Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Eccedentesiast

11 Juni 2014   18:14 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:13 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari balik jendela mobil hitam itu, seorang gadis berambut panjang tengah menitikkan air matanya.Bukan hanya setetes dua tetes, tapi teramat banyak.Dia tidak sesunggukan.Rupanya dia menyembunyikan tangisannya pada orang-orang yang berada dalam mobil hitam itu juga.
Sedari tadi pandangan gadis berambut panjang itu, tak henti-hentinya dia arahkan ke luar jendela.Seolah dia sedang mengingat semua kesedihan yang ada dalam hidupnya. Dan, sebentar lagi kesedihannya akan berlanjut pada kehidupan yang menurutnya akan membuat dirinya kesepian. Kesepian karena harus berpisah dengan teman-temannya, sahabatnya, dan bahkan appa-nya.
Gadis itu bernama Yoon Hyun Ki.Seorang gadis penyuka cokelat berumur delapan belas tahun.Ya, sekarang dia masih tercatat sebagai siswi SMA.Sudah beberapa bulan ini dia sering memergoki kedua orang tuanya bertengkar. Entah karena masalah apa dia juga kurang tahu. Yang dia tahu hanyalah sebuah kekerasan yang dilakukan oleh seorang lelaki pada seorang perempuan.Appa-nya begitu ringan tangan.Sering sekali menampar eomma-nya.
“Hyun Ki-ya.”Dia buru-buru mengusap air matanya sesaat sebelum menoleh pada seorang wanita paruh baya yang dia panggil eomma.
“Ne, waeyo?” tanya Hyun Ki dengan senyuman palsunya. Sebaik apapun dia tersenyum, tetap saja dia masih terlihat habis menangis.Suaranya serak dan kedua pasang matanya sembab.Kening eomma-nya berkerut lantas meraih Hyun Ki kedalam pelukannya.
“Kau tidak apa-apa ‘kan, sayang?” Hyun Ki hanya mengangguk.
“Eomma tahu ini akan sangat menyulitkan. Tapi mau bagaimana lagi?Ketika kesabaranmu dalam menghadapi suamimu kelak tidak dihargai, pergilah.Jangan terus kau siksa dirimu dengan rasa cinta yang dibalas dengan sangat menyakitkan seperti itu.”
Lagi-lagi Hyun Ki hanya mengangguk.Saat itu dia tidak ingin bicara bahkan pada eomma-nya.Hatinya terlalu sakit untuk menerima kesedihan yang harus dia hadapi.Menjadi korban dari perceraian orang tuanya, dan harus pindah ke desa.Ke rumah neneknya.Terlebih lagi sebelum kepindahannya, dia diterpa dengan olokan-olokan yang membuatnya sangat terpukul.
“Dasar anak lelaki hidung belang yang suka merebut istri orang!”
“Malang sekali kau terlahir dari ayah yang sangat buruk.Tukang mabuk, main perempuan, dan direktur yang jauh dari sikap tanggung jawab.”
“Jangan sekali-sekali kau mendekati anakku lagi! Aku tidak ingin nama keluargaku tercemar karena kau adalah anak lelaki tidak benar.”
Bagi Hyun Ki, olokan yang paling membuatnya terpukul adalah yang terakhir. Dimana olokan itu terlontar dari eomma sahabatnya.Karena kelakuan bejat appa-nya, dia harus berpisah dengan Kim Dae Joon.Sahabat sekelasnya yang sering teman-temannya bilang pacar Hyun Ki.Mereka sangat dekat.Sering mengerjakan tugas dan pergi bersama.
Dari daerah Gangnam, Hyun Ki pindah ke desa Seonbichon.Rumah-rumah disana dibangun dengan kayu-kayu dengan pembagian ruangan yang jelas, seperti kamar tidur, dapur, tempat penyimpanan bahan pangan, kamar mandi, dan toilet terpisah di sudut halaman.
Dari luar, bangunan kamar mandi tampak sangat tradisional, tetapi di dalamnya adalah sebuah kamar mandi moderen berlantai dan berdinding ubin, dengan pancuran air panas dan dingin siap pakai.
“Bagaimana? Rumah harmonitidak kalah bagusnya dengan rumah-rumah di kota ‘kan?” tanya nenek Hyun Ki dengan begitu ramah setelah cucu dan anaknya itu sampai di desa Seonbichon. Nenek Hyun Ki bukannya tidak tahu apa alasan Hyun Ki dan eomma-nya pindah. Hanya saja, wanita lansia itu tidak ingin memperkeruh suasana.Dengan keramahannya, dia berharap jika mereka bisa melupakan hal yang menyakitkan dalam hidupnya.
“Ne, harmoni.Bahkan menurutku disini lebih menyenangkan. Hangat, nyaman, dan segar. Itu adalah kesan ketika bangun tidur di hanok,” balas Hyun Ki.Sama seperti neneknya, dia harus bersikap seolah tidak pernah ada masalah.Neneknya sudah begitu ramah padanya.Dia pun juga harus seperti itu.
Keesokan harinya, nenek Hyun Ki mengajaknya jalan-jalan disekitar desa dan melihat-lihat sekolah barunya.Sudah beberapa tahun Hyun Ki tidak pergi kerumah neneknya.Ternyata dia lupa bagaimana jalan menuju sekolah barunya.Padahal ketika dia pergi kerumah neneknya, dia selalu ingin pergi ke sekolah itu.Menurutnya ada hal spesial yang terdapat disana.
Mungkin bagi sebagian besar orang, hal spesial yang Hyun Ki maksud begitu konyol.Di halaman belakang sekolah itu terdapat sebuah ayunan kayu yang talinya dikaitkan pada ranting pohon Oak. Hanya itu? Iya.Hyun Ki memang begitu menyukai pohon Oak.Dari filosofi pohon Oak, dia mengerti tentang bagaimana menjadi seseorang yang berkepribadian kuat dan tangguh.
“Besok aku akan bersekolah disini. Semoga menyenangkan,” ucap Hyun Ki seraya mengayunkan kakinya agar ayunan itu menghempaskan tubuhnya kedepan dan kebelakang.
“Itu pasti, cucuku,” balas nenek Hyun Ki dengan senyuman yang membuat kerut diwajahnya semakin kentara.
Selama beberapa saat mereka terdiam.Wajah Hyun Ki nampak murung setelah ingatannya terlintas sesosok laki-laki yang selalu membuat harinya penuh tawa. Kim Dae Joon. Andai diranting pohon itu terdapat sebuah ayunan lagi, dia ingin Kim Dae Joon ada disampingnya dan menceritakan bagaimana kesedihannya saat itu.
“Kau tidak apa-apa?” lamunan Hyun Ki buyar lantas menatap neneknya yang berdiri disamping batang pohon itu.
“Ne, gwaencanayo, harmoni,” balas Hyun Ki disertai dengan anggukan ringan.
“Apa kau tahu siapa yang membuat ayunan ini?”Hyun Ki mengangkat kedua sisi bahunya.Neneknya bergumam sejenak sebelum menjawabnya.
“Seseorang yang pernah nenek kenal.”Perkataan wanita lansia itu terdengar menggantung.Ada kelanjutan yang ingin dia ceritakan sebenarnya.Tapi pandangannya kini beralih keatas.Dia memandang langit yang biru bersih.Hyun Ki tak mengerti.Dia pun melihat keatas juga.
“Memangnya apa alasan dia membuatnya, nek?”Neneknya tak menjawab.Hyun Ki mengerucutkan bibirnya kesal lalu beranjak dari ayunan dan berdiri disamping neneknya.
“Nek, ayo jawab pertanyaanku,” rengek Hyun Ki manja seraya mengguncang tangan kanan neneknya pelan.Neneknya tersenyum.
“Karena cinta yang tak terbalas. Haha! Konyol sekali, bukan?Orang yang membuat ayunan ini, dulunya kekasih nenek.Kami satu kelas.Berhubung orang tuanya adalah orang kaya yang begitu sombong, orang tua nenek tidak menyetujui hubungan kami.Padahal dia orang yang begitu baik.Jauh berbeda dengan orang tuanya.”
“Lalu sekarang dia kemana, nek? Kapan dia membuat ayunan ini?” tanya Hyun Ki dengan penuh tanda tanya.
“Nenek juga tidak tahu sekarang dia dimana. Semenjak dia dan orang tuanya pindah ke kota, nenek tidak pernah tahu kabarnya lagi. Entah kota mana dia juga tidak mengatakannya. Nenek juga tidak tahu jelas apa alasan dia pindah. Semua begitu mendadak setelah kelulusan SMA.Dia tahu jika nenek suka sekali dengan ayunan.Makannya dia membuatkannya untukku.Katanya sebagai ganti atas kepergiannya.Halaman belakang sekolah ini memang tempat favorit kami ketika istirahat.Disini begitu rindang, bukan?”
“Lalu kenapa ayunan itu masih ada sampai sekarang, nek?Kondisinya juga masih bagus.Bukankah ayunan itu sudah dibuat dengan waktu lama?”Hyun Ki semakin penasaran.Pandangannya tanpak mengintimidasi.
“Ini konyol.Dia berpesan pada tukang kebun agar merawat ayunan ini dengan baik.Jika ayunan ini sudah lapuk, dia meminta tolong pada tukang kebun itu untuk menggantinya.Bagaimana nenek bisa tahu, karena nenek tahu sewaktu tukang kebun itu memperbaiki ayunan ini. Dan, nenek juga akan menjaga ayunan ini. Ya, syukurlah kau juga menyukainya.”
“Nek…,” air mata Hyun Ki memenuhi kedua pasang matanya. Matanya memerah.Sebelum air mata itu keluar, dia buru-buru mengusapnya dengan punggung tangannya.
“Aku juga akan merawatnya, nek.Bukankah nasib kita hampir mirip?Karena appa, aku harus kehilangan semuanya.Teman-temanku, dan sahabatku, Kim Dae Joon,” ucap Hyun Ki.
“Sahabatmu? Haha! Bukankah itu kekasihmu?” goda nenek Hyun Ki sambil mengguncang lembut hidung cucunya. Dia hanya tertawa kecil.
“Bagaimana nenek bisa menyimpulkan seperti itu?”
“Apa kau tidak ingat jika nenek pernah bertemu dengannya beberapa kali saat nenek ke kota? Nenek tahu jika dia menyukaimu.Matanya tidak bisa berbohong.”
Tawa Hyun Ki pecah.Neneknya masih berjiwa muda rupanya.Begitu mengerti tentang percintaan ala remaja yang begitu lembut nyaris tidak kentara.Dan, Dae Joon sudah gagal menyembunyikan perasaannya pada Hyun Ki.Terbongkar begitu saja oleh nenek Hyun Ki lewat matanya.
***
Hyun Ki menghela napas.Tahun ajaran baru yang begitu berbeda dengan biasanya.Pagi ini dia tidak disambut dengan senyuman ramah.Melainkan senyuman sinis dari calon teman barunya.Dia hanya terduduk sendirian di bangkunya sampai guru itu datang untuk memberikan pelajaran. Beruntunglah letak bangkunya berada paling depan—sehingga dia tidak merasa terisolasi jika letak bangkunya terletak di paling belakang.
“Ah, kau murid baru itu ya?Perkenalkan dirimu.”Hyun Ki mengangguk atas perintah guru barunya lantas beranjak dari tempat duduknya dan berdiri di tengah-tengah kelas.
“Annyeong haseo!Naneun Yoon Hyun Ki imnida.Bhanghap sumnida,” ucapnya sembari membungkukkan badannya.Kembali, balasan yang diterima Hyun Ki tidak begitu memuaskan.Hanya tampak sebagian orang saja yang membalasnya dengan senyuman ringan.Yang lainnya tersenyum kecut dan memandang Hyun Ki remeh.
Apa ada yang salah denganku? Bahkan sedari tadi tidak ada yang mengajakku berbicara.Dan sekarang ekspresi mereka tidak bersahabat.
Hyun Ki kembali lagi ke tempat duduknya dengan muka masam.Sungguh hari pertama masuk sekolah yang menyebalkan baginya.Bahkan dia tidak punya teman sebangku.Entah mengapa tidak ada yang mau duduk di sampingnya.
Pukul 10.00 KST.Suara bel pertanda waktu istirahat berbunyi. Setelah guru yang mengajar keluar dari dalam kelas, Hyun Ki buru-buru mengambil bekal makanannya dari dalam tas. Sebagai penderita maag, ternyata membuatnya begitu cepat lapar.Dia memakannya dengan lahap.Tak peduli dengan teman-teman yang sedari tadi mengacuhkannya.
“Ups, mianhae aku tidak sengaja.”Hyun Ki memberengut.Bagaimana bisa gadis itu berjalan melewati Hyun Ki sampai sumpitnya terjatuh.Gadis itu pasti dengan sengaja menyenggolnya.
Ok, aku tak harus meladeninya. Aku lapar.Ingin makan.Tidak ingin meledeni orang yang tidak aku ketahui namanya ini.
Hyun Ki tercengang saat mengambil sumpit yang terjatuh di depannya.Kaki gadis itu menginjak sumpit Hyun Ki.Ya, tentu saja dengan kesengajaan juga.
“Jeogiyo, aku mau mengambil sumpitku,” ucap Hyun Ki seraya memegang ujung sumpit yang tidak terinjak gadis itu.
“Silahkan.”Gadis itu menggerakkan kakinya seperti gerakan menendang.Lengan Hyun Ki yang ikut tertendang juga, membuatnya tersungkur dari kursinya.Namun sejurus kemudian dia bangkit.
“Apa yang kau inginkan dariku?” tanya Hyun Ki seraya berdiri di hadapan gadis itu. Dia menggenggam telapak tangannya dengan erat.Menahan emosi.
“Perkenalkan, namaku Han Hyo Mi.”Gadis itu mengulurkan tangannya pada Hyun Ki.Namun dia tidak membalas jabatan tangan gadis yang menyebalkan itu.Meskipun dia memperkenalkan dirinya, ekspresi wajahnya benar-benar tidak bersahabat.Menantang.
“Panggil aku Han eonni,” sambung gadis berambut ikal itu.Hyun Ki mendecak dan tersenyum sinis.Bagaimana bisa dia harus memanggil Hyo Mi dengan sebutan eonni?Bahkan mereka seumuran, bukan?
“Kau murid baru disini. Jadi jangan macam-macam denganku! Semua murid perempuan di kelas ini memang memanggilku dengan sebutan eonni,” ucap Hyo Mi dengan kesombongan yang luar biasa.
“Kenapa kau suka dipanggil dengan sebutan eonni?Kau mau terlihat lebih tua?Norak sekali!” ejek Hyun Ki disertai dengan desisan diakhir perkataannya.Kedua pasang mata Hyo Mi melotot.Dia mendekatkan dirinya selangkah pada Hyun Ki lantas mencengkeram kerah baju Hyun Ki.
“Aish, lepaskan!” geram Hyun Ki seraya menghempaskan tangan Hyo Mi dengan kasar.Gadis berambut ikal itu juga geram rupanya.Dia menjambak rambut panjang Hyun Ki yang dikuncir ekor kuda.Ok, dia juga tidak harus membiarkan dirinya terdiam begitu saja saat disiksa.Seperti yang terjadi di film-film.Tak tinggal diam, Hyun Ki pun akhirnya menendang Hyo Mi dengan keras—hingga dia tersungkur.Persis seperti yang Hyun Ki alami tadi.
“Tunggu pembalasanku nanti ya gadis sok cantik!” ancam Hyo Mi setelah dia bangkit dengan telunjuk kanannya yang mengarah pada Hyun Ki.
“Siapa takut?Memangnya kau siapa?” tantang Hyun Ki sambil berdecak pinggang.Rahang Hyo Mi mengeras.Mukanya merah padam.Tapi beruntungnya dia tidak meluapkan amarahnya seperti magma yang siap dimuntahkan oleh gunung berapi.Justru dia pergi meninggalkan Hyun Ki.Sebentar, apakah yang ada di kelas itu hanya mereka berdua saja? Oh, tentu saja tidak. Di dalam kelas masih ada beberapa murid.Tapi mereka takut jika harus berurusan dengan Hyo Mi. Mereka lebih memilih diam.
Ya, syukurlah kau pergi! Dasar gadis norak!Ganggu orang makan saja.
***
Dari luar rumah, Hyun Ki bisa mencium bau sedap yang berasal dari dalam rumah.Dia paham jika bau itu adalah bau masakan eomma-nya yang dia puji sangat enak itu.
“Hmm, mashita!” ucap Hyun Ki seraya menghirup bau sedap itu dalam-dalam lalu melangkahkan kakinya lagi untuk memasuki rumah itu.
“Annyeong, aku pulang!” seru Hyun Ki setelah pintu geser itu terbuka.Neneknya sudah menyambutnya dengan senyum lebar.
“Ah, kajja ganti bajumu lalu makan.Eomma-mu sudah memasakkan makanan kesukaanmu.”Hyun Ki mengangguk lalu memasuki kamarnya untuk ganti baju.
Selepas Hyun Ki menghabiskan makanannya, raut wajah eomma Hyun Ki mendadak berubah serius.Ada suatu hal yang ingin dia katakan pada anak tunggalnya itu.
“Hyun Ki-ya…,” Hyun Ki bergumam menanggapi ucapan eomma-nya. Dia masih menegak air putih dalam gelas.
“Waeyo, eomma?” tanya Hyun Ki setelah meletakkan gelas kosong itu diatas meja. Eomma Hyun Ki menghela napas sejenak.Dia berharap perkataannya kali ini tidak membuat anaknya sedih.
“Begini.Tentu saja kita tidak bisa mengharapkan appa-mu lagi untuk membiayai hidup kita.Jadi eomma yang harus bekerja.Rencana eomma ada dua. Yang pertama, eomma akan berjualan makanan di kantin sekolahmu. Atau yang kedua, eomma akan kembali lagi ke kota untuk bekerja sebagai juru masak rumah sakit.”
Hyun Ki terdiam.Dia tidak bisa memutuskannya begitu saja.Jika eomma-nya berjualan di kantin sekolahnya, tentu saja eomma-nya bisa dengan mudah mengamati Hyun Ki saat di sekolah. Atau mengantarkannya makanan saat jam istirahat.Hyun Ki tidak suka jika seperti itu.Dia merasa seperti anak kecil yang sedikit-sedikit membutuhkan bantuan orang tua.
Dan, jika eomma-nya bekerja di kota, Hyun Ki akan jauh dari wanita yang disayanginya itu. Lalu untuk apa Hyun Ki pindah ke desa jika eomma-nya justru bekerja di kota? Bukankah lebih baik mereka mengontrak rumah saja?Mungkin tujuan eomma-nya agar Hyun Ki tidak diolok-olok lagi.
“Baiklah.Aku bukan anak kecil lagi yang harus setiap saat dekat dengan eomma-nya. Bekerja di kota adalah pilihan yang lebih baik. Lalu kapan eomma berangkat?” tanya Hyun Ki dengan nada yang terdengar setegar mungkin. Dadanya terasa sesak menahan air matanya keluar.
“Lusa eomma akan berangkat.Tenanglah, eomma akan usahakan untuk setiap minggu pulang,” yakin eomma Hyun Ki seraya mengelus punggung tangan anaknya.Hyun Ki menggeleng.
“Anniya, setiap bulan saja.Eomma bisa mengirimkan uang ke rekeningku ‘kan?Jadi eomma tidak usah repot-repot pulang untuk memberiku uang. Disini masih ada ATM ‘kan, nek?” tanya Hyun Ki dengan pandangan yang beralih ke neneknya. Pun dia lakukan agar terlihat tegar. Wanita lansia itu bergumam tanda mengiyakan.
“Mianhae,” bisik eomma Hyun Ki sambil memeluknya dari samping dan menyenderkan kepalanya pada bahu anaknya.Pertahanan Hyun Ki akhirnya runtuh juga.Gadis tanpa ayah itu mengeluarkan air matanya.
***
Dari dalam kereta berwarna putih yang berjalan pelan itu, seseorang sedang melambai-lambaikan tangannya tanda perpisahan.Tak lupa dia meneriakkan kata-kata nasehat untuk menjaga diri baik-baik.
“Hhhhh.”Hyun Ki menghentikan kakinya mengikuti kereta putih yang sudah melaju kencang itu.Napasnya terengah-engah.Keringat yang keluar dari pelipisnya dan air matanya menyatu membasahi wajah cantiknya.Kini eomma-nya sudah pergi.Dia harus bersabar satu bulan lagi untuk bertemu.
“Tunggu satu bulan lagi ya,” tenang nenek Hyun Ki sambil menggenggam tangan dan mendongak pada cucunya dengan tinggi 176 cm itu.
“Ne,” balas Hyun Ki dengan suara dan bibirnya yang bergetar.
Sudah satu minggu semenjak kepergian eomma-nya.Hyun Ki memang bukan anak kecil lagi.Eomma-nya tidak harus selalu ada disampingnya.Tapi, perasaan rindu bisa terjadi pada siapa saja.Setiap hari dia menelepon eomma-nya.Setidaknya suara eomma-nya yang lembut itu bisa menguatkan dirinya.
Satu minggu kepergian eomma Hyun Ki.Berarti dua minggu lebih dia bersekolah di sekolah barunya.Benar-benar tidak ada keindahan masa-masa SMA yang Hyun Ki rasakan.Dia tidak punya teman di kelasnya.Hyo Mi menghasut teman-temannya untuk membenci Hyun Ki.Sementara itu, yang tidak terhasut perkataan Hyo Mi, memilih jalan aman.Mereka tidak membenci Hyun Ki.Hanya saja, mereka tidak ingin berurusan dengan Hyo Mi. Anak seorang petani sayuran kaya.
“Hey, kau anak kota ya? Kenapa kau pindah ke desa? Pasti karena kau bodoh! Tidak bisa mengikuti pelajaran disana. Iya ‘kan?” Apa yang Hyo Mi katakan? Hyun Ki bodoh?Itu salah besar.Apakah dia tidak merasa jika Hyun Ki adalah murid paling aktif di kelasnya?
Ejekan Hyo Mi seakan penyakit bagi Hyun Ki.Namun dia sudah mempunyai anti bodi—sehingga kebal dengan penyakit tersebut. Terserahlah Hyo Mi berkata apa padanya. Meskipun sebenarnya hatinya sakit. Tapi Hyun Ki berpikiran rasional jika perkataan Hyo Mi tidak akan membuatnya mati.
Ok, salah satu pelajaran favorit Hyun Ki dimulai. Bahasa Inggris. Hari ini pelajaran bahasa Inggrisnya lebih ke speaking.Bukan lagi membahas tenses atau bacaan-bacaan yang ada dalam buku.Semua murid dituntut untuk mengutarakan pendapat mereka.Dan atau ada yang tidak setuju bisa menyanggahnya.
“Menurut kalian, alien itu benar-benar ada atau tidak?” tanya guru bahasa Inggris itu. Semua murid tercengang atas pertanyaan yang terdengar frontal.Terkecuali Hyun Ki. Dia tetap tenang memikirkannya.Bukankah alien adalah seperti hoax yang sampai sekarang belum terpecahkan?
“Me…,” ucap Hyun Ki seraya mengacungkan tangan kanannya.Mengisyaratkan agar dirinya ditunjuk untuk berbicara. Guru bahasa Inggris itu mempersilahkannya.
“Alien benar-benar ada.Bagaimana bisa ilmuwan menggambarkan bagaimana bentuk Alien jika tidak pernah melihat mereka?Dan jika keberadaan Alien sudah jelas-jelas hanya fiktif belaka, kenapa sampai ada penelitian dan museum tentang Alien?” ucap Hyun Ki seraya berdiri dari kursinya dan menghadap ke teman-temannya.Dua kali murid-murid tercengang.Ya, rupanya perkataan Hyun Ki membuat mereka tercengang juga.
Tepat setelah semua murid berpendapat, bel istirahat berbunyi.Ya, semua hanya berpendapat.Tidak ada yang menyanggah pendapat siapa.Yang mengatakan bahwa Alien ada juga hanya Hyun Ki seorang.Sebenarnya ada juga yang setuju dengan pendapatnya.Termasuk guru bahasa Inggris itu.Dan ya, lagi-lagi murid-murid memilih jalan aman.Karena Hyun Ki menyatakan bahwa Alien ada, maka Hyo Mi dan yang lainnya menyatakan tidak ada.Sungguh konyol.
“Jika ada keajaiban, aku ingin berteman dengan Alien.Naik UFO dan berkeliling angkasa sangat menyenangkan aku pikir.Ya, setidaknya aku tidak merasa kesepian,” gumam Hyun Ki dalam hati sambil memakan bekalnya sesendok demi sesendok di atas ayunan yang berada di halaman belakang sekolah.
Baiklah, selama perjalanan pulang, Hyun Ki terus memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa bertemu dengan Alien.Yang ada dibenaknya adalah alat canggih yang radarnya bisa memanggil mereka.
“Yaaak!Aigo! Bagaimana caranya?” geram Hyun Ki sambil memukul kepalanya beberapa kali. Perlahan dia menenangkan dirinya untuk mencari cara lagi. Dia bersiul.Berharap mendatangkan inspirasi jawaban untuknya.Beberapa detik kemudian wajahnya sumringah.
“Hey, aku tahu!” seru Hyun Ki girang dalam hatinya lantas memasuki sebuah toko kecil yang sedang dilewatinya. Benda apa yang akan dia beli di toko untuk memanggil Alien?
***
Dalam kegelapan, seorang gadis tengah melangkahkan kakinya dengan mengendap-ngendap agar tidak timbul suara.Dia juga membuka pintu geser itu secara perlahan.Mengagetkan sekali jika neneknya mendengar suara itu dan mengira Hyun Ki adalah perampok.
“Well, ini memang konyol. Tapi aku berharap akanada keajaiban yang datang padaku. Semoga saja,” ucap Hyun Ki lantas menutup kedua matanya dan mengatupkan kedua tangannya untuk berdoa.
Satu detik… Dua detik... Tiga detik…
“Go!” Hyun Ki membuka kedua matanya dan melepaskan tali yang mengikat balon berwarna biru itu dari genggamannya.Seketika balon itu melayang jauh keatas.Ditambah lagi malam itu angin bertiup cukup kencang.Memberi energi pada balon itu untuk terbang lebih tinggi lagi dan lagi.
Lalu apa hubungannya balon dengan memanggil Alien? Hyun Ki pernah melihat di Televisi, jika ada seorang anak kecil yang mendapatkan teman baru dengan nama yang sama, dengan melepaskan balon yang berisi surat. Begitu pula yang dilakukan Hyun Ki.
Selamat malam… Namaku Yoon Hyun Ki. Maaf, aku tidak bisa berbahasa Alien seperti kalian.Tapi aku harap kalian bisa mengerti bahasaku. Aku yakin akan keberadaan kalian. Setelah aku browsing di internet, tujuan kalian pergi ke bumi ada tiga ya?Yaitu memperingati manusia akan tingkah laku merusak lingkungan, sekedar rekreasi, dan yang jahat adalah memanfaatkan manusia untuk kepentingan kalian. Tapi di desa tidak ada yang merusak lingkungan, bukan? Jauh berbeda dengan di kota, yang menyulap daerah penghijauan sebagai mall misalnya. Dan jika sekedar rekeasi, tidak kah kalian ingin mengunjungi rumahku?Aku sangat kesepian. Aku harap kalian mau mengajakkku mengelilingi angkasa dengan ufo kalian. Jika kalian termasuk Alien yang baik, tolong turuti permintaanku.Sekali saja juga tidak apa-apa.
Begitulah isi surat Hyun Ki. Dia terlihat seperti anak kecil juga ‘kan?Sungguh rasa kesepiannya bisa mendoronganya melakukan hal konyol.Berbeda dengan remaja kebanyakan yang justru melakukan tindakan yang tidak benar seperti mengkonsumsi narkoba.Saat ini yang harus Hyun Ki lakukan adalah menunggu.Apakah hal konyol yang dilakukannya itu membuahkan hasil.
Malam berikutnya, tepat saat tengah malam juga, Hyun Ki keluar dari dalam rumah.Terduduk di teras menunggu kedatangan Alien.Dia menunggunya hingga terkantuk-kantuk dan tersungkur saat dia bertopang dagu.Tapi bukan Hyun Ki namanya jika tidak punya pendirian yang teguh dan juga kuat. Bahkan dia menunggunya sampai jam lima pagi.
“Aku berangkat, nek!” seru Hyun Ki setelah menghabiskan sarapannya dan mengenakan tas ranselnya. Kening neneknya berkerut.Melihat ada sesuatu yang aneh di mata cucunya itu.
“Tunggu sebentar,” cegah nenek Hyun Ki seraya menggengam pergelangan tangan Hyun Ki. Dia menoleh.
“Waeyo, harmoni?”
“Apa semalam kau begadang? Kenapa ada lingkaran hitam di matamu?”Hyun Ki tercekat.Dia tidak mungkin memberitahu neneknya jika dia tidak tidur semalam karena menunggu kedatangan Alien.Ok, dia harus cepat membuat alasan.
“Ne, semalam aku tidak bisa tidur karena kakiku sakit. Sewaktu pulang sekolah, aku tersandung batu.” Mata neneknya terbelalak.
“Jinjja?Mana biar nenek obati.”Hyun Ki menggeleng mantap. Dia harus menggunakan alibi akan terlambat ke sekolah jika saat itu kakinya diobati neneknya. Dan ya, otomatis kebohongannya akan terbongkar. Keberuntungan pagi itu berpihak padanya.Wanita lansia itu mengijinkan cucunya agar cepat berangkat ke sekolah.
Malam kedua.Hyun Ki menunggu kedatangan Alien lagi. Namun kali ini dia sudah tertidur sebelumnya—sehingga dia tidak akan terkantuk. Kini kedua pasang mata dan telinganya tengah berwaspada.Mengamati kedatangan Alien yang mungkin saja secara tiba-tiba.
Bruk!
Terdengar suara seperti benda berukuran besar yang jatuh.Suara itu bersumber dari balik pohon besar yang berada di samping rumah.Keringat dingin keluar dari pelipis Hyun Ki.Tangannya bergetar.Itu kah Alien yang dia tunggu-tunggu kedatangannya?Dengan langkah ragu, dia pun mendekati pohon besar itu.Pandangannya masih tetap waspada.
“Jeogiyo…,” ucap Hyun Ki beberapa langkah dari suara itu berasal.Selama beberapa saat tidak ada jawaban.Hening ditelan dinginnya malam.Hyun Ki mendengus kecewa.Suara yang didengarnya tadi bukan UFO yang terjatuh rupanya.Dia terlalu berharap.Dan saat itu yang harus Hyun Ki lakukan memang tidur.Daripada saat akan berangkat sekolah neneknya bertanya lagi perihal lingkaran hitam di matanya. Hyun Ki sudah membalikkan tubuhnya dan berjalan beberapa langkah. Namun…
“Annyeong haseo!”Langkah kaki Hyun Ki terhenti seketika seperti rem pakem.Dia merinding.Bagaimana bisa tiba-tiba ada seseorang di belakangnya?Hyun Ki ingin berlari.Namun kedua kakinya serasa kaku.Dia tidak mampu berbuat apa-apa lagi kecuali memejamkan kedua matanya dengan begitu rapat.
“Kau Yoon Hyun Ki ‘kan? Jangan takut padaku.Kajja, bukalah matamu.”Suara itu terasa teramat dekat.Pasti pemilik suara itu ada dihadapan Hyun Ki.Kini kedua tangannya dia genggam dengan erat guna meredam ketakutannya.
“Namaku Alcides. Kau yang mengirim surat padaku ‘kan?” Hyun Ki mencoba membuka matanya setelah bergulat dengan pikirannya jika pemilik suara itu adalah Alien baik yang akan mengajaknya naik UFO.
Hyun Ki terheran.Dihadapannya bukanlah Alien yang seperti dia ketahui berbentuk aneh dengan warna yang dominan hijau.Dihadapannya adalah seorang pemuda tampan dengan balutan kemeja berwarna coklat.
“Kau siapa? Kau bukan Alien! Jangan macam-macam denganku!” ancam Hyun Ki seraya mengepalkan kedua tangannya seperti gerakan menyerang pada karate.Pemuda tampan itu mendekat selangkah pada Hyun Ki dan mengulurkan tangannya pada Hyun Ki.Bukan bermaksud untuk mengajak berjabat tangan, tapi dari telapak tangannya muncul display tentang keadaan sebuah tempat dengan peradaban yang tinggi.Disana terlihat jelas alat-alat canggih yang bentuknya beragam.Begitu pula gedung-gedung tinggi yang tidak seperti biasanya.Mengagumkan.
“Kau…,” ucap Hyun Ki dengan terbata-bata.Kini dia percaya bahwa pemuda tampan itu adalah Alien. Mana bisa orang biasa mengeluarkan display dari telapak tangannya?
“Ya, namaku Alcides.Aku Alien dari planet Cyrius.Pasti kau heran dengan wujudku yang seperti ini.Aku sangat mirip dengan manusia, bukan?Jenis Alien ada 53.Dan aku jenis yang sangat mirip dengan manusia.Pakaianku sama dengan kalian juga. Tapi ada juga yang namanya Grey Alien.Jenis itulah yang banyak digambarkan di film-film.”
“Bhanghap sumnida,” ucap Hyun Ki lagi-lagi dengan terbata-bata.Dia hampir tidak bisa bernapas karena tidak percaya dengan keajaiban yang mendatangi dirinya.
“Jangan gugup seperti itu, mari berteman.”Alcides mengulurkan tangannya kembali dan tersenyum pada Hyun Ki.Dengan ragu-ragu Hyun Ki membalas jabatan tangannya.Hangat.Hyun Ki kira suhu tubuh Alien itu dingin seperti vampir.
Entah kenapa setelah melihat mata Alcides selama beberapa detik, Hyun Ki teringat Dae Joon. Mungkin karena perkenalannya dengan Alcides sama seperti Dae Joon. Dia tergugup dihadapan seorang laki-laki.
“Hmm,” Hyun Ki bergumam setelah melepaskan jabatan tangannya.Dia tampak salah tingkah. Tidak tahu apa yang ingin dia bicarakan. Alcides memandang Hyun Ki dengan pandangan yang tampak mengintimidasi.Dia mencoba menerka mengapa gadis yang ada dihadapannya itu salah tingkah.
“Kenapa? Kau malu padaku?” tanya Alcides.
“Anniya,” balas Hyun Ki dengan menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri.Tapi kebohongannya sangat terlihat.Dia berbicara dengan gugup.
“Kalau begitu apa kau mau mengelilingi angkasa dengan UFO-ku?” ajak Alcides.Hyun Ki mengangguk ragu.Alcides tersenyum dengan ekspresi wajah Hyun Ki yang menurutnya sangat lucu.Antara ketakutan dan keinginan yang dipendam.
Alcides bersiul. Secara ajaib, muncullah sebuah UFO dengan ukuran sebesar rumah.
“Menolehlah,” perintah Alcides pada Hyun Ki.Dia terkaget hebat.Baru kali ini dia melihat UFO secara langsung.Begitu mengagumkan. Mulut Hyun Ki tak henti-hentinya berkata ‘wow’. Namun bukan dengan suara keras.Melainkan berbicara tanpa suara.
“Kajja,” ucap Alcides seraya menggandeng tangan Hyun Ki.Pintu UFO itu terbuka dan mereka ‘tertarik’ masuk ke dalam setelah cahaya terang keluar dari dalamnya.
***
Bintang-bintang yang nampak kecil jika dilihat dari bumi, kini tampak begitu jelas di penglihatan Hyun Ki.Kerlap-kerlipnya mengalahkan berlian paling mahal sekalipun.Pemandangan luar angkasa begitu indah.Benar hanya warna hitam yang mendominasi.Tapi kerlap-kerlip bintang itu membuatnya mengagumkan. Tidak akan ditemui di tempat rekreasi manapun.
“Indah, bukan? Apa kau tidak ingin tinggal di luar angkasa?” tanya Alcides setelah Hyun Ki lelah mengagumi keindahan luar angkasa. Dia menyandarkan tubuhnya pada kursi di ruang kemudi.Tubuhnya lelah.Mengagumi sesuatu secara berlebihan ternyata menyita banyak energi.
“Andai aku bisa mengajak orang-orang yang aku sayangi untuk tinggal di luar angkasa, atau di planetmu, aku mau.Tapi jika aku sendirian yang tinggal disini, jelas aku tidak mau.Memang pemandangan disini indah.Tapi jika aku kehilangan orang-orang yang aku sayangi, keindahan itu tidak berarti.Indah dalam hidupku adalah jika bersama orang yang aku sayangi.Lalu indah menurutmu bagaimana?”
Alcides berdehem sejenak sebelum menjawab pertanyaan Hyun Ki.Dia membenarkan posisi duduknya.
“Indah menurutku adalah membuat orang lain bahagia. Aku suka melihat orang tersenyum.Sebuah keindahan yang tidak bisa kau beli.Kalau ke luar angkasa, tentu saja kau bisa ‘kan?Tapi itu memerlukan biaya.Suatu keindahan yang mahal.Tapi jika senyuman?”Alcides mengalihkan pandangannya pada Hyun Ki dengan senyuman yang penuh arti.Lagi-lagi Hyun Ki tergugup.
“Aku sudah mengajakmu jalan-jalan. Bolehkah aku meminta bayaran?” tanya Alcides. Hyun Ki terdiam sejenak.Perkataan Alcides membuat dirinya seolah mematung.Dia tertegun.Namun perlahan kedua sudut bibir Hyun Ki terangkat dan akhirnya membentuk sebuah lengkungan senyum yang indah.
“Terima kasih, kau sudah membuatku sebagai Eccedentesiast,” ucap Hyun Ki dengan pandangan yang teduh pada Alcides.Alcides mengangkat tangan kirinya dan mengepalkannya lalu memukul-mukul pelipisnya.Dia sedang mengingat sesuatu.
“Ah, Eccedentesiast itu apa ya? Aku benar-benar lupa.”
“Eccedentesiat adalah orang yang menyembunyikan rasa sakitnya dengan senyuman.Aku sakit karena aku kesepian. Sebagai Alien, apa kau tahu bagaimana hidupku?” tanya Hyun Ki. Alcides menekan beberapa tombol guna menyeting kendali otomatis.
“Ya, aku tahu bagaimana hidupmu.Jangan kau ceritakan padaku.Aku yakin kau nanti akan menangis,” ucap Alcides seraya mengubah posisi duduknya ke samping. Menghadap Hyun Ki.
“Lalu bagaimana dengan hidupmu?Bolehkah aku mengetahuinya?Sebagai teman, bolehkah aku mengetahuinya agar aku bisa membantu masalah yang ada di hidupmu?Ya, jika aku bisa melakukannya.”
“Kau sungguh mau tahu tentang hidupku?”Hyun Ki mengangguk mantap.Segera setelah itu, Alcides mengulurkan tangannya pada Hyun Ki.Bukan namanya Alien jika tidak bisa melakukan hal-hal ajaib.Dari telapak tangan Alcides, tiba-tiba muncullah sebuah kotak hitam berukuran sebesar kotak cincin.
“Apa itu?” tanya Hyun Ki.
“Ini adalah sebuah alat untuk mempermudahmu pergi ke planetku.Jika kau benar-benar merasa kesepian, bukalah kotak itu.Pejamkan matamu lalu panggil namaku tiga kali. Setelah itu, hitung selama lima detik. Bukalah matamu.Maka kau sudah ada di planetku.Dan kalung yang aku pakai ini akan bersinar jika kau berada di planetku,” jelas Alcides seraya menunjuk kalung berbentuk bintang di lehernya.
Rasa kantuk yang berlebih tiba-tiba saja menyerang Hyun Ki.Dia menguap lebar dan setelah itu ada sebuah sinar terang yang menghampirinya.Dia menutup kedua matanya dengan telapak tangan yang juga menutupi matanya.
Sejurus kemudian matanya kembali terbuka.Namun kali ini dia sudah berada di dalam kamarnya.Terik matahari masuk melalui celah-celah jendela yang dilapisi kertas transparan, dan membuat wajahnya terlihat bersinar.
“Mimpi yang indah,” ucap Hyun Ki dengan senyuman lebar yang mengawali paginya.Langit-langit kamarnya juga seolah terlukis dua buah titik dan juga sebuah lengkungan.
Mimpi?Tidak kah dia ingat jika semalam dia keluar dari dalam rumahnya?Keindahan yang Alcides berikan ternyata membuatnya tak percaya pada kenyataan.
Kotak hitam itu ada di genggaman Hyun Ki.

THE END

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun