Irfan Sopian, guru Bahasa Indonesia yang mengajar di SMPI Al-Azhar 36 Bandung, yang juga berpengalaman mengajar di sekolah-sekolah rakyat (non-formal), menganggap esensi dari belajar itu sendiri adalah proses dari yang awalnya tidak tau menjadi tau.Â
Maka sekolah, apapun bentuknya adalah sekolah jika membuat seseorang mengalami proses tersebut. Namun menurutnya perbedaan dari sekolah formal dan non-formal adalah bagaimana lulusannya kemudian dapat memaknai hidup, yang merupakan hasil akhir dari proses belajar itu sendiri. Menurutnya anak-anak sekolah formal boleh jadi sukses dan jadi orang besar, begitu pula anak-anak sekolah non-formal. Namun baginya, anak-anak sekolah non-formal ini, punya pengalaman hidup yang lebih dalam, yang mencetak mereka kelak menjadi 'profesor kehidupan'.
Lantas pertanyaan akhir yang kita layangkan adalah, sebenarnya manakah yang disebut sekolah? Apakah sebuah tempat merdeka berpikir dan belajar? Atau tempat di mana seseorang berproses untuk memaknai kehidupan? Ataukah sebuah formalitas semata untuk kita yang mengejar ijazah? Perkembangan sekolah dari Athena sampai hari ini, yang maknanya konon sudah dipersempit, maka sekolah masihkah sekolah?
-
Tulisan ini dibuat oleh Peserta Remaja Belajar Menulis Konten Musim 3 Bastra ID.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H