Mohon tunggu...
Hamzah Zhafiri
Hamzah Zhafiri Mohon Tunggu... Kreator konten -

Suka menulis dan bercerita sebagai hobi. Terutama tema politik, bisnis, investasi, dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Permasalahan Kekeringan di Gunungkidul yang Tak Kunjung Selesai

17 November 2018   05:49 Diperbarui: 18 November 2018   18:01 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabupaten Gunungkidul barangkali adalah daerah yang hampir selalu menjadi momok kekeringan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hampir setiap tahun, bencana kekeringan terjadi di daerah ini, terutama jika musim kemarau terjadi cukup lama dan hujan tidak kunjung turun. 

Menurut laporan Kompas.com, di tahun 2018 saja, tercatat kekeringan melanda 54 desa di 11 kecamatan, bahkan bertambah hingga 14 kecamatan ketika hujan tidak kunjung turun. 

Terdapat sekitar 116.216 jiwa. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Gunungkidul pun harus turun tangan dengan melakukan droping air. Daerah yang terdampak kekeringan tersebut memang belum teraliri PDAM.

Lebih mirisnya lagi, warga sampai harus membeli tangki swasta sekitar Rp. 125.000 hingga Rp. 150.000. Anggaran pun akhirnya harus dikeluarkan dari BPBD, Kecamatan, APBD, hingga Desa itu sendiri melalui APBDes. Dana digunakan baik untuk membawa air bersih maupun membuat sumur bor baru. Anggaran dari provinsi pun sedang diusahakan untuk membuat bor.

Meski akhirnya kekeringan bisa teratasi setelah datangnya musim hujan, bukan berarti kekeringan bisa dijamin tidak terjadi tahun depan. Sebaliknya, sangat mungkin kekeringan terulang lagi, apalagi jika musim kemarau memanjang dan musim hujan telat datang. 

Bahkan jika musim hujan datang, cukup sering Provinsi DIY pada umumnya dan Kabupaten Gunungkidul pada umumnya mengalami kekeringan kembali. Langkah preventif sudah seharusnya dilakukan dari jauh hari agar bencana ini tidak malah berubah menjadi "budaya: tahunan di Gunungkidul.

Pihak PDAM mengklaim telah menjangkau hampir 80 persen dari wilayah Gunungkidul. Entah klaim tersebut benar atau tidak, namun berarti masih ada 20 persen lagi wilayah yang tidak terjangkau pemipaan.

 Daerah ini pun akhirnya mengandalkan pembelian air secara mandiri, sumur bor, dan air permukaan. Metode sederhana ini tentu saja rentan jika musim kemarau kembali datang dan berlarut-larut.  Maka itu, perlu langkah kongkret dari pemerintah provinsi, kabupaten, dan warga terdampak untuk bergotong-royong menyelesaikan masalah ini.

Akses pemipaan PDAM harus digencarkan kembali, kapasitas pemompaan juga diperkuat di titik tertentu. Akses jalan juga harus diperlebar untuk mempermudah kendaraan pembawa tangki air jika kekeringan terjadi lagi.

Masalah kekeringan bukan berarti luput dari perhatian politisi. Cukup banyak pemimpin maupun calon pemimpin politik yang juga sadar dan peduli atas permasalahan ini. Salah satunya adalah Bambang Soepijanto, seorang calon anggota DPD DIY yang akan maju di tahun 2019. Dalam salah satu program kerja yang beliau usung dalam kampanyenya, terdapat poin penting tentang meningkatkan sumber air bersih:

Dokpri
Dokpri
Tentu kita sangat mengharapkan janji kampanye tersebut bisa dilaksanakan jika beliau menjabat. Lebih baik lagi jika calon legislatif lain juga memiliki pandangan yang sama. Atau akan jauh lebih sempurna jika pejabat politik yang sekarang, baik di kursi eksekutif dan legislatif, bisa lebih tanggap dalam menyelesaikan persoalan ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun