Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Ayah! Ayo Terobos Saja Lampu Merah

4 Oktober 2022   13:06 Diperbarui: 4 Oktober 2022   13:08 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nyaman berkendara di jalan raya sudah mulai berkurang, saling adu cepat antar pengendara hal biasa, utamanya di kota-kota besar. Begitu pula pada jam-jam tertentu, waktu berangkat dan pulang (sekolah dan ke tempat kerja).

Ayah bunda sering mengelus dada, ketika berkendara tiba-tiba disalip dari kiri, dengan gas kenceng seperti sedang memburu sesuatu atau merasa di lapangan sirkuit. Etika berkendara masih belum menuju kepada puncak kesadaran, memilih tempat dan waktu serta pengawasan.

ATURAN DAN KEBUTUHAN

Para pengendara hari ini adalah produk asuhan 15 sampai 20 tahun silam, pada waktu itu belum banyaknya varian kendaraan bermotor, adanya merek-merek tertentu dan masih menjadi langka orang berkendara. Angkutan umum merupakan  kendaraan masal yang dirindukan, sehingga lalu lalang kendaraan di jalan raya atau jalan desa tidak sepadat sekarang.

Namun saat ini ayah bunda sudah menyediakan kendaraan sejumlah anggota keluarga, agar bisa mandiri untuk memenuhi hajat hidupnya di luar rumah. Maka dapatlah dihitung jumlah kendaraan dan dibandingkan dengan kapasitas jalan.

Untuk bisa menjalankan (mengemudi) kendaraan saat ini sangat mudah dan tidak harus menunggu masa atau usia tertentu, bahkan di desa-desa anak-anak usia kelas 3 SD sudah banyak yang bisa mengendarai motor, hal ini sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.

Anak-anak harus bersekolah, sementara kendaraan umum sudah langka, atau kalau jalan kaki sangatlah jauh. Anak-anak desa berkendara untuk membantu orang tua mencari makanan ternak dan kayu bakar serta kebutuhan lainnya.

Harusnya pengendara sudah usia cukup dan memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM), barulah bebas meluncurkan kendaraan bermotornya, namun apa hendak dikata, kebutuhan yang tidak bisa diwakilkan seiring dengan kemajuan teknologi dan ketersediaan kendaraan yang banyak dengan harga terjangkau.

ADA POLISI

Pagi hari ketika jam berangkat sekolah atau ke tempat kerja, kepadatan jalan tak terelakkan, saling berebut dahulu, walau harus mengganggu pengendara lain. Orang tua yang mengantarkan anak ke sekolah tidak kalah gesitnya "ayo ayah cepat, nanti terlambat tidak boleh masuk, atau dihukum". Begitulah rengekan anak-anak yang membisingkan telinga orang tua atau sang pengantar.

Bisikan anak-anak tidak cukup hanya ketika di jalanan, lebih menggoda lagi ketika antri karena lampu lalu lintas posisi merah, artinya pengendara harus berhenti, tidak boleh jalan terus. "terus saja ayah" begitulah sang buah hati mengiba kepada orang tuanya.

Ayah bunda harus sadar, mengapa anak-anak meminta tetap menerobos jalan di saat lampu merah menyala ? bukan semata-mata ingin segera sampai di sekolah, tetapi ada hal yang dilupakan orang tua yaitu "cara ayah atau bunda mengendarai motor atau mobil dengan gesit dan melangit saat kepepet (keternatasan) waktu mengantar mereka ke sekolah"

Ingatkah ayah bunda, menerobos lampu merah karena mengikut kendaraan di depan, jalanan sepi, atau tidak ada pak  polisi yang sedang berjaga. Waktu itu anak-anak sudah protes "kata bapak ibu guru, kalau lampu merah harus berhenti, tidak boleh menerobos", ayah bunda mungkin tidak merespon atau dalam hati berguman "diam, yang penting tidak terlambat datang di sekolah"

Pola asuh berkendara orang tua saat bersama anak-anak inilah yang terekam di memori mereka, bagaimana mengambil peluang, menambah kecepatan, berhenti mendadak dan lainnya. Termasuk kepatuhan dalam berlalu lintas  hanya ketika ada pak polisi.  

SEIN KANAN BELOK KIRI

Hadirnya motor metic membuat mudah dan sederhana mengendarai motor, emak-emak atau anak-anak terbiasa bersliweran di jalan dengan mengendarai motor. Ada fenomena menarik akhir -akhir ini terjadi yaitu sein kanan belok kiri atau sebaliknya sein kiri belok kanan.

Mengapa bisa terjadi hal di atas ? di antaranya adalah cara menekan tombol untuk sein, karena terlalu semangat dan penuh kehatian-hatian, maksudnya sein ke kiri tetapi tombol di arahkan ke kanan. Bisa jadi sein tidak dimatikan atau diposisikan netral setelah belok.

Emak-emak  begitu santai, merasa benar apa yang dilakukan, padahal bisa menghambat kelancaran lalu lintas. Dan ternyata kasus serupa juga dilakukan oleh kaum laki-laki, anak-anak atau yang lain dalam tingkat kesadaran masing-masing.

berkendara seakan-akan melupakan keselamatan yang diutamakan adalah ketepatan dan kecepatan, kepuasan pengendara masa kini adalah bisa mendahului pengendara lain dan bisa menguasai jalan. Ups.. mau belok pun tidak lagi menoleh di belakang adakah kendaraan lain atau nyeberang tanpa menyalakan sein cukup dengan kepala menoleh atau tanda tangan  (tangannya dijulurkan)

AGAR TIDAK TERLAMBAT

Ayah bunda, hal penting untuk menanamkan kesadaran tertib berlalu lintas, adalah dimulai dari ayah bunda sendiri, utamanya ketika berkendara dengan buah hati, dalam perjalanan ke manapun haruslah mematuhi rambu-rambu jalan.

Ketika anak-anak masih kecil dan ayah bunda yang harus mengantarkan sendiri, berusahalah berangkat ke sekolah lebih pagi atau tambahkan waktu dari waktu tempuh, misal perjalanan lancar ditempun dua puluh menit, maka berangkatlah minimal tiga puluh menit sebelum gerbang sekolah ditutup.

Memang ada beberapa masalah yang disebabkan oleh anak, misal terlambat bangun, enggan segera mandi, tidak mau sarapan dan lainnya. Hal ini perlu penanganan secara khusus. Ayah bunda perlu memahami apa yang menjadi kebiasaan sang anak.

Penerapan disiplin adalah hal utama, biasakan sejak kecil anak menyiapkan diri lebih awal, kalaupun toh sekarang sudah terlanjur sering terlambat, maka ubahlah kebiasaan, tentu ayah dan bunda sudah tahu, misal dibangunkan lebih pagi, disiapkan segala sesuatunya lebih awal dan perlu pemberian hadiah bila anak bisa datang awal di sekolah.

Anak-anak yang sedang tidak enak hatinya, atau terganggu oleh keadaan di sekolah, maka anak akan enggan atau bermalas-malasan pergi ke sekolah, sehingga terlambat adalah bagian dari pemberian hukuman pada diri sendiri.

Untuk itu ayah bunda harus lebih rajin memahami suasana hati anak dan ciptakan suasana dialogis. Di  suatu ketika anak mahasiswa bercerita ihwal masa lalu, "aku dulu sering terlambat datang di sekolah, bahkan pernah tidak mau (masuk) sekolah, mau tahu kenapa?" anak ini di sekolah tidak mau berteman yang pilih-pilih teman dan suka hokya-hokya, mereka suka usil bahkan tidak mau menyapa, akhirnya engganlah si anak ini masuk sekolah, karena merasa tidak begitu berharga di lingkungan sekolahnya.

Ketika anak sedang kecut dan getir hatinya, ayah bunda janganlah langsung memarahi anak atau memaksa untuk melakukan sesuai perintah. Pahami apa yang dialami anak dan tawarkan untuk memberi solusi. Lambat laun anak akan menjadi kuat jiwanya atas dukungan orang tua.

Bila masalah anak sudah bisa dituntaskan oleh ayah bunda, maka berdisiplin dalam berkendara adalah hal utama, datang di awal waktu di sekolah adalah prestasi, tinggal kemauan dan usaha ayah bunda, bisakah melakukannya ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun