Momentum Ini Tidak Boleh Dilewatkan Laporan: Muhammad Syariat Tadjuddin
JUMAT (24/11) waktu menunjuk pukul 21.00 malam itu. Di Tinambung kesibukan tampak mulai bergerak. Delapan belas orang anggota Teater Flamboyant (TF) tampak sibuk, ada yang menelepon dan tak sedikit pula yang sibuk melipat dan mengumpulkan pakaiannya untuk dimasukkan ke dalam tas punggung miliknya. Dibagian lain dua tiga orang anggota TF yang diposisikan sebagai Tim Produksi sibuk mencatat beberapa alat dan bahan proferti pertunjukan yang akan packing untuk dibawa serta. Adalah event invitasi teater nasional (Internasional) yang dihelat oleh Federasi Teater Indonesia (FTI) yang akan diikuti TF dan akan berlangsung mulai 25-30 November di Gelanggang Remaja Bulungan Jakarta Selatan. Menyusul kemenangan TF di tingkat region Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara, sebagaimana yang dilansir oleh media ini sebelumnya, yang mengusung lakon "Presiden Kita Tercinta" karya Agus Noor. Tepat sekitar pukul 00.00 malam tiga mobil rental berplat hitam datang dan membunyikan klaksonnya di depan Markas Besar TF yang berada di Jalan Poros Tinambung-Majene Depan Pasar Lama. Hamzah Ismail bersama Haidir Djamal, keduanya pimpinan produksi untuk Naskah Presiden Kita Tercinta yang akan dimainkan TF itu kemudian mengajak para aktor TF untuk segera menyatukan lingkaran dan melakukan beberapa breefing sekaligus pembacaan doa dan pelepasan pemberangkatan duta teater Mandar-Sulawesi Barat itu. Tak satupun tampak pejabat baik dari provinsi maupun kabupaten yang melepaskannya. Sebagaimana yang sering terjadi pada pemberangkatan duta-duta daerah yang berangkat membawa nama baik daerah. Setengah jam kemudian tiga mobil pelan bergerak menuju Makassar. Setelah tiga kali singgah dan mampir untuk makan dan istirah, akhirnya sekitar pukul 07.30 pagi. Rombongan TF yang totalnya berjumlah 24 orang itu kemudian sampai di Bandara Sultan Hasanuddin. Wajah-wajah lusuh anak muda yang masih terbilang Anak Baru Gede (ABG) itu tak bisa lagi menyembunyikan wajah letih setelah dihajar oleh letihnya perjalanan yang menguras energi. Namun sesekali masih tampak senyum girang dan sesekali dialog renyah naskah yang akan dimainkan itu meluncur tajam dari mulut mereka. "Ya, inilah perjalanan kesenian dan kebudayaan. Maka tuan, jangan terlalu banyak memesan kopi. Cukup satu gelas saja untuk diseruput oleh empat orang," begitu salah satu kelakar mereka di salah satu tempat pemberhentian di Barru. Guyonan khas orang dewasa, namun keluar dari bibir mereka. Rasanya melebihi usia mereka yang masih terbilang pelajar itu. Singkat tulisan, pukul 20.00 malam, di salah satu hotel yang terletak di bilangan Blok M Jakarta tak begitu jauh dari Gelanggang Remaja Bulungan, tampak kesibukan menurunkan barang-barang dari atas mobil, baik mobil milik panitia Internasional FTI, maupun dari mobil milik Kantor Perwakilan Sulawesi Barat di Jakarta yang memang sengaja diperbantukan untuk mengangkut tim TF dari bandara Soekarno Hatta menuju tempat penginapan yang telah disediakan oleh penyelanggara. Nasib apes kemudian menimpa, setelah ternyata penyelenggara dari FTI hanya mampu menyiapkan tiga kamar untuk tempat menginap tim TF. Akhirnya pilihan satu-satunya adalah sebagaian anggota tim TF terpaksa sibuk mencari tempat menginap lain di luar. Pilihan ditengah keterbatasan anggaran yang tersedia akhirnya jatuh kepada usaha untuk mencari penginapan murah di luar bagi sisa anggota tim TF yang tak tertampung di hotel yang disiapkan oleh penyelenggara dengan catatan harus dibayar sendiri dan untuk itu harus menjauh dari tempat penyelenggaraan kegiatan. Dana Produksi Disulap Haidir Djamal, keesokan harinya (25/11) di Gelanggang Remaja Bulungan ditengah kesibukannya menemani tim TF yang tengah sibuk menyusun proferti untk pementasan menyebutkan, pilihan satu-satunya adalah menyulap dana produksi dari penyelenggara Internasional FTI yang berjumlah Rp. 15 Juta itu menjadi tiket pesawat untuk pemberangkatan 24 orang anggota menuju Jakarta. "Tidak ada jalan lain yang bisa kita tempuh, satu-satunya jalan adalah berangkat ditengah keterbatasan dan menyulap dana produksi yang sedianya digunakan untuk biaya kreatif seperti pengadaan dan peremajaan proferti dan penguatan keaktoran seta biaya latihan itu akhirnya harus kita sulap menjadi tiket untuk pemberangkatan. Kami tidak ngotot, tetapi bagi kami, ini adalah momentum yang tak boleh dilewatkan. Terlebih ini soal nama dan eksistensi kesenian dan kebudayaan Mandar-Sulbar," ungkap Haidir. Sementara itu, Hardinata Dj yang juga ikut dalam rombongan selaku tim produksi juga menyahut seirama dengan Haidir, ia menyebutkan, kendati tindakan ini tergolong tindakan nekat, namun pihaknya berketatapan untuk tidak mengecewakan para aktor muda yang tengah bertumbuh di TF itu. "Walau kami tahu ini sulit, karena kami harus berspekulasi untuk biaya kepulangannya nanti. Tapi kami yakin, Tuhan-lah yang memperjalankan kami," ujar Hardinata, mengutip ungkapan Hamzah Ismail saat pelepasan TF di Tinambung. Tidak itu saja, Ramli Rusli, sutrada dari naskah yang akan dipentaskan tim TF di Gelanggang Remaja juga mengatakan, bahwa ini adalah proses yang mesti dilewati oleh generasi teater Sulbar. "Kemiskinan dan keserbaterbatasan adalah juga bahagian dari latihan keaktoran dan ini harus dilewati, utamanya oleh aktor-aktor muda kita. Dan saya yakin mereka bisa melewati semuanya dan insya Allah sukses, itu terbukti tak sedikitpun tampak keraguan untuk tampil di gedung kesenian yang dikelolah secara profesional dan akan mempersaingkannya dengan tujuh penampil dari seluruh Indonesia yang telah memenangkan tingkat region sebelumnya. Dan ini terbukti kami diplot untuk menjadi penampil di malam perdana," tukas Ramli mantap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya