Pemuda Okumura dan gadis Yazukawa itu buru-buru menghabiskan makanannya, lalu pergi ke tempat yang sudah ditentukan. Rin berjalan di depan, dan Namie mengekorinya. Mereka tidak pergi jauh, hanya berjarak dua ratus meter dari kantin.
Ada sebuah gubuk kecil yang didirikan di bawah pohon yang rindang. Rin lantas menyuruh Namie untuk duduk di sana. Gadis itu menggerak-gerakkan kakinya yang menggantung sambil menatap hamparan lahan pertanian yang membentang di kedua sisi. Sementara si Okumura itu mengambil sesuatu yang tadi ia sembunyikan di sekitar gubuk.
Rin terduduk di samping Namie, lalu membuka pembicaraan. “Apa kau tahu bunga Hortensia?”
“Tentu saja, itu maskot Jepang selain Sakura.”
“Kau menyukainya?”
“Iya, itu sangat cantik. Hm, ada apa Rin?” tanya Namie, ia mulai penasaran arah pembicaraannya kali ini akan ke mana.
“Satu pertanyaan lagi. Apa kau tahu arti bunga itu?”
Namie mengangguk. “Terima kasih telah memahamiku.”
“Iya, seharusnya aku yang mengatakan itu padamu.” Rin mengoreksi. Ia lalu mengeluarkan kedua tangannya yang sejak duduk tadi disembunyikan di belakang tubuh. “Terima kasih telah memahamiku,” imbuhnya seraya memberikan seikat bunga wortel yang disatukan dengan tali hasil pemberian paman bernama Rakuze tadi.
Namie menerimanya. “Maksudnya?”
Sebelum menjawab, Rin terkekeh. “Di sini memang tidak ada bunga Hortensia, tapi bunga wortel itu bentuknya tidak jauh beda, kan? Jadi, ya… sebagai pengganti, gitu.” Ia kembali terkekeh, lalu wajahnya serius lagi. “Memahamiku dalam artian tetap memerhatikan keselamatanku, dan kau rela bicara panjang lebar, walau itu hal yang sulit untukmu.”