Bukan Navicula yang membawa saya terdampar di Ubud. Bukan pula Ibu Robin Lim meskipun nama tersebut secara de facto sungguh memudahkan saya untuk mencari alamat yang diberikan. Saya datang murni untuk tujuan bisnis, mengenai kemungkinan keterlibatan perusahaan saya (Avalon Adventure) di dalam event Bali Unite Festival.
Tetapi sesampainya saya di rumah mereka, urusan bisnis hanya menjadi selingan di muka. Selanjutnya musik menjadi bahasa universal yang menerobos semuanya. Pagar, gerbang, dinding, pintu semuanya diterobos. Sampailah kami pada ‘Tatap Muka’. Intim! Disitulah saya belajar banyak dari spesies alga keemasan ini. Suatu kehormatan bagi saya menjadi segelintir orang yang menyaksikan Tatap Muka sebelum resmi dirilis. Ditemani secangkir kopi yang diracik oleh Robi serta sesisir pisang sebagai tambahan kalori.
Bagian tubuh Navicula terdiri dari hipoteka (kotak sebagai substansi utamanya), epiteka (penutup), dan di antaranya terdapat rafe. Saya kira Navicula yang kita ketahui hingga album ketujuh ini hanya sebatasepiteka. Namun justru itulah yang seolah secara otomatis tersematkan menjadi identitas Navicula. Padahal substansi Navicula masih jauh lebih dalam untuk dieksplorasi. Ini lebih dari sekedar grunge atau komposisi akustik renyah dengan cello, piano, dan iringan penyanyi latar.
Jika Sigur Ros membuat Heima sebagai hajatan ‘pulang kampung’ dengan mengambil scene di beberapa kota, maka sejatinya Navicula sedang ‘pulang kampung’ menuju bagian terdalam dari kreativitas mereka. Robi mengungkapkan kepada saya bahwa mereka ingin membuat sesuat yang lain dari yang sebelumnya pernah mereka lakukan. Saya melihatnya begitu antusias dan bangga saat bercerita tentang detail pembuatan Tatap Muka. Penekanan saya bukan mengenai apa bentuknya, tetapi bagaimana proses yang dilaluinya dan mengapa mereka melakukannya.
Sejak detik pertama diputar, Tatap Muka menyajikan rangkaian keseriusan karya audio dan visual. Hanya harmoni yang membungkusnya. Sound yang gurih sedikit di atas ekspketasi saya ketika pertama kali mendengar bahwa Navicula merekam album terbarunya secara live, akustik, dan dalam bentuk video. ‘Merdeka’ sebagai salah satu lagu yang sudah familiar di kuping saya disajikan secara berbeda di dalam album ini. Jujur saja Merdeka adalah salah satu lagu Navicula yang selalu menemani saya saat pulang kerja dengan menyusuri hutan Papua beberapa tahun lalu. Ada energi berbeda dalam lagu itu. Ada bentuk lain Navicula lebih dari yang kita ketahui selama ini. Ada unsur balada. Ada dimensi lain yang kali ini digali secara lebih mendalam. Tak perlu lagi saya bercerita tentang band idola saya ini ke semua orang dengan bumbu-bumbu tertentu. Beberapa lagu lain di dalam Tatap Muka dengan tegas menegaskan bahwa mereka memang Navicula!
Seperti sejatinya Navicula, ketika mati maka dinding selnya akan mengendap membentuk tanah diatom (yang kaya zat kersik) dan umumnya digunakan sebagai bahan pembuatan dinamit! Navicula tak akan pernah mati karena karya mereka kelak akan menginspirasi banyak orang. Navicula akan menjadi pemicu ledakan lain yang lebih besar di kemudian hari. Ajaib!
Epilog
Dalam perjananan pulang saya baru menyadari satu hal saat membaca buku yang diberikan oleh Lakota sebagai hadiah untuk istri saya yang akan melahirkan anak kedua kami dalam beberapa hari ke depan. Buku yang berjudul ‘Bidan Alami’’ yang ditulis oleh Ibu Robin Lim seperti memberikan jawaban akan Tatap Muka, dengan sedikit modifikasi tentunya.
“Ketrampilan medis (musik) Anda penting, tetapi itu tidaklah cukup. Anda harus membuka hati Anda dan praktek melahirkan (berkarya) lembut dengan penuh kasih. Ketika Anda melakukan ini, hidup Anda hanya akan menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Anda akan menyukai profesi Anda, bahkan lebih. Anda akan menjadi lebih bahagia dan keajaiban/mukjizat akan terjadi.”