Kokok ayam membangunkan Jo dari tidurnya, masih belum sempurna pandangan matanya, samar seperti ada bayangan. Setelah ke luar dari kamar tidur, Jo melihat cincin tergeletak di atas tikar yang digelar  semalam karena ada tamu, hampir memenuhi ruang tamu.
"Dinda, lihat sini!" Perintah Jo kepada istrinya yang turut bangun di pagi buta. Dinda tidak paham apa yang dikatan suaminya "ada apa? cepat katakan saja" Â Jawab Dinda sambil bermalas-malasan. Maklum Dinda baru saja bagun stelah jam dinding melewati dua angka setelah jam dua belas.Â
Rupanya Jo tidak merespon apa yang diharap oleh Dinda, Jo mengulang agak keras "ke sini, cepat, lihat ini" sampil menunjuk benda berbentuk lingkaran, mata Jo mulai melotot, nadanya mulai meninggi.
Sementara Dinda semakin emosi, menahan diri duduk di sudut kasur pegas sambil menggerak-gerakkan badannya. "Kamu..." ucap Dinda sambil menghela napas, dan tatapan matanya menajam memandang Jo dengan penuh keganasan.
Dinda semakin kesal, hatinya mengeras, mendongkol, karena Jo tidak mengerti sikapnya. Dinda memang sedikit temperamental, mudah tersulut amarahnya walau masalah yang sepele, baginya hal yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan atau diyakini adalah salah, dunia harus mengikuti kemauan dan persepsinya, "ah, mana nungkin" guman Jo dalam hatinya.
MEMAKSA ORANG LAIN PAHAM
Dinda dan Jo sering mengalami konflik dalam brrkomunikasi, jo ingin Dinda menuruti apa yang dikatakan, tanpa sanggah dan langsung setuju. Dinda ingin Jo tidak perlu mengulang, "Dinda tidak ingin Jo mengulang-ngulang melakukan apa aku tidak suka" ucap Dinda kepada Jo sambari menuju tikar.
"Lo... mana yang dua? " Dinda ngomong sendiri, "biasanya jadi satu kalau aku melepas tiga cincin ini" Samblil menyibaskan
tikar.Â
"jangan!!! Jo mencegah Dinda agar tidak menyibaskan tikar, Jo khawatir dua cincin ada di tikar, kalau dikibaskan akan terlempar, barang kecil sulit dicari.