Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memahami Lupa sebagai Keberuntungan

22 Februari 2024   15:39 Diperbarui: 22 Februari 2024   15:43 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika telah dalam perjalanan  menjenguk teman di desa, seseorang dari rombongan ditelpon "bapak, ini ada undangan dari mitra kerja", didengarkan secara seksama sambil mendekatkan handphonenya ke telinga, dengan santai dijawab "ya, kapan?" sang penelpon menjawab "jam 09.00 WIB". 

Untung saja percakapan itu tidak didengar oleh teman-teman serombongan, sang bapak terperangah ketika mengarahkan pandangan pada jam tangannya "ha.. sekarang kan sudah jam 13.58. WIB".  Sambil menata napas agar terlihat santai, ia berusaha lebih cool, tidak ada yang perlu mendapat perhatian serius, meski hatinya bergejolak, karena pertemuan dengan mitra kerja ini sangat ditunggu-tunggu.

 Pria dengan usia kira-kira 50 tahun itu, terlihat menerawang, entah apa yang dipikirkan atau sedang membayangkan hal-hal yang indah atas undangan yang lewat dari waktunya. Berarti undangan dikirim melebihi waktu yang pelaksanaan, usut punya usut, ternyata undangan itu sudah hampir seminggu dititipkan ke salah seorang yang berdekatan dengan kantornya, mungkin karena kesibukan atau banyaknya kegiatan, baru diberikan hari ini, padahal beberapa kali ia dalam satu acara, namun sama sekali tidak diceritakan tentang surat yang ditetipkan kepadanya.

Hal penting baginya, bahwa undangan itu sudah difoto oleh penerima dan dikirimkan kepadanya setalah diberi catatan, waktu penerimaan.  Kembalilah ia menikmati perjalanan ke lereng pegunungan, semilir angin yang segar dan sejuk membuat ia terbuai, seakan melupakan dan menurunkan beban yang selama ini memberati pundak dan menyesaki pikirannya.

 Berlalunya waktu, tak bisa ditarik kembali, tidak ada yang perlu disesali, yang justru akan memperpanjang angan, begitu juga lupa yang dialami oleh pengantar surat, juga tidak boleh terlalu disalahkan, karena menyalahkan tidak menjadai solusi, hanya menjadi bukti saja yang belum tentu memiliki arti.

Keberuntungan sang bapak atal kealpaan pengantar surat, mebuag ia bisa mengikuti beberapa kegiatn penting dan lebih menyegarkan jiwanya, betapa tidak ?, andai saja surat itu diberikan jauh sebelum pelaksanaan, maka ia pasti mengeser atau mengurungkan niat untuk turut serta dalam giat-giat lain.

Lupa memang salah satu sifat yang dilekatkan Tuhan untuk setiap diri manusia, dalam keadaan tertentu lupa menjadikan sesuatu lebih nikmat dan menghadirkan keberuntungan. Saat makan ingat tentang sesuatu yang menjijikkan, ah... mengurangi selera dan sejenisnya. Memang dalam urusan yang dianggap  besar dan penting, lupa menghadirkan preseden yang kurang sedap, apalagi ada unsur kesengajaan. 

Namun dalam sebuah ujian, bila mengidap lupa, menjadi petaka tak segera bisa mengerjakan soal-soal atau menjawab wawancara, salah satu penyebab lupa adalah banyaknya hal yang dipikirkan atau terlalu banyak memasukkan informasi ke dalam otak tanpa dilakukan seleksi terlebih dahulu.

Berpikir keras berarti mengaktifkan kerja peikiran sadar, padahal semakin tinggi intensitas kerja pikiran bawah sadar, semakin melemah, maka sebelum melemah dan mendapatkan gairah lagi segeralah pindah mengaktifkan pikiran bawah sadar, terimalah batas kemampuan berpikir dan segera berdamai dengan diri sendiri, sehingga jiwa akan melakukan kreativitas mengedikan solusinya dan menyediakan langkah-langkah yang harus dilaksanakan. dengan begitu jiwa tenang bahagia bisa diraih suksespun sedang berlabuh dalam waktu lama dan kesuksesan lain segera menyusul.

Memahami Lupa Sebagai Keberuntungan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun