Namanya juga musim politik, rasanya tidak mungkin tidak terjadi drama-drama macam sinetron yang terjadi. Bukan berarti hal ini baik, namun bangsa kita barangkali memang masih belajar untuk hidup dalam budaya demokrasi elektoral. Maka itu, setiap terjadi siklus pemilihan umum, apalagi yang bersifat serentak macam pilpres dan pileg, pastilah akan terjadi berbagai drama politik macam opera sabun.
Drama yang baru-baru ini terjadi, tak lain dan tak bukan adalah perusakan berbagai macam alat partai Demokrat di Pekanbaru, Riau. Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengatakan, perusakan ini dilakukan secara terorganisir oleh kelompok tertentu. Ia tidak setuju dengan pernyataan Menko Polhukam Wiranto yang menyebut pelaku perusakan itu adalah perseorangan.
Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief pun menuding atribut Partai Demokrat, dari mulai bendera, spanduk, dan baliho ini dilakukan oleh orang suruhan PDIP. Insiden ini kebetulan terjadi bersamaan dengan momen kunjungan SBY dan Jokowi pada hari yang sama di Riau.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pun menanggapi dengan membantah keras tuduhan tersebut. Menurutnya, tidak pernah ada kader PDIP yang punya ilmu untuk merusak atau berllaku vandalis. Ia menambahkan, Andi Arief telah main tuduh.
Entah siapa yang benar, drama ini pun terus diperbincangkan selama beberapa hari di berbagai media.
Ikut meramaikan, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga melaporkan, reklame yang mereka pasang di Kota Bantaeng, Sulawesi Selatan, juga dicopot oleh oknum tak bertanggung jawab. Reklame bergambar Ketua Umum PSI Grace Natalie ini memang telah dipasang dan dipastikan tidak menyalahi aturan kampanye politik. Kabarnya, PSI siap menempuh jalur hukum atas dicopotnya reklame mereka.
Berbagai insiden itu pun menimbulkan pertanyaan, bagaimana nasib kampanye-kampanye di kota/kabupaten anda masing-masing? Akankah semua proses kampanye akan berjalan seperti ini sampai pemilu tiba? Harapannya sih tidak.
Yogyakarta, bisa jadi tidak terlepas dari risiko terlibat dalam drama politik yang sama. Pada pemilu tahun 2014 silam, sempat terjadi bentrok antara massa PDIP dan PPP di Ngabean, Ngampilan, Kota Yogyakarta. Perseteruan antara kedua kubu ini memang cukup lumrah terjadi di di Yogyakarta.
Saat konvoi pun, kedua kubu memang sering unjuk kekuatan dengan menggeber motor keras-keras sambil membawa bendera kebesaran masing-masing. Tentu tidak ada yang salah dari ekspresi politik, kebebasan tersebut dijamin Undang-undang, apalagi di masa pemilu. Yang salah ialah jika sudah terjadi pelanggaran etika kampanye, atau bahkan pelanggaran hukum pidana, seperti kerusuhan atau menganiaya lawan.
Padahal, ada banyak cara untuk berkampanye secara sehat. Dari mulai memberi sosialisasi dan edukasi politik, menggelar dialog, dengar pendapat dengan masyarakat, dan lain sebagainya.
Salah satu calon politisi yang berusaha melakukan kampanye elok di Yogyakarta, adalah Bambang Soepijanto. Pria yang maju dalam pencalonan anggota DPD RI dapil DIY ini mengisi waktunya dengan berbagai kegiatan positif.