Kebohongan atau perihal bohong sedang menghiasi wajah ibu pertiwi, belantara dunia maya dipenuhi warna warni dugaan atas ketidak jujuran.
Bohong adalah menyampaikan hal fiktif yaitu lawan dari fakta, berarti tidak ada bukti nyata apa yang disampaikan atau diceritakan , ceritanya tidak dapat dibuktikan adanya dan kebenarannya, agar orang menjadi percaya.
KETAKUTAN
Hal utama melakukan atau berkata bohong adalah adanya sebuah ketakutan. Bila diceritakan yang sesungguhnya takut kena marah atau takut mendapat hukuman. Misal, si bocil (bocah kecil) sedang belajar menggambar lalu  catnya tumpah, tiba-tiba sang ayah datang, tanpa ditanya si bocil dengan terbata-bata menjelaskan ihwal tumpahnya cat dan membasahi lantai. "tadi ada kucing betina dikejar kucing jantan, masuk rumah  dan menerjang cat untuk melukis, ya akhirnya tumpah".
Si bocil berusaha membuat cerita fiktif, menjadikan kucing sebagai aktor yang menumpahkan cat, tujuannya agar orang tua tidak menuduh dirinya, si bocil tahu akibat bila menceritakan yang sesungguhnya, bahwa dengan tidak sengaja dan kurang hati-hati kakinya menendang tempat cat. Si bocil tahu ulahnya yang ceroboh, orang tuanya pasti membombardir fisik dan jiwanya.
Keluar dari rasa takut adalah salah satu bentuk pertahanan manusia untuk menjaga kebahagiaan dirinya dan menghindar masuk dalam zona ketidak nyaman. Bukan tentang apa yang harus diceritakan, tetapi berkaitan dengan efek apa yang akan diterima, maka bohong menjadi benteng.
WIBAWA BERKURANG
Dalam kehidupan sosial baik di lingkup masyarakat ataupun keluarga, ada hirarki yang telah tersusun, masing-masing individu secara alami menempati kelasnya beserta kadar kewibawaan yang melekat, sehingga ada "tata krama" yang lemah tunduk kepada yang kuat, berkedudukan tinggi memiliki kewenangan yang berada pada kelas bawah.
Anak-anak berada di bawah orang tua, tokoh masyarakat memiliki kedudukan tinggi dalam lingkungannya. Guru lebih memiliki wibawa di hadapan siswa, kepala sekolah dihormati dan disegani para guru, para buruh atau karyawan angkat tangan hormat kepada majikan.
Walau ada tingkatan kewibawaan di setiap wilayah, semua orang memiliki harga diri dan secara naluriah tidak menginginkan orang lain menginjak dan merendahkan. Hanya saja ada yang menggunakan cara mempertahankan dan meningkatkan kewibawaan dengan pola kemanusiaan (humanis), sebagian lain menyelisihi yang akibatnya menimbulkan gejolak dan kegaduhan sosial.