Yang Terhormat
Bapak Anis Baswedan (Mas Menteri)
Assalamu Alaikum Wr.Wb.
Terkait dengan penerapan K13, di tempat saya terjadi beberapa kasus, dimana guru mengalami semacam kerisauan dan kecemasan. Pada satu sisi mereka ingin menerapkan K13 dengan baik, melalui penerapan berbagai pendekatan pembelajaran mutakhir yang dianjurkan oleh K13, pada sisi lain guru-guru kita kurang memahami pendekatan-pendekatan mutakhir tersebut. Hal ini yang kemudian memposisikan guru kurang bisa mengendalikan emosinya. Satu kasus: di sebuah SD terdapat seorang guru kelas (kelas IV) yang memang telah menerapkan K13, tapi guru dimaksud sangat lemah dalam segala hal.
Saat guru dimaksud mendapatkan dua orang siswa yang sedang berkonflik, sang guru malah masuk dan terlibat ke dalam konflik anak sebagai pihak ketiga dan memihak ke salah satu siswa. Sang guru tidak sadar melakukan praktek kekerasan terhadap siswa, dengan memukul siswa menggunakan benda keras. Substansi mendidik menjadi hilang. Padahal jika guru dimaksud, memiliki keluasan pengetahuan, dan menguasai berbagai metode mendidik, maka ia mestinya tindak kehilangan momentum untuk menjadi 'penengah', yang kemudian memediasi siswa yang berkonflik tersebut untuk kemudian menemukan jalan berdamai, lalu yang bersalah dibimbing untuk mengakui kesalahan, dan berkenan meminta maaf, dan siswa yang berada pada pihak yang benar, diberi kesempatan untuk memberi maaf.
Hal ini bisa terjadi, menurut analisis kami, setelah memanggil guru yang bersangkutan untuk dimintai keterangan, adalah bahwa guru yang bersangkutan sesungguhnya tidak siap dengan adanya perubahan (apalagi perubahan yang sifatnya mendasar), yaitu perubahan dari Kurikulum KTSP 2006 ke Kurikulum 2013.
Sesungguhnya K13 sudah sangat ideal, dan mampu menjadi alternatif solusi bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan ke depan, hanya saja ia masih menyisakan masalah. Mestinya sebelum diterapkan, terlebih dahulu menyiapkan guru-guru bukan hanya dari segi teknis penerapan K13 dalam hal pembelajaran. Tapi lebih dari itu guru-guru mesti diberi ruang yang lebih leluasa untuk mengadaptasikan diri ke dalam sebuah perubahan. Bisa dibayangka MasMentri, para guru kita sudah merasa sangat aman dan nyaman dengan KTSP 2006 yang mereka jalani hamir satu dasawarsa, lalu tiba-tiba secara sistemik mereka dipaksakan untuk berubah ke K13, yang persiapannya hanya dalam waktu singkat. Praktis guru mengalami guncangan mental. Terlebih lagi mereka para guru kita tidak didampingi dalam proses beradaptasi/menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan. Sepintar dan secerdas apapun guru-guru kita, pasti akan mengalami guncangan mental jika mereka secara sistemik dipaksakan kepada sesuatu yang baru yang tidak dipersiapkan secara matang sebelumnya.
MasMenteri yang terhormat.
Dalam sebuah kesempatan, hal ini saya sampaikan di forum tingkat kabupaten. Bahwa untuk menuju sebuah perubahan dari KTSP 2006 ke K13, paling tidak guru-guru kita itu didampingi.
Salah seorang pejabat dari dinas pendidikan kemudian berargumen bahwa pendampingan terhadap guru sudah dilakukan oleh pengawas sekolah. Hal ini jauh berbeda dengan apa yang penulis saksikan. Iyya, pengawas memang telah melakukan pendampingan, tapi hanya menyangkut teknis pembelajarans saja, mereka tidak menyentuh wilayah "psikologis' para guru yang mereka dampingi yang sedang berada dalam tekanan untuk melakukan proses adaptasi terhadap peruabahan-perubahan.
Pendampingan yang bersifat teknis, yang dilakukan oleh para pengawas sekolah, sebenarnya tidak berat-berat amat. Karena di dalam Buku 2013, baik Buku Pegangan Siswa maupun Buku Pegangan Guru, hal-hal teknis itu sudah terjabarkan dengan detil. Proses pembelajaran dari langkah satu ke langkah berikutnya sudah diatur sedemikian rupa yang memudahkan guru dalam proses pembelajaran.