[caption caption="Visualisasi Okumura Rin, diambil dari Google"][/caption]Seper sekian detik yang lalu, Namie masih mengayuh sepeda dengan keadaan baik-baik saja. Ironisnya, ia belum saja selesai menyanyikan lagu Teru-teru bozu dengan setengah berbisik sebagai penangkal hujan, tapi, keadaan sudah sangat berbeda. Ia tiba-tiba saja merasa oleng. Usaha untuk menyeimbangkan tubuhnya agar tidak terjatuh nampaknya sia-sia. Alhasil, ia kini 'terpisah' dengan kendaraan roda dua itu dengan luka yang dihadiahkan aspal untuk dengkulnya.
Beberapa teman di belakangnya yang sama-sama mengayuh sepeda, bergegas menolong temannya yang baru saja menjadi korban tabrak lari itu. Toh, mengejar pelakunya juga percuma. Dalam catatan sejarah, belum ada sepeda yang bisa melampaui kecepatan mobil, apalagi si merah Ford.
"Daijobu desuka?"
Namie hanya bergumam sambil meringis kesakitan saat dibantu teman-temannya untuk berdiri. Mereka lantas mendudukkan gadis berambut sebahu itu.
Beberapa meter dari halte kecil tempat di mana Namie terjatuh, terlihat seseorang berpenampilan kacau yang tengah menyipitkan mata. Ada angin apa para gadis bergerombol dan panik seperti itu? Kadar keingintahuannya semakin memuncak, ia kayuh sepedanya dengan lebih cepat lagi. Lagi pula, pahlawan 'kan seharusnya datang disaat genting, ia pikir.
"Oiii, minna!! Ada yang bisa aku lakukan?"
Salah satu dari gadis-gadis itu mendesis. Ck, lagi-lagi pemuda tengil itu lagi! Si tukang pembuat onar yang langganan keluar masuk ruang guru. "Jangan menambah-nambahi masalah, ya!" celetuknya saat yang merasa pahlawan itu mendekat. Gadis lain menarik ujung roknya sebagai isyarat kalau perkataannya tadi salah.
"O ooo oh, Namie! Lututmu butuh penanganan!" Maka, bukan hanya sekadar omongan, Rin terduduk bersila di dekat kaki si korban. Setelahnya, ia mengeluarkan 'perbekalannya' dari dalam tas. Sebotol air minum yang airnya tinggal setengah, beberapa potong kapas, dan plester.
"Pantas kau bawa itu semua karena kau tukang onar yang sering kalah!" gadis berambut pendek yang sedari tadi terlihat sewot itu berseloroh. Membuat pemuda bermarga Okumura itu menatap paha Kumiko dengan nakal.
"Hei! Hei! Dasar mesum!" Kumiko mendelik sambil menutupi pahanya. Pipi tirusnya memancarkan semburat merah.
"Bukankah rok anak perempuan memang pendek?" kata si Okumura itu dengan nada meledek. "Yosh! Namie-chan, kenapa aku jadi melupakanmu?" lanjutnya, lebih ke arah mengerti kalau ada yang lebih penting yang harus 'diurus.'