Mohon tunggu...
Hamzah Nasution
Hamzah Nasution Mohon Tunggu... Editor - Wiraswasta

Pemerhati Sosial Politik

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

TEMPO vs @Kurawa dan Politisasi Reklamasi

29 Mei 2016   16:36 Diperbarui: 29 Mei 2016   17:39 2659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempo pernah sangat mesra dan intim dengan Ahok dengan sejumlah berita yang menyanjung puja. Bos-bos Tempo bahkan tak segan mempertontonkan dirinya sebagai Ahoker sejati. Bahkan dengan membuat berita palsu. Kini kedekatan itu koyak karena soal proposal. (Sumber portalpiyungan.com)

Semakin hari, kecurigaan politisasi dan eksploitasi reklamasi semakin mencuat. Banyak pihak yang -meminjam bahasa majalah Tempo- TERENDUS ikut bermain. Antara lain pengusaha yang merasa terancam oleh kompetitor, politisi dan bahkan tak terkecuali media.

Terakhir, yang jadi pergunjingan adalah Majalah Tempo yang dulu adalah pemuja fanatik Ahok, secara mengherankan tiba-tiba berbalik menyerang. Seorang selebtwit, @Kurawa dalam kicauannya di twitter menuding Tempo berkomplot menyerang Ahok terkait reklamasi karena proposal-proposalnya ditolak.

Kurang jelas, apa yang dimaksud adalah proposal iklan untuk media-media milik Tempo, proposal riset atau entahlah. Jika ditarik garis lurus dari selentingan yang digulirkan @Kurawa, belakangan media ini memang merugi dan didera masalah keuangan akut.

Per Maret 2016 laba bersih Tempo diberitakan anjlok (Bisnis Indonesia : Laba Bersih Tempo Inti Media Anjlok 79%) . Tempo hanya bisa membukukan untung sebesar Rp 6,8 miliar. Dengan keuntungan sekecil itu, darimana kira-kira Tempo bisa menggaji wartawan dan karyawan serta menjaga kelangsungan operasional bisnis jika tidak kreatif mencari pendanaan. Media adalah bisnis, cashflow harus dijaga untuk kesehatan bersama.

Pilkada DKI adalah momentum emas untuk meraup untung. Harus ada yang terjaring dari triliunan uang yang beredar dalam percaturan politik lima tahunan di Ibu Kota ini.

Ditambah dengan reklamasi yang dikerjakan oleh sejumlah developer raksasa Indonesia, maka siapa yang tak tergiur. Singkatnya, pilkada dan reklamasi adalah proyek ribuan triliun. Harus kreatif dimainkan agar menghasilkan.

Payahnya, reklamasi yang bertujuan untuk pembangunan malah diseret-seret ke ranah politik dan hukum. Reklamasi diasosiasikan secara kuat ke dalam person politikus tertentu. Dalam hal ini, tentu saja gubernur petahana. Reklamasi =Ahok=gubernur=pilkada. Kira-kira begitu asosiasi menyesatkan yang berusaha dibangun. Tapi, masyarakat tak tinggal diam. Gelagat kotor politisisasi reklamasi terendus.

Dari penelusuran berbagai pihak, sederet fakta terkuak ihwal politisasi reklamasi.

Salah satunya terkait penggusuran Pasar Ikan Luar Batang. Penggusuran pemukiman liar di kawasan Pasar Ikan Luar Batang di Penjaringan, Jakarta Utara, ramai dikait-kaitkan dengan proyek pembangunan apartemen dan megaproyek reklamasi Blok G (Pluit City) yang dikembangkan PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN). Pluit City adalah proyek kota baru yang rencananya akan dikembangkan di atas lahan reklamasi.

Diketahui, bahwa saat ini reklamasi menjadi bola panas jelang Pilkada. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, tidak dipermasalahkan. Bahkan ketika reklamasi tersebut mulai berjalan. Baru belakangan, reklamasi dikait-kaitkan dengan suksesi kepemimpinan di DKI.

Benarkah Luar Batang digusur supaya lahannya bisa dipakai proyek Podomoro? Atau ini cuma komoditas politik belaka untuk menjegal langkah Ahok di arena pemilihan Gubernur Jakarta 2017 mendatang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun