10 Oktober diperingati sebagai hari kesehatan jiwa sedunia. Motivasi perayaan tersebut tercetus dari kesadaran masyarakat yang kurang terhadap masalah psikologis dan sangat mengerucut pada satu kata: gila. Padahal, cakupan di sini teramat luas, bahkan seseorang bisa saja tidak sadar kalau mengalami gangguan.
Lantaran dipukul rata pada kegilaan, tidak banyak orang tahu mengenai gangguan jiwa ringan. Hal-hal yang dialami sehari-hari merusak otak, tapi dianggap sebatas perubahan suasana hati. Semua serba dianggap lumrah. Begitulah.
Beberapa penyebab gangguan jiwa ringan adalah ketidak seimbangan hormon, menjalani kehidupan dengan penuh tekanan, dan memiliki sedikit teman, bahkan tidak sama sekali. Kalau mau mengubah pola hidup, hal ini dapat dihindari. Sesederhana itu. Hanya kita yang memiliki kendali.
Sementara itu, gangguan jiwa ringan yang banyak menjangkiti masyarakat adalah kecemasan, tidak mampu mengendalikan keinginan, dan sindrom respons stres. Kembali, hal ini dipicu oleh pola hidup yang tidak sesuai, sehingga merasa terus ada tuntutan dari berbagai kebutuhan.
Untuk itu, menerapkan pola hidup minimalis bisa menjadi solusi.
Menerapkan pola hidup minimalis tidak hanya membatasi sikap konsumtif, melainkan memberikan dampak positif lain seperti lebih minim stres, bebas, produktif, memiliki banyak kesempatan untuk melakukan sesuatu yang disukai, tidak terikat masa lalu, mampu mencurahkan hati pada hal penting, waktu istirahat cukup, dan menunjukkan sesuatu berharga di diri sendiri.
Memulai hidup minimalis dapat ditempuh melalui lima langkah yaitu memiliki barang yang relevan atau benar-benar dibutuhkan, bukan sekadar sebagai simbol kekayaan, mengawali membersihkan kamar, menikmati suatu hal tanpa obsesi, memikirkan apakah hanya bergantung pada materi, dan memilah pakaian.
Untuk mewujudkan hidup minimalis, banyak cara yang bisa ditempuh. Misalkan, dari segi fesyen, seseorang menerapkan konsep capsule wardrobe dan less is more.
Kunci sukses menerapkan pola hidup minimalis adalah tekad yang kuat dari diri sendiri dan berani berbeda dari lingkungan. Misalkan, jika lingkup pergaulan berada di antara kaum sosialita, jangan pakai topeng hedonisme untuk mengikuti gaya tersebut.
Berbeda tidak selalu salah, melainkan demi kebaikan diri sendiri. Lepaskan segala beban yang justru remeh dan bisa dihindari kalau kita bisa menurunkan gengsi. Bertanyalah, kita hidup untuk siapa? Kalau terus menerus mengikuti orang lain, bagaimana bisa fokus meraih pencapaian?
Menurut penelitian yang mengambil koresponden sebanyak 2.500 orang dari berbagai negara, 87% dari mereka lebih bahagia saat menerapkan hidup minimalis. Hal ini disebabkan lantaran mereka mampu menikmati hidup secara utuh, tanpa distraksi dari luar tentang sebuah pengakuan.