Jam lima pagi. Suasana ruang tunggu bandara Incheon masih tampak lengang. Seorang lelaki bertopi tengah menguap sembari melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Saat orang lain larut dalam mimpi indahnya di peraduan yang nyaman, ia sudah dihadapkan pada sebuah kegiatan yang membosankan—menunggu.
Berhubung lelaki itu hanya tertidur dua jam saja, ia terkantuk-kantuk, dan hampir saja terjatuh dari kursi. Tapi, ia buru-buru menyetabilkan diri, lalu memerhatikan ke sekeliling. Sungguh, ia tidak mau melewatkan momen saat melihat orang yang ditunggunya dari kejauhan.
Sam, batinnya riang. Sesaat kemudian, lelaki itu berdiri dari duduknya, lantas menghampiri.
Gadis itu tampak cantik dengan balutan mantel berwarna coklat selutut serta boot-nya yang hampir bersentuhan dengan bagian bawah pakaian hangatnya. Pesonanya tidak berhenti sampai di situ. Ia tampak begitu menggemaskan di mata si lelaki. Ia meneriakkan nama lelakinya sembari menggerakkan tangan kanannya ke dua arah dengan cepat. Sementara tangan kirinya tengah memegang tangkai pegangan koper.
“Bagaimana perjalananmu? Menyenangkan?” Seseorang yang menghampiri gadis itu menggenggam tangannya erat.
“Aku tidak biasa melakukan penerbangan malam hari seperti ini. Kurang menyenangkan.” Gadis itu mengeluh. Wajahnya sedikit cemberut. Lelaki di hadapannya hanya tersenyum tipis, lantas merangkulnya.
“Mianhae[1], permintaanku yang mendadak membuat perjalananmu seperti ini,” sesal lelaki itu pada gadis yang kini masih berada dalam rangkulannya. Mereka melangkahkan kaki pelan-pelan.“Gwaencanayo[2].” Sebuah jawaban disertai tatapan teduh, lelaki itu dapatkan. Namun, ia tidak menanggapi, dan lantas merubah fokus pandangannya ke bawah. Astaga! Kenapa ia baru sadar jika sedari tadi gadisnya menyeret koper lucu yang nampak berat itu?“Kemarikan kopermu. Biar aku bawakan.” Tangan kekar lelaki itu meraih benda berwarna peach dari tangan kiri gadis yang dipanggilnya Sam dengan cepat.
Gadis yang sedikit lebih pendek dari lelakinya itu pun tersenyum manja. Kemudian, sang lelaki mendecak. Mengerti benar apa kemauan tersirat gadisnya. Praktis, lelaki itu membelakanginya lalu berjongkok. “Kau masih tampak mengantuk. Aku tidak mau kau terjatuh karena langkah serampanganmu itu. Lagi pula, hobimu tidur, kan?” Lelaki pemilik nama Jae Woon itu mengejek.“…..” Tidak ada jawaban dari Samantha. Rupanya gadis itu sudah tertidur. Benar-benar, hobi tidurnya mampu membuatnya tertidur dalam waktu yang begitu cepat, apa lagi di gendongan lelakinya. Bukankah terasa sangat ‘nyaman’? *** Kamar bergaya klasik dengan penerangan lampu yang terang, kini tengah didiami Samantha.
Di atas ranjang mewah bernilai jutaan won, ia masih tertidur pulas. Sementara itu, Jae Woon serta kedua orangtuanya menjadikan seorang gadis blasteran Korea-Kanada sebagai topik utama pembicaraan. “Aku tidak menyangka hubunganmu dengan Samantha sudah sejauh ini,” sanjung pria paruh baya dengan secangkir teh hangat di tangan kanannya. Terduduk di sofa ruang tengah dengan gradasi warna coklat dan merah marun. “Waktu berjalan begitu cepat,” tambahnya. “Ini berkat appa[3]yang sempat bekerjasama dengan calon mertuaku.
Ya, bisa dikatakan juga kalau appa yang mempertemukan jodohku.” Jae Woon tidak berniat mengiyakan perkataan ayah barusan, tapi, memberikan semacam reviewperjalanan cintanya. Seorang ibu berambut sebahu hanya tersenyum menanggapi perkataan anak pertamanya. “Keputusanmu untuk membawa Samantha ke Korea juga sangat tepat,” komentar seseorang yang paling cantik sekarang. “Lagi pula, orangtua mereka sudah menaruh kepercayaan penuh padaku. Jadi, lebih baik dia di sini agar jarak dan pekerjaanku tidak akan jadi masalah pada hubungan kami lagi,” ujar Jae Woon. Ayahnya lalu meletakkan cangkir teh di atas meja, menanggapi perkataan sang anak.
“Bagus, kau sudah jadi lelaki sejati rupanya,” sanjung pria yang kumisnya sedikit basah karena minuman beraroma wangi itu. Kemudian, ia melanjutkan perkataannya. “Lalu, bagaimana dengan apartemen yang akan dia tempati? “Tenang saja, apartemennya sangat nyaman. Letaknya juga strategis,” jelas Jae Woon. Ia terdiam sejenak, lalu menampakkan ekspresi seperti telah mengingat sesuatu. “Tidak hanya itu, desainnya berkonsep Elektik. Tepat di apartemen Sam juga, angle pemandangannya terlihat indah. Aku yakin dia akan betah tinggal di sana,” tambah Jae Woon yang membuat perkataannya semakin panjang—dengan penuh keyakinan. Kedua orangtuanya mengangguk setuju atas pilihan anaknya tersebut. Mereka pun kembali menikmati teh hangat beserta makanan ringan pelengkapnya.