Satu tetes air menjatuhi Mawar. Seperti daun talas, air itu bukannya menyerap, tapi luruh. Mawar lega. Sedikit debu sudah tersapu. Dia semakin tidak sabar menunggu hujan yang lebih deras lagi.
Tetes-tetes berikutnya jatuh. Pelan dan teratur. Ibarat menghitung satu sampai tiga, pada detik itu, Tuhan tengah membasahi bumi dengan indah. Kesejukan kontan merajai tubuh dan hidung. Tanah itu mengeluarkan aroma.
Mawar sangat girang. Kakinya yang ikut-ikutan kotor terbilas sudah. Selain itu, rasanya seperti sedang mandi dengan pancuran, tapi ada sensasi tersendiri saat ini. Dia begitu menyukai hujan. Dia tidak akan kucel lagi.
                      ***
Seorang gadis terbangun dari tidur. Lamat-lamat, dia mendengar ada suara yang mendetap di genting. Tidak butuh waktu lama baginya untuk menyadari bahwa saat ini sedang hujan. Dia memang menantikannya.
Sebelum hujan, udara sangat panas. Dia sampai tidak berkonsentrasi saat mengerjakan PR. Alhasil, dia memilih tidur dengan ditemani kipas angin. Selain itu, dengan turunnya triliunan partikel air dari langit, sumur tidak akan asat. Dia sebal kalau kekurangan air.
Setelah terduduk dan menggeliat, dia turun dari tempat tidur. Dia lalu memakai sandal bulu. Dia melangkah ke jendela ruang tamu yang menghadap ke jalan.
Dia tersenyum. Ada satu lagi kelebihan hujan yang menguntungkannya. Tugas rumah yang diberikan Mama berkurang, yaitu: menyiram bunga.
Mawar kesayangan Mama sudah basah. Saat hujan reda, dia akan menengoknya. Air-air yang belum luruh pasti membuat bunga itu tampil semakin cantik. Pun menarik untuk dijadikan objek foto.
Alhamdulillah hujan, syukur gadis itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H