Seseorang yang berumah tangga haruslah dilalui dengan akad dan dicatatkan. Salah satu fungsi pencatatan adalah memberikan kepastian hukum untuk mendapatkan layanan kependudukan sebagai pasangan suami dan isteri dalam Kartu Keluarga, karena tinggal dalam satu rumah.
Dalam hal pencatatan perkawinan, bagi yang beragama Islam adalah Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan. Sedang bagi agama lainnya dicatatakan di Kantor catatan sipi.
Untuk mendapatkan layanan pencatatan perkawinan baik di KUA ataupun pada Kantor Catatan Sipil haruslah memenuhi persayaratan administrasi, selain juga persyaratan keagamaan yang dianut.
Namun tidaklah elok, bila ada yang beranggapan bahwa perkawinan yang syah berarti bebas melakukan apa saja dalam keluarganya termasuk Kekerasan, yakni berlaku kasar baik berupa ujaran atau fisik (semena-mena dan sesuka hatinya).
Dalam perkawinan bukanlah menghadirkan sistem penjajahan, yakni ada yang merasa berkuasa dan ada yang diperhambakan. Sang penguasa ingin mendapatkan layanan dari sang sahaya.
Perkawinan haruslah menghadirkan kesetaraan, walau ada tugas-tugas tertentu secara kodrati tidak bisa diwakilkan. Perkawinan harus menjadikan hidup lebih tenang, tentang dan tentram selama seumur hidup.
BUKANLAH LAWAN
Suami isteri karena perbedaan jenis kelamin, bukan berarti di antara keduanya adalah lawan. Sebagaimana selama ini dipahami dalam pelajaran bahasa tentang Antonim atau lawan kata, lelaki lawan kata perempuan atau sebaliknya perempuan lawan katanya laki-laki.