Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Problem Solving Sebuah Filosofi Menunjuk dan Menuding dalam Menghadapi Masalah

13 Juni 2023   13:31 Diperbarui: 13 Juni 2023   13:52 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru saja saya mengikuti Focus Group Discussion (FGD) bersama guru dan pimpinan sekolah, dalam simpulan akhir sesi dikupas tentang metode pemecahan masalah yang muncul dari dalam dan dari luar. Sebagian besar guru menyatakan bangka permasalahan peserta didik berasal dari diri sendiri, lingkungan dan orang tuanya. Sehingga peserta didik menjadi pusat dan sumber masalah.

 Tampaknya ada pola pemecahan masalah yang keliru (kurang tepat) atau dalam bahasa ilmiahnya kerangka pikirnya yang keliru, mereka menyebut bahwa penyebab internal peserta didik adalah orang tua dan eksternalnya lingkungan.

Kerangka berpikir yang kurang tepat menghasilkan identifikasi yang kurang tepat pula. Lalu diarahkan bahwa permasalahan hambatan belajar siswa secara internal adalah hal-hal yang melekat dalam diri peserta didik  itu sendiri, misal tidak bisa fokus, banyak gerak, rendah daya serap. Sedangkan faktor eksternal adalah di luar diri anak yang mampu mempengaruhi motivasi dan prestasi belajarnya.

Pada tahap awal, tidaklah percaya bahwa faktor dari luar peserta didik di antaranya guru, mereka terperangah seakan tidak percaya, dan tidak mau kalau guru disalahkan. Seperti halnya yang berkembang dalam kehidupan sosial, ada individu bila mengalami masalah atau situasi yang tidak menyenangkan, maka orang lain atau kondisi di luar dirinya disalahkan, menuding ke sana ke mari.

Bila didalami, ketika ada masalah lalu menyalahkan keadaan atau orang lain, hakekatnya adalah tidak bisa menerima keadaan, kecewa dengan harapan tak sesuai dengan kenyataan. Pola berpikir menyalahkan yang lain membuat hati kian kaku, muncul prasangka, ada dendam dan masalahnya kian melebar dan jauh dari harapan diselesaikan.

Mari belajar menyelesaikan masalah dengan filosofi menunjuk, dengan menggunakan jari telunjuk. Sebagaimana fungsi jari telunjuk, dalam hal tertentu jari telunjuk difungsikan untuk menuding atau menuduh, bisa diperhatikan bagaimana seseorang ketika sedang ada masalah lalu menuding dengan cara mengarahkan jari telunjuknya kepada seseorang atau obyek tertentu.

Ketika seseorang menunjuk untuk menuding, maka ada empat jari yang disembunyikan dan mengarah kepada diri si penunjuk. Artinya, ketika ada masalah jangan terlalu fokus kepada hal-hal yang di luar, kembalilah menengok ke dalam diri sendiri, rulang sanubari dengan kesadaran diri penuh.

Dua jari yang sangat dekat dengan telunjuk adalah jari tengah dan jempol (ibu jari), menoleh ke kanan akan didapati jari tengah, lalu barulah menoleh ke kiri.

MENGAPA JARI TENGAH LEBIH AWAL

Dalam bahasa Jawa jari tengah disebut dengan kata "panunggul" memiliki kelebihan, baik karena posisinya yang berada di tengah hingga bisa mudah untuk bersanding dengan jari lainnya. Juga unggul dari sisi materi.

Sebagaimana ditulis Novianti Setuningsih yang dirilis www.jawapos.com. Dikutip dari YouTango, bangsa Romawi memiliki kepercayaan bahwa saturnus adalah dewa generasi, kekayaan, pertanian dan kemakmuran dan memiliki sikap disiplin serta tanggung jawab.

Bila disanding dengan prinsip-prinsip manajemen, maka jari tengah memilik fungsi unsur 2 M yang berupa Material and Money, artinya bila ada masalah sudahkah terpenuhi materi yang dibutuhkan ? seberapa banyak ketersediaan bahan-bahannya, sumber daya dan sumber dananya.

Dalam konteks pendidikan atau kehidupan sosial, maka jari tengah mengisyaratkan, bahwa masing-masing individu untuk bisa berjalan dengan baik apa yang direncanakan, harus memiliki materi dan biaya. Begitu pula guru harus memiliki banyak pengetahuan dan sumber belajar, agar tidak terkalahkan dengan pengetahuan siswa, atau tertinggal oleh laju informasi.

Ragam pengetahuan siswa menjadi tantangan tersendiri bagi guru, siswa pengetahuannya sudah menjelajah di sudut-sudut jagad ini, sementara sang guru masih asyik dengan teks-teks yang ada di buku paket.  Lalu jurus mautnya keluar ketika anak bertanya tentang hal-hal yang tidak diketahui oleh guru "jangan macem-macem, tanyaknya". Atau mematahkan semangat siswanya dengan berucap "kalau bertanya tentang pelajaran ya! Mengerti" sambil matanya melotot, he he he...

Dan yang lebih penting bahwa jari tengah adalah mengandung kesungguhan untuk mentaati alur dan waktu yang ditetapkan saat perencanaan. Maka sudahkah proses ini semuanya dilalui ?

TENGOK IBU JARI

Ibu jari lebih familiar dengan sebutan jempol, sebagai lambang persetujuan atau OK, memiliki makna lain sebagai penghargaan, penghormatan dan mengakui kelebihan orang lain. Artinya ketika kita menuding seseorang sebagai penyebab kesalahan tentulah masih terdapat kebaikan yang ada dalam diri orang tersebut. Maka janganlah terlalu dalam menudingnya agar tidak putus asa dan menjauh dari kita.

Banyak ide yang dimiliki oleh orang lain untuk menyempurnakan tugas-tugas yang ada, maka libatkanlah orang lain untuk memecahkan masalah dan mencari solusi. Ibu jari menunjukkan pusat ide dan kesungguhan. Orang yang kita anggap sebagai biang masalah akan menjadi lega dan lebih dewasa ketika disertakan dalam membahas permasalahan yang muncul serta diminta berpendapat ihwal hal-hal yang harus dilakukan ke depan.

Sifat pokok manusia adalah senang dipuji dan secara diam-diam memburu pujian, maka pujian harus selalu diberikan dalam setiap tahapan. Jangan terlalu pelit, hanya memberikan pujian di akhir tugas. Perhatikan pekerjaan mereka, sapa dan beri motivasi untuk lebih bergairah setiap hari.

Memfungsikan si jempol dalam konsep pendidikan berfungsi sebagai penguatan (reinforcement), seseorang yang sering dipuji (dihargai) jerih payahnya akan merasa senang. Ketika seseorang hatinya riang dadanya akan lapang, maka akan memunculkan berpikir kreatif dan menghasilkan inovasi-inovasi dalam pekerjaannya.

PESONA JARI MANIS

Dampak dari pujian yang diberikan oleh si jempol akan direspon dengan baik oleh si manis atau jari manis, hal mana bahwa jari manis ini merupakan tempatnya pemanis, seperti cincin yang senantiasa disematkan di jari manis. Sangat indah dan tampak auranya.

Sebagai pemanis akan menjadikan indah dan semakin sempurna sesuatu hal, sebagai asesoris dan kemasan penambah nilai.  Jari manis memiliki kompetensi kecerdesan musikal, pemuja kebenaran dan seni. Seperti di zaman Romawi yang digambarkan sebagai Apollo sebagai saudara kembar perempuan Artemis (www.jawapos.com)

Hidup adalah seni, semua bidang membutuhkan seni untuk meluaskan daya pikat daya jelajah, seperti seni memimpin, seni memasak, seni berkomunikasi atau membangun hubungan dan lainnya.

Hal yang tidak dapat dilupakan ketika seseorang menuding sebagai penyebab hadirnya masalah, perlu seni untuk menyelesaikan, melibatkan jari manis berarti membutuhkan kesantunan dan seni agar semuanya tampak baik-baik saja, semakin tergugah untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Bagi jari manis kesetiaannya kepada kebenaran harus diperjuangkan dengan cara yang cantik, tidak dengan kekerasan, melalui dimensi maskulinitas sebagaimana yang dikatakan Hofstode berkaitan dengan dimensi budaya.

Sesuatu yang dibalut dengan nilai seni atau estetika akan menjadikan  lebih gemerlap seperti kilauan emas, kuningnya memancar dan membuat orang lain tertarik. Keharmonisan dan ritmik menjadi daya tarik dalam setiap pergerakan.

PERAN PENTING JARI KELINGKING

Jari kelingking bahasa Jawa disebut dengan Jentik, maknanya mengutak-atik, namun jangan mengutak-atik kehidupan orang lain. Merupakan lambang kesetiaan atau komitmen yang tinggi. Apapun kesusahan yang dirasakan dan kesedihan yang dialami jangan sampai membuyarkan komitmen kebersamaan.

Berpikirlah kreatif untuk mencari solusi. Jari kelingking memiliki kecerdasan interpersonal. Jago diplomasi, lebih menyukai berpikir dari pada bicara. Artinya bila ada kesalahan gunakan akal sehat, bicaralah setelah melalui proses berpikir yang benar.

Sebelum menyalahkan pihak lain, pilihlah kata yang tepat, pikirkan apa yang bisa mereka terima, sampaikan secara diplopmatis jangan menunjukkan realitas yang sesungguhnya. Memang jari kelingkih ini lebig senang menggunakan komunikasi non verbal, lebih menyukai sandi atau simbul-simbul tertentu, bicaranya hemat, namun mudah dimengerti.

Bisa diperhatikan bagaimana jari kelingking membersihkan kotoran hidung dan kotoran telinga, itulah pekerjaan jari kelingking yang tidak bisa dilakukan oleh jari lain. Hindari Killer word, kata-kata kejam atau meremehkan, karena tidak memiliki kedamaian untuk orang lain, bahkan akan membenci dan menghindar.

PROBLEM SOLVING

Pola menunjuk dengan jari telunjuk yang berarti menuding, hakikinya adalah mengedepankan introspeksi, lebih mengutamakan melihat ke dalam, apa yang belum kita lakukan, bukan bertanya apa yang tidak atau belum dilakukan oleh orang lain.

Seperti prinsip analisa SWOT, kenali kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weakneses), sembari melihat peluang (Opportunities) dan ancaman yang muncul (Threats).

Jemari telunjuk itulah yang diiringi dengan SWOT oleh keempat jemari lain yang diawali dari jari tengah, ibu jari, jari manis dan jari kelingking.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun