Di dekat pintu masuk ruangan, Aileen melihat baliho berdiri bertuliskan IDP, sama seperti yang tersablon di tas kain blacunya. Dia berhenti sejenak untuk membaca keseluruhan isinya. Oh, berarti IDP ini semacam lembaga pendidikan yang khusus menyalurkan calon siswa kuliah ke lima negara.Batinnya, lebih ke arah menyimpulkan.
Aileen tahu pameran pendidikan ini dua minggu lalu ketika melihat spanduk yang terpaku di pohon di sepanjang jalan menuju Malang Town Square (Matos). Saat itu dia tidak memiliki gambaran tentang apa itu IDP, masih asing di telinganya.
Dari kelima negara ini, tentu saja aku akan memilih Australia, karena aku akan bisa menemukanmu. Lagi pula, secara tidak langsung kita sudah berjanji untuk bertemu di sana, kan? Lalu, Aileen pun masuk ke ruangan dengan langkah mantap. Pengunjung belum banyak yang datang, sehingga memudahkan gadis itu menatap satu persatu stan-stan perwakilan universitas yang disusun dengan letter U menghadap dirinya.
***
“Gimana, kemarin kamu jadi ke hotel Santika?”
“Jadi dong, aku udah niat, kok,” jawab Aileen sebelum memasukkan Tahu Bakso itu ke mulutnya.
“Jelas niat lah, Ta. Dia ‘kan mau nyusul seseorang. Kayak umak[1]nggak tahu aja,” timpal Sesha dengan mulut yang masih mengunyah Cilok.
Aileen mengibas-ngibaskan tangan di depan mulutnya karena kepedasan. Dia pun buru-buru menyambar air mineral di depannya. “Pedes banget sih ya ampun!” keluhnya. Beberapa saat kemudian dia melanjutkan. “Yah, selain aku mau nyusul seseorang, ada tujuan tersendiri sih, kenapa aku pengin lanjut kuliah di luar negeri.”
Sesha dan Marinta menatap Aileen dengan minat penuh sambil tidak ‘melepaskan’ makanannya.
“Aku pengin buktiin ke saudaraku kalau kuliah di swasta itu bisa lanjut kuliah di luar negeri juga. Pakai beasiswa lagi. Dih, kuliah di negeri, tapi jurusannya nggak favorit aja kok sombong banget.” Aileen terbahak sesaat. “Hm, ngomong-ngomong, berarti aku nggak murahan dong ya, ‘kan sesuatu yang aku perjuangkan itu baik.”