Pagi sekali dikagetkan oleh suara anak kecil dari sebelah rumah, "bakar-bakar.....bakar....", kedua tangan anak ini ditempelkan di pintu gudang yang sedang tertutup, gerakannya  seakan-akan mendobrak, memukul secara kuat-kuat, entah apa yang didapati sang anak berteriak hendak membakar seakan-akan  bersama teman-temannya dan dalam suasana gaduh.
Tentu saja, adegan ini tidak membahayakan, karena sang anak hanya berdialog dengan alam pikirannya sedang membakar sebuah gedung. Peristiwa ini tentu membuat saya berpikir keras, dari mana anak tersebut mendapatkan kata "bakar", apakah perkataannya diikuti dengan selancarnya pikiran.
Ada beberapa kemungkinan, anak ini terbiasa main game yang menyajikan peperangan di dalamnya ada adegan bakar membakar untuk mendapatkan poin atau menambah nyawa masa permainan dan menunda game over.Â
Kemungkinan kedua, anak ini biasa melihat serial drama atau film laga yang memperagakan pembakaran guna meguasai daerah yang terbakar. Bisa juga anak memiliki pengalaman nyata menyaksikan peristiwa pembakaran.Â
Semua prediksi yang diajukan serba mungkin, tetapi hanya anak sendiri yang bisa menyatakan kebenaran dari apa yang diduga orang lain atau orang tuanya.
Pernyataan anak sebagaimana tertera di atas, harus mendapat pendampingan oleh orang tuanya, ada kewajiban bagi orang tua untuk memahami apa yang dibayangkan oleh anaknya ketika berteriak "bakar, bakar... bakar.....". Memahami apa yang sedang dipikirkan anak sangat penting guna memberikan jalan solutif, dibuang agar tidak menghantui pikirannya. Sebab apapun yang dipikirkan atau dibayangkan secara terus menerus bisa menjadi kenyataan , walau tidak didahului oleh niat, terjadinya secara spontan karena alam bawah sadarnya sudah menguasi pikirannya.
Orang tua harus tahu game apa yang selalu dimainkan oleh anak, film apa yang membuatnya betah dan peristiwa apa saja yang disukai. Hal ini menjadi catatan penting bagi orang tua, agar anak tidak terlalu larut dan terlalu dalam menanggung beban imajinasinya.Â
Setelah orang tua bisa mengikuti jalan pikiran anaknya, ajaklah kekuatan imajinatifnya untuk hal-hal yang baik, bantu anak memilih hal-hal yang patut untuk dipikirkan. Jangan sampai orang tua menghentikan kebiasaan berimajinasi anak, sebab akan membuat kebuntuan dan menutup diri.
Ketika anak masih dalam tahapan perkembangan, termasuk perkembangan khayalinya, orang tua harus mengeksplorasi sedalam-dalamnya agar anak memiliki ketajaman dan kecerdikan.
Anak-anak yang memiliki daya imajinatif, biasanya diikuti dengan kecapakan visualisasi, membangun dunia di alam pikirannya, kemudian kelak akan diwujudkan. Bila anak dalam jalan yang benar mendapat pengasuhan yang tepat, maka akan menjadi anak-anak yang merdeka berpikir, bebas berkreasi dan senang melakukan inovasi.