Di masa kecil, di bangku sekolah dasar,  bapak ibu guru senantiasa menghimbau agar gemar menabung, mengurangi sikap boros dan memiliki persediaan uang untuk masa depan.  Karenanya guru kelas atau wali kelas memberi buku tabungan kepada siswa agar menyisihkan sebagian uang jajan atau meminta khusus kepada orang tua untuk disimpan di sekolah. Saat menabung di sekolah sudah diterapkan bunga 0 persen, bahkan  harus memberi jasa  kepada pemegangnya.Â
Selain melalui menabung di bapak ibu guru, di masa lampau menyimpan uang di celengan , di tempat khusus, ketika sudah penuh atau sedang dibutuhkan, kemudian memecah atau membuka celengan. Hanya saja keamanan kurang terjamin. Seperti celengan pak guru yang dimakan rayap.Â
TIDAK PAKAI RIBET
Perihal keuangan hampir dalam berbagai sektor  transaksinya menggunakan atau melalui rekening, sehingga terpaksa membuka buku tabungan. Jadi tidak pernah memikirkan adanya bunga simpanan, bunga 0 persen atau berapa persen.
Begitu juga para  pegawai pembayaran gaji menggunakan sistem payroll bekerjasama dengan bank dalam upaya mempermudah pembayaran dan penerima, aman dan hak pakai ribet, pembayaran tepat tanggal, meski hari libur karena sistem yang mengerjakan.
Maka seluruh pegawai suka atau tidak suka, kalau ingin lancar harus memiliki rekening bank. Uniknya pembukaan rekening bank berganti beberapa kali seiring  dengan berubahan kerjasama instansi atau tempat kerja dengan bank. Sehingga buka tutup rekening bank menjadi hal biasa. Maka motif pembukaan rekening lebih dititik beratkan kepada mekanisme yang ditetapkan oleh dinas.
Sejak awal bagi pegawai tidak ada niatan untuk mendapat bunga. Bahkan harus membayar biaya administrasi, utamanya tambahan layanan ATM
TERTINGGAL ZAMAN
Memang ada beberapa orang masih bersi teguh tidak mau bersentuhan dengan dunia perbankan dengan segala alasan individual yang harus dihormati, tidak perlu dipaksakan.
Namun  dalam putaran hidup di era digital,  maka akan tergerus dan beradaptasi dengan pola baru, menyesuaikan perilaku hidup yang berlaku pada zamannya, tidak boleh kolot, semaunya sendiri yang pada akhirnya merugikan diri sendiri dan dimarginalkan oleh masyarakatnya.Â