Mohon tunggu...
Hamzah Palalloi
Hamzah Palalloi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

masih belajar menulis, masih belajar membaca dan masih belajar memberi makna. senang rasanya jika berbagi dengan orang lain. banyak berdomisili di jakarta, tetapi bermukim di Kota Baubau-Sulawesi Tenggara..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Paspor PNSD di Depdagri Rp. 750 ribu!

22 Juli 2011   10:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:28 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_124338" align="alignleft" width="430" caption="Paspor (sumber googling)"][/caption] Entah ini procedural atau tidak, tetapi bagi pegawai negeri sipil daerah (PNS) yang mengurus Paspor keluar negeri dengan menggunakan jasa Bagian Pusat Kerjasama Luar Negeri Depdagri tampaknya harus mengeluarkan duit yang tidak lazim, Rp 750 ribu. Alasannya biaya ‘urus ini dan itu’ di Departemen Luar Negeri termasuk di Sekretariat Negara. Mending kalau satu atau dua hari kelar, tetapi kalau jelang seminggu? Entah apa namanya. Kenapa harus di Depdagri? Memang seperti itu, seorang PNSD yang akan ke luar negeri setelah mendapatkan rekomendasi dari masing-masing Gubernur, harus mendapatkan izin prosedur dari Bagian Kerja Luar Negeri Depdagri, yang berkantor di lantai 5 gedung Depdagri, jalan Medan Merdeka Utara No. 7 Jakarta Pusat. Bila PNS-nya pejabat eselon III ke bawah, izin prinsipnya cukup di tandatangani Direktur Pusat Kerjasama Luar Negeri, tetapi jika pejabat eselon II ke atas, maka izin prinsipnya  di tanda-tangani langsung Sekjen Depdagri.. Biayanya pukul rata, Rp 750 ribu per orang. Apakah uangnya disetor yang bertanda-tangan? Bukan! Sebelum semua administrasi masuk ke meja direktur atau Sekjen, maka secara administrasi melalui meja Kasubag Pelayanan ‘Administrasi, yang dijabat Nanang Indrajaya. Pak Nanang inilah yang meminta pembayaran itu. Yang unik, tak satupun pembayaran itu menggunakan nota atau bentuk administrasi lainnya. “Rp. 750 ribu itu untuk biaya ke Deplu dan Sekneg,” kata Pak Nanang. Bahkan seorang PNSD asal Semarang tidak sekedar mengeluarkan uang Rp 750 itu, tetapi menambah biaya Rp. 500 ribu lagi. “Supaya semuanya mudah pak” kata PNSD itu. [caption id="attachment_124340" align="aligncenter" width="600" caption="Mendagri Gamawan Fauzi (foto : kompas.com) "]

13113321171360973967
13113321171360973967
[/caption] Adanya biaya yang tanpa ‘nota’ itu tampaknya harus menjadi cermatan Mendagri Gamawan Fawzi, sebab semua PNSD yang akan ke luar negeri tentu mengemban tugas negara. Bisa jadi biaya-biaya ini bisa disebut pungutan liar bila tidak ada penjelasan teknis, atau aturan yang menegaskan untuk itu. Apalagi biaya dimaksud ’harus disetor’ sebelum proses adminitrasi berlangsung. “Harusnya jika memang ada pembayaran, nanti setelah paspor dan adminitrasi lainnya rampung, ini sudah bayar tapi paspornya belum ada” keluh seorang PNSD yang ditugaskan mengikuti lounching Sail Wakatobi-Belitung di Darwin Australia. Idealnya, selain perlu sosialisasi dari terkait PNS yang keluar negeri, termasuk pihak Deplu dan Sekneg. Sebab boleh jadi ’pembayaran’ itu sekedar ’akal-akalan’ dari pihak oknum tertentu. Sebab sepengetahuan publik, Paspor harganya tak lebih dari Rp 400 ribu, itu juga sudah termasuk ‘tetek-bengeknya’. Apakah biaya ini memang sesuatu yang lazim di Depdagri? Ataukah ini bentuk pungli baru oknum tertentu? Entahlah. Jakarta, 22 Juli 2011

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun