Pantai Parangtritis. Barangkali tempat yang lumayan menyenangkan bagi warga dan penduduk Yogyakarta untuk sedikit bersantai. Memandang luasnya pasir di pesisir pantai dan luasnya laut hingga garis katulistiwa, tentu menjadi "obat mata" yang sehat setelah berbulan-bulan tinggal di kota dan sehari-hari memandang layar laptop dan smartphone.
Kalau boleh jujur, Pantai Parangtritis memang bukan pantai terindah di Indonesia. Ia mungkin masih kalah dari Pantai Nihiwatu di NTT, Raja Ampat di Papua Barat, atau Pasir Putih di Bali. Tapi bagaimanapun, pantai ini cukup layak untuk dikunjungi, dan sudah lebih dari cukup untuk bisa menghibur masyarakat Yogyakarta.
Saking terkenalnya Pantai ini, sampai-sampai "Jalan Parangtritis", sebuah jalan lurus yang menghubungkan Kota Yogyakarta dan Pantai Parangtritis di Kabupaten Bantul, Kecamatan Kretek, kerap dikenal sebagai "jalanannya mahasiswa". Kenapa? Karena tidak terhitung berapa jumlah mahasiswa yang berlalu-lalang melewati jalan ini, mereka melakukan perjalanan dari kampus-kampus di daerah Sleman dan Kota Yogya, menuju pantai indah ini.
Mereka berkunjung ke pantai dengan iring-iringan motor atau menyewa bus, sesukanya saja. Tujuannya pun bisa beragam, dari mulai berakhir pekan, acara outing kemahasiswaan, atau bahkan penelitian akademis. Â
Yang disebut terakhir adalah hal yang saya lakukan beberapa tahun silam. Dengan alasan mengerjakan tugas kuliah, saya melakukan penelitian lapangan atas masyarakat kampung nelayan di Parangtritis. Dan di situlah, saya menemukan kisah menarik "Romeo dan Juliet" di balik keindahan pantai ini.
Pada hari itu, sambil memandang pesisir pantai yang indah bersama teman-teman, saya menangkap kejadian yang menarik perhatian saya. Sebuah perahu nelayan kecil nampak berjibaku untuk mendarat ke bibir pantai, sembari berusaha keras melawan ombak. Beberapa orang di pantai, yang nampaknya juga nelayan, turut menghampiri membantu menarik kapal sampai benar-benar mendarat ke tepi pantai. Saya pun berjalan mendekat karena tertarik.
Saat saya sudah di dekat kapal, ternyata transaksi sedang berjalan alot antara nelayan yang punya kapal dan warga sekitar. Ternyata, setiap nelayan yang habis melaut dan baru saja mendarat, bisa langsung mengobral hasil tangkapannya saat itu juga di atas kapal.
Melihat saya adalah orang luar, warga malah memberi saya ruang untuk berjalan mendekat, melihat lebih dekat tangkapan laut yang ada di atas kapal. Si empunya kapal pun langsung menawarkan berbagai macam tangkapannya.
"Oh ikan ini setengah kilo 20 ribu mas, tapi ambil aja semuanya 2 kilo saya kasih 40 ribu wes"
Wah, nembak sekali harganya. Dan tentu lebih murah ketimbang yang biasa saya beli di Pasar Kranggan dekat tugu itu. Ya maklum saja, ini kan belinya langsung dari nelayannya di pantai.