Beriring dengan berkurangnya asmara, karena rutinas yang selalu bergaul dalam satu ruang, maka kesadaran berikutnya adalah memiliki keturunan, sebagai hadiah hubungan cinta hasih, yang bernama buah hati.
Tujuan perkawiwnan sebagai merujuk dalam Undang-undang Perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia, kata rumah tangga inilah oleh para pasangan suami dan istri disempurnakan dengan aanya momongan, buah hati atau anak.
Maka pernikahan yang cukup berumur kemudian belum dimiliki keturunan, maka rumah sekan hampa, sepi, tiada tangis dan tiada gelak tawa si kecil. Sehingga banyak pasangan melakukan usaha seoptimal mungkin.
Betapa sedihnya kemudian ada yang belum dikaruniai anak, harus melakukan usaha berulang-ulang dan mengikut saran banyak orang. Perjuangan yang tidak bisa disebut nilainya, memakan hati dan menyulut emosi.
Tak kalah sengit bagi mereka yang hamil, merawat keselamatan janin, ketercukupan asupan gizi dan kondisi ibu hamil yang sering kali lemah lunglai, berkurang selera makan dan permintaannya kadang _aneh-aneh",
Pengasuhan di dalam kandungan, seiring dengan perkembangan pengetahuan yang menyatakan bahwa bayi sudah harus mendapat pengasuhan yang tepat, adanya rasa nyaman dan aman.
Kehamilan kadang menjadi masalah bagi para pasangan yang belum siap, utamanya kesiapan mental, dengan dalih ekonomi, emosi atau hal-hal lainnya.
Perjuangan pengasuhan di masa kehamilan, membutuhkan kesabaran ektra, kesiapan mental berlipat, harus sadar bahwa memiliki bayi adalah karunia dan harus diperjuangkan tumbuh kembangnya sebelum masa kelahiran.
MASA MENANAM
Kelahiran bayi, adalah masa memiliki anak secara kasat mata, sebagi intan berlian, mahkota keluarga. Karenanya kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah menjadikannya tumbuh dan berkembang, menjadi generasi mandiri di  zamannya.
Pada masa ini orang tua bersifat menanam, menyemai benih yang menjadikan karakter sang anak, agar anak menjadi kuat perlulah orang tua menabur zat penguat, baik jiwa maupun raganya.