanjaan. Meskipun sebenarnya kita bisa membawa tas belanja sendiri dari rumah, namun terkadang sulit untuk berhenti menggunakan plastik karena sudah menjadi kebiasaan yang melekat. Sama seperti saya sendiri, saya juga masih belajar untuk mengurangi penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari.
Indonesia merupakan salah satu negara yang belum dapat mengelola sampah, khususnya sampah plastik secara efektif. Menurut Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), pada tahun 2040, jumlah sampah plastik yang masuk ke ekosistem akuatik dapat meningkat hampir tiga kali lipat dari 9--14 juta ton pada tahun 2016 menjadi 23-27 juta ton. Lebih lanjut lagi, berdasarkan UNEP, Indonesia menghasilkan 3,2 juta ton sampah setiap tahun, dengan sekitar 1,29 juta ton berakhir ke laut. Dengan itu, Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dan penghasil sampah plastik terbesar kedua.
Dari penjabaran tersebut, kita bisa melihat betapa daruratnya masalah sampah plastik ini terhadap lingkungan dan ekosistem di negara kita. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hingga pertengahan Juni 2024, penduduk Indonesia mencapai 281,6 juta jiwa. Logikanya, karena penduduk negara ini yang beratus juta dan semua menggunakan plastik dalam jumlah yang banyak setiap harinya, maka tak mengherankan jika sampah, khususnya sampah plastik sulit untuk dikelola secara efektif.
Tanpa melihat atau membaca data pun, kita seharusnya peka terhadap persoalan ini. Jika kita melihat sekeliling, kita akan menemukan banyak sampah dengan volume besar yang saling bertumpuk, berserakan, atau bahkan dibakar. Dampaknya pun nyata yang bisa kita alami seperti banjir, bau dari sampah yang menyengat dan pemandangan yang tidak enak dilihat karena banyak sampah berserakan. Semua itu membuktikan bahwa memang pengelolaan sampah, khususnya sampah plastik masih jauh dari kata maksimal.
Mengapa persoalan sampah plastik ini sangat penting? Seperti yang kita ketahui, atau mungkin banyak orang yang belum mengetahui jika sampah plastik merupakan sampah yang waktu untuk terurainya sangat lama. Menurut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), lembaga sains Amerika Serikat, menyatakan kantong plastik membutuhkan waktu 10--20 tahun untuk terurai. Bahkan, para pakar lain memperkirakan penguraian sampah plastik setidaknya butuh waktu 500 sampai 1000 tahun.
Lalu, bagaimana mengatasi persoalan sampah plastik tersebut? Menurut saya, memang tidak mudah karena seperti yang sudah tertulis di awal, plastik seperti budaya yang sudah melekat dalam keseharian kita. Kita masih bergantung oleh plastik. Oleh karena itu, sebaiknya menjadi kesadaran bagi masing-masing individu. Mungkin tidak lepas sepenuhnya dari penggunaan plastik tidak apa, yang terpenting ada kesadaran terlebih dahulu dimulai dari hal-hal yang kecil. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi sampah plastik adalah:
1. Membawa Kantong Belanja Pribadi (Tote Bag)
      Tote bag merupakan tas yang terbuat dari kain kanvas yang cukup kuat sehingga ia dapat digunakan berkali-kali. Jika kita ke supermarket (pasar modern), kemungkinan besar kita sudah tidak lagi menjumpai yang masih menyediakan kantong plastik. Mereka menawarkan tote bag yang harus dibeli. Jadi, jika ingin lebih hemat, diusahakan membawa sendiri dari rumah.
      Namun, jika berbelanja di pasar tradisional atau warung-warung kecil, saya melihat masih banyak yang jarang menggunakan kantong belanja sendiri. Para pedagang atau penjual tersebut tentunya menyediakan kantong plastik dikarenakan harganya yang relatif lebih murah dibanding dengan tas bahan lainnya. Itu juga terjadi dengan saya sendiri. Terkadang malas untuk membawa tas belanja sendiri sehingga bergantung dengan adanya kantong plastik yang disediakan oleh para penjual.
      Dengan itu, ketika berbelanja di pasar modern karena tidak disediakan kantong plastik dan harus membayar untuk tote bag, maka mau tidak mau kita berpikir untuk membawa saja daripada membeli. Sedangkan ketika di pasar tradisional, karena disediakan kantong plastik, maka kita seperti menyepelekan hal tersebut dan malas untuk membawa tas belanja pribadi.
2. Membawa Tumbler dan Kotak Makan Pribadi
      Saat ingin berpergian, sebaiknya kita membawa tumbler minum sendiri agar mudah dibawa kemana-mana ketika kita ingin minum air putih. Hal itu agar kita tidak perlu membeli air mineral kemasan. Dalam keseharian saya misalnya, saat saya ke kampus, saya berusaha tidak lagi membeli air minum kemasan. Diganti dengan membawa tumbler atau botol minum pribadi. Tapi kalau keluar untuk berpergian jauh, kadang memang saya sendiri masih malas untuk membawanya. Meskipun kelihatan sepele, tapi masih banyak yang tidak peduli juga dengan alasan malas atau merepotkan membawa tempat minum sendiri.
      Begitu juga dengan kotak makan pribadi. Hal tersebut masih menjadi hal yang belum saya lakukan karena susahnya menahan ketergantungan akan plastik. Misalnya, ketika ingin jajan kecil di pinggiran jalanan, seperti batagor, cilok, dan sebagainya. Tentunya alat untuk membungkus makanan tersebut plastik, bukan? Jadi, dengan kotak makan pribadi dapat meminimalisir penggunaan plastik yang berlebihan.
      Saya menyadari betapa pentingnya membuat lingkungan tetap terjaga dengan baik. Meskipun saya akui jika kita tidak bisa untuk lepas sepenuhnya dari penggunaan plastik. Namun, sekecil apapun kontribusi kita untuk lingkungan, saya percaya akan membuahkan hasil yang baik juga, apalagi jika banyak orang yang sadar dan mengikuti penggunaan plastik yang tidak berlebihan karena melihat aktivitas kita tersebut. Jika kita yang bukan menjaga lingkungan, siapa lagi?
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H