Sebelum jauh membahas mengenai Gender dan Representasi Media, ada baiknya jika kita mengetahui pengertian Gender secara khusus. "Gender is not a property of individuals but an ongoing interaction between actors and structures with tremendous variation across mens and womens lives individually over the life course and structurally in the historical context of race and class (Ferree 1990 dalam Lloyd et al. 2009: p.8) (Gender bukan merupakan property individual namun merupakan interaksi yang sedang berlangsung antar aktor dan struktur dengan variasi yang sangat besar antara kehidupan laki-laki dan perempuan, secara individual sepanjang siklus hidupnya dan secara struktural dalam sejarah ras dan kelas).
Lalu bagaimana hubungan antara Gender dan Representasi Media terkhusus di Indonesia ?
Di dalam produksi isi pesannya, media melakukan framing mengenai bagaimana pesan tersebut akan diterima oleh publik sesuai dengan kepentingan media. Peran representasi media dalam produksi tekanan sosiokultural adalah peran yang signifikan. Terlepas dari kemajuan sosial dan hukum dalam hak-hak sipil, representasi berbasis gender yang bersifat membatasi tampaknya masih ada dalam beberapa konteks. Dalam beberapa tahun terakhir, Isu dan Konsep Gender di media telah menjadi isu yang serius. Konsep gender di Indonesia berasal dari adanya kemarahan dan kefrustrasian kaum perempuan untuk menuntut haknya sehingga menyamai kedudukan laki-laki. Hal ini dikarenakan kaum perempuan merasa dirampas haknya oleh kaum laki-laki. Di Indonesia tidak ada masalah gender karena negara sudah menjamin seluruh warga negara untuk mempunyai hak yang sama sesuai dengan yang tercantum pada UUD 1945.
Media memainkan peran penting dalam membentuk persepsi masyarakat tentang peran dan identitas Gender. Representasi dan stereotip yang tidak akurat dapat mempengaruhi pandangan dan sikap masyarakat terhadap Gender. Paparan terhadap representasi stereotip dapat berfungsi untuk memperkuat keyakinan terhadap stereotip Gender dan pengesahan norma-norma peran Gender. Selain itu, paparan semacam itu dapat berkontribusi pada berkembangnya seksisme, pelecehan, dan kekerasan pada laki-laki, serta menghambat ambisi terkait karier pada perempuan. Tampaknya, paparan terhadap representasi yang mengobjektifikasi dan menseksualisasi dikaitkan dengan internalisasi cita-cita budaya tentang penampilan, pengesahan sikap seksis, dan toleransi terhadap pelecehan dan rasa malu pada tubuh. Pada gilirannya, faktor-faktor yang terkait dengan paparan representasi ini telah dikaitkan dengan efek yang merugikan pada kesehatan fisik dan psikologis.
Salah satu contohnya terdapat dalam Karya tulis Haryani dan Kurniawan (2018) pada artikel "Representasi Perempuan dalam Media: Analisis Wacana" yang menunjukkan secara sadar bahwa perempuan dalam bingkai media kerap digambarkan secara hina dan negatif terkhusus di media Indonesia. Melalui penciptaan media massa, masyarakat mendefinisikan perempuan berdasarkan penampilan, tindakan, dan pakaiannya. Selain itu, perempuan harus memenuhi harapan sosial melalui perannya sebagai istri dan ibu. Perempuan juga sering ditempatkan sebagai objek seksual. Hal ini mencerminkan stereotip gender yang negatif dan membatasi kebebasan dan pilihan perempuan.
Berangkat dari hal ini penulis berharap bahwa media di Indonesia lebih berfikir jernih untuk membangun produksi pesan yang tidak merendahkan seorang wanita. Dengan menyusun ide konten yang kreatif dan mengandung banyak stereotip yang akurat.
oleh : Betrys Hana Chrystina Putri (220501010097) Mahasiswa Prodi Komunikasi PJJ Universitas Siber Asia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H