Mohon tunggu...
Hamus Rippin
Hamus Rippin Mohon Tunggu... -

Hamus Rippin, dilahirkan di Murante, Luwu, Sul-Sel, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kapurung atau Papeda Makanan Asli Luwu dan Ambon

20 Agustus 2016   16:27 Diperbarui: 20 Agustus 2016   16:31 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Papeda atau kapurung salah satu makanan tradisional yang disukai dua suku bangsa Indonesia. Suku Luwu asal dari tanah Luwu Sulawesi Selatan dan suku Ambon dan Maluku pada umumnya.

Karena terkenalnya makanan papeda ini di tana Luwu, hingga pernah memecahkan rekor Muri beberapa waktu lalu, makan kapurung bersama di kota Palopo, yang diikuti puluhan ribu peserta, penduduk dari kota Palopo duduk bersama makan kapurung.

Dari suku-suku Luwu dan Ambon yang masih tradisional, kemanapun dia pergi dan dimanapun mereka berada, tetap mengingat makanan tradisionalnya yang bernama pepeda, kendatipun berada dibelahan dunia barat, Negeri Kincir Angin.

Sebagai mana kita tahu suku Luwu yang terpencar keberbagai kepulauan di indonesia dan mendiami berbagai kota, mereka pada kesempatan tertentu, saling mengajak untuk berkumpul bersama dan makan bersama dengan obyek ‘makan papeda atau kapurung), nama lain dari kapurung juga Luwu selatan dinamai -bugalu’.

Tetapi papeda ini bukan saja makanan tradisional orang Luwu, melainkan juga orang-orang Ambon yang masih tradisional. Orang Ambon kendatipun sudah berada di luar negeri, papeda ini tetap menjadi makanan kegemaran mereka.

Papeda, asal bahan bakunya dibuat dari sagu, patik sagu. Kalau situasi dan tempat yang kadang tidak selamanya mengizinkan untuk mendapat sagu, mereka dari penggemar papeda ini mendapat cara lain menemukan sejenis bahan papeda yang diambil dari kanji atau tepung tapioka.

Untuk mendapatkan tepung tapioka tentu tidak susah kalau berada di Indonesia, karena dimana-mana dapat ditemukan bahannya. Karena tepung tapioka mudah diperoleh didaerah beriklim panas atau daerah tropika.

Bagai mana dengan suku Ambon dan suku Luwu yang berada diluar negeri, katakanlan di Negeri Kuncir angin, Negeri Belanda? Mereka tidak kehabisan akal mencari bahan baku papeda, mereka mencoba berbagai macam tepung.

Perjalanan masa, setelah berada dirantau, panasaran untuk makan pepeda, orang orang Ambon yang berdomisili di Negeri Belanda sejak tahun 1951, mereka mencoba menemukan bahan baku dari papeda, selain daripada sagu dan kanji. Bahan papeda pengganti sagu, ditemukan dari tepung kentang yang disebut dalam bahasa Belanda ‘aardappelzetmeel’.

Tepung ini sebenarnya orang-orang Belanda peruntukan membikin extra voeding, semacam kue-kue untuk makanan ekstra. Tepung yang dibuat dari kentang ini, lebih putih dan bersih penampilannya apabila dibanding dengan sagu asli.

Orang Ambon yang berkenalan baik dengan orang Luwu di Negeri Belanda, kadang diwaktu zomer (musim panas) saling mengajak makan papeda atau acara makan papeda bersama dirumah salah seorang diantara mereka.

Cara orang orang Ambon dan Luwu membikin papeda dasarnya sama saja, yakni, sagu dilarut dalam waskom dengan air dingin, kemudian dikorek encer dengan sudu, langsung dituangi air mendidih, sementara sagunya dikorek terus, hingga menjelma menjadi bentuk gelugur, semacam lem yang lebih padat.

Tetapi dalam mempersiapkan papeda untuk dihidangkan, cara orang Ambon dan orang Luwu berbeda. Hal ini dilakukan di negeri Belanda. Orang-orang Ambon mengenal dengan ‘papedabalek’, maksudnya bahan lauknya terdiri dari colo-colo (kecap encer dicampur tomat mentah, berambang, lombok dan ikan blik) selain hal ini, juga lauknya dibuat dari ikan palala, ikan makeril atau ikan kabeliuw dimasak dengan azam azijn (azam Belanda), bersama dengan kua. Ikan ini ditaruh dalam piring dan papedanya dibalek.

Maksudnya dibuntal agak besar, sebesar dasar dari piring makan dan mereka memakan tidak menggunakan sendok dan garpu, tetapi langsung dengan tangan ke mulut. Menurut mereka, cara ini simpel, maksudnya sederhana dan cepat siap dihidangkan.

Orang Luwu menyiapkan hidangan papeda, memang memakan waktu, menyiapkannya. Karena setelah siap diwaskom habis disiram air panas, harus dibuntal kecil-kecil, sedikit lebih besar dari biji kemiri kedalam air dingin dilain waskom. Sayurnya dimasak tersendiri, dimana didalamnya dicampur dengan daging sapi atau ayam yang sudah diiris kecil-kecil atau boleh juga udang.

Selain itu sudah disiapkan dicobekan lombok yang diulek bersama garam, udang kering atau sedikit terasi digilas halus bersama sedikit kacan tanah, kemudian diceburkan bersama sayur-mayur selaku lauk-pauk dan dicampur bersama papeda yang sudah dibuntal kecil diwaskom, baru waskomnya diletakkan ditengah. Kemudian ditimbah oleh masing-masing hadir kedalam piringnya, sesuai dengan selera pemakan. Kemudian mereka memakan dengan menggukan sendok dan garpu.

Tetapi acara papeda ini, dilakukan oleh orang-orang Luwu perantau, biasanya kalau bertemu beberapa orang sesama orang Luwu, utamanya yang ada dirantau, diluar tanah Luwu, baik di Makassar, Jakarta dan termasuk yang ada di Nederland juga berlaku kebiasaan ini.*

Oleh: Hamus Rippin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun