PPKM) Darurat hingga 25 Juli 2021. Dampak PPKM Darurat yang diperpanjang tentu sangat memukul bagi pelaku usaha seperti pedagang pasar, salah satunya yaitu di Atrium Pasar Pondok Gede (APG).
BEKASI - Melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Selasa (20/7/2021), Presiden Jokowi telah resmi memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (Atrium Pondok Gede (APG) merupakan revitalisasi dari Pasar Tradisional Pondok Gede yang terletak di Jalan Raya Pondok Gede, Bekasi. Disana menjual berbagai kebutuhan pokok hingga tersier, mulai dari bahan makanan seperti ayam, daging, ikan, sayur-sayuran hingga pakaian serta perhiasan. Saat dijumpai pada Kamis, 22 Juli 2021 pukul 13.20 WIB terlihat para pedagang menjajakan dagangannya kepada tiap-tiap pengunjung yang lewat lapaknya.
Pasar yang biasanya selalu ramai dikunjungi pembeli untuk berbelanja berbagai kebutuhan, terutama saat akhir pekan. Kini, terlihat sepi bahkan banyak kios yang telah tutup lantaran sepi pengunjung. Kondisi ini terjadi sejak awal pandemi Covid-19 namun semakin memburuk setelah adanya kebijakan PPKM.
Salah satu pedagang, Bapak Masril seorang penjual perhiasan yang biasanya berjualan hingga pukul 20.00 WIB, kini hanya membuka kiosnya mulai dari pukul 09.00 - 17.00 WIB saja. Pria paruh baya berusia 58 tahun ini mengatakan sangat keberatan dengan diperpanjangnya PPKM Darurat.
Beliau bahkan sudah berjualan disana sejak tahun 1980-an saat Atrium Pondok Gede (APG) masih menjadi Pasar Tradisional. Selain kios perhiasan, beliau juga memiliki kios busana yang omzetnya menurun hingga kurang dari seperempat omzet biasanya.
“Sebelum ada ppkm ya omsetnya lumayan. Sekarang mah 50% dari omset biasa aja gak ada, malah seperempatnya aja juga gak ada. Kadang cuma dapet 200 ribu, 150 ribu, itupun kadang-kadang gak ada yang beli. PPKM begini efeknya sangat buruk sekali untuk pedagang kaya kita gini. Sekarang buat makan sehari-hari aja kadang gak bawa pulang duit padahal buka dua toko begini. Cuma sepotong dua potong (pakaian) lakunya”, keluh Pak Masril.
“Ini mah bukan anjlok lagi, dari covid kemarin aja sampe sekarang udah turun banget omsetnya, sekarang tambah parah lagi ada PPKM gini sangat merugikan. Kalau dulu kan masih ada simpanan, kalau sekarang simpanan udah abis semua. Pedagang-pedagang di pasar aja udah banyak gak bisa kontrak rumah, ada yang sebagian udah tidurnya di pasar aja. Sekarang kios-kios juga banyak yang kosong, udah sepi ditambah lagi ppkm begini tambah makin sepi”, tambahnya.
Usut punya usut hal tersebut dikarenakan beberapa faktor diantaranya yaitu, para pedagang tetap diharuskan membayar bayar kios, distribusi tetap berjalan, pulsa listrik, serta retribusi pasar. Tentunya sulit bagi pelaku usaha kecil yang hanya mengandalkan pada pendapatan harian untuk bertahan di situasi seperti ini. Sehingga beberapa pedagang memilih untuk gulung tikar, sebagian lagi memilih untuk bertahan hidup di pasar.
“Abis mau gimana lagi mbak, semua lagi serba susah gini. Kita juga maunya mah pulang ke kampung. Tapi, jangankan pulang buat hidup sehari-hari aja udah kesusahan. Ini kita jual yang udah ada aja udah gak ada untungnya. Jangankan untung, kadang-kadang gak laku”, ucap A seorang pedagang buah.
A, Seorang penjual berbagai jenis buah-buahan yang tidak mau disebutkan namanya ini mengatakan bahwa ia memilih untuk tinggal di pasar disebabkan karena ketidaksanggupannya membayar rumah kontrakan.
“Kontrakan nunggak, penghasilan juga tipis ya abis gimana dagangan sepi gak ada yang beli. Akhirnya busuk kita lagi yang rugi. Jadi, ya udah begini jadinya”, ujarnya.