Secara pribadi, saya tidak pernah bertemu apalagi kenal dengan Kyai Hamam karena ketika beliau wafat, usia saya masih empat tahun. Saya mendengar cerita -- cerita tentang beliau dari orang tua saya, dan juga dari tetangga-tetangga. Ditambah lagi saya juga bukan alumni Pondok Pabelan, yang notabene adalah Pesantren yang didirikan Kyai Hamam. Saya sebatas warga desa yang kebetulan tinggal di belakang pondok, itu saja.
Tapi beberapa tahun belakangan ini, timbul rasa penasaran bagaimana sebenarnya kisah dan kiprah beliau semasa hidup. Tulisan ini, bukan bentuk penelitian saya secara langsung, tetapi hasil mendengar, membaca buku buku tentang Kyai Hamam dan Pondok Pabelan, Â yang membuat saya terperangah dan takjub serta menaruh hormat yang besar kepada beliau. Ternyata sosok yang oleh warga desa setempat, termasuk saya lebih akrab dipanggil dengan 'Pak Hamam' - tanpa embel embel kyai -- tersebut memiliki kepribadian, wawasan, dan pemikiran-pemikiran yang sangat menarik dan inspiratif.
*
Hamam Muda dan Pondok Pabelan
Terlahir di Desa Pabelan, Mungkid Kabupaten Magelang dengan nama Hamam Dja'far, putera dari pasangan Kyai Dja'far dan Nyai Hadidjah ini lahir pada hari Sabtu Pahing, 26 Februari 1938. Setelah menamatkan pendidikan Sekolah Rakyat di desanya, ia melanjutkan ke Sekolah Menengah Islam Pertama di Muntilan sebelum akhirnya mondok di Pondok Modern Gontor selama kurang lebih 11 tahun.
Selama mengikuti pendidikan di Gontor, Hamam muda mendapatkan pengasuhan langsung dari 'Trimurti' Pondok Gontor yaitu KH. Ahmad Sahal, KH Zainuddin Fanani, dan KH. Imam Zarkasyi. Selama itu pula, Hamam mendapatkan pembelajaran baik bersifat akademis maupun non akademis, meski kenyataannya pembelajaran non akademis lebih banyak porsinya.
Sepulang 'nyantri' di Gontor, Ustad Hamam mengantongi ijazah dari Kyai Gontor untuk mendirikan pesantren. Untuk itu dengan kebulatan tekadnya, ia bergegas untuk mendirikan pondok di Pabelan. Bukan tanpa sebab, karena inipun dilakukan mengingat dahulunya di Pabelan pernah ada pusat pengajian yang dikelola secara tradisional oleh leluhurnya.
Ketika itu, kondisi masyarakat Desa Pabelan pada umumnya adalah masyarakat yang miskin, dengan pekerjaan utama adalah petani dan dengan mental 'nerimo' sehingga tingkat ekonomi maupun pendidikan masyarakatnya terbilang rendah.Â
Ustad Hamam tampil dengan gebrakan membuka wadah bagi pemuda dengan nama Persatuan Pemuda Pabelan (PPP) yang kegiatan utamanya adalah kajian tasawuf modern yang diadakan setiap malam sabtu di serambi Masjid.Â