Hirarki resolusi konflik dalam Islam merujuk pada surat al-Nisa berikut:
"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat)". (Q.S. al-Nisa/4: 59)
Maksud ayat bahwa Ayat ini memerintahkan kaum muslim agar menaati putusan hukum, yang secara hirarkis dimulai dari penetapan hukum Allah. Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah perintah-perintah Allah dalam Al-Qur'an, dan taatilah pula perintah-perintah Rasul Muhammad, dan juga ketetapan-ketetapan yang dikeluarkan oleh Ulil Amri pemegang kekuasaan di antara kamu selama ketetapan-ketetapan itu tidak melanggar ketentuan Allah dan Rasul-Nya.
Jadi secara hirarki resolusi komplik dalam Islam adalah merujuk pada ketetapan Allah swt, Nabi Muhammad saw dan ulil amri (pemerintah atau pemimpin).
Urutan hirarki ini kemudian dirumuskan
dengan jelas dalam percakapan antara Nabi Muhammad dengan salah seorang sahabat
yang akan ditugaskan untuk menjadi Gubernur di Yaman.
Sebelum Mu'az bin Jabal berangkat ke Yaman, Nabi Muhammad saw menguji dengan
menanyakan sumber hukum yang akan dia pergunakan untuk menyelesaikan masalah atau
sengketa yang dia hadapai di daerah yang baru itu. Pertanyaan itu dijawab oleh Mu'az