Mohon tunggu...
Hamid Amren
Hamid Amren Mohon Tunggu... Administrasi - seorang pembelajar yang suka menulis

warganet

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kabinet Tipis Harapan

16 Oktober 2024   07:17 Diperbarui: 17 Oktober 2024   18:48 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dua hari terakhir atau tepatnya sore hingga magrib Presiden terpilih Prabowo Subianto (dan tanpa Wapres terpilih) memanggil para calon menteri, wakil menteri dan kepala lembaga setingkat menteri. Hari pertama sebanyak 49 orang dan hari kedua 59 orang. Tak kurang jumlahnya menjadi 108 orang. Lumayan ramai dan lebih ramai bahkan sejak orde baru. Gak tau kalau orde lama ya, karena dahulu kala ada juga namanya kabinet 100 menteri (yang kemudian menjadi salah satu TRITURA, tuntutan angkatan 66 minta dibubarkan).

Melihat orang-orang atau sebut saja tokoh-tokoh yang dipanggil cukup beragam. Sebagian masih lanjutan anggota kabinet Pak Jokowi - Ma'ruf. Mungkin ini konsekuensi dari tagline kampanye Prabowo - Gibran "lanjutkan", ada berlatar belakang akademisi, pengusaha, tokoh agama, artis dengan bermacam kualifikasi.

Sepertinya kabinet ini macam timnas yang diisi oleh bermacam kualitas pemain. Ada pemain abroad, ada karena titipan pengurus (lama), ada jebolan liga 1, ada yang liga 2, bahkan ada yang tarkam (sebab sang tokoh tak jelas track record kepemimpinannya).

Lantas dengan timnas super gemoy mixed macam es campur kita harus percaya pertumbuhan ekonomi diatas 8%, kita menyongsong Indonesia emas? Indonesia menjadi kekuatan ekonomi baru. Bukan pesimis sih, tapi tipis harapan.

Bagaimana harapan disandarkan pada indikator yang tidak meyakinkan. Sesuatu yang absurd dan confius. Praktek bernegara harus berpandangan pada teori-teori yang benar, harus terukur, teruji dan berintegritas.

Belum lagi dari sisi anggaran tentu akan menguras APBN dan APBD. Karena sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku setiap pejabat negara melekat sejumlah fasilitas, gaji, tunjangan dan belanja operasional. Fasilitas bisa berupa rumah  dinas, mobil dinas dan ruangan kerja yang mentereng. Rumah dinas tentu lengkap dengan segala macam isinya. Mobil dinas harus ada supir dan ajudan serta walpri. Sedangkan tunjangan bisa macam-macam (awam pasti tak paham) serta belanja operasional untuk melancarkan pelaksanaan tugas. Jangan lupa menteri juga boleh membawa/mengangkat beberapa orang sebagai staf khusus. 

Lantas kok bisa menjadi beban APBD juga, ya bisa dong. Karena setiap kunjungan ke daerah akan mendapat pelayanan dan perjamuan VVIP dari pemerintah daerah setempat. Makin banyak menteri/wamenteri/pejabat setingkat menteri berpotensi semakin banyak yang melakukan kunker ke daerah-daerah, konsekuensi semakin besar menjadi beban APBD juga serta tidak menutup kemungkinan untuk mengelaborasi program akan keluar peraturan, kementerian baru atau pecahan  harus ada dinas di setiap provinsi dan kabupaten/kota. Bisa dibayangkan berapa anggaran yang harus disediakan, provinsi ada 38 dan kabupaten/kota berjumlah 514, total seluruhnya 552 daerah.


Sebagai warga negara kita wajib mencintai negeri ini sepenuh hati dengan cara kita masing-masing. Sayang sekali negeri yang super kaya raya sumber daya alamnya belum mampu memakmurkan seluruh rakyatnya.

Tipisnya harapan bahagian dari gundah gulana kita melihat perjalanan panjang pengelolaan negeri ini dan keadaan rakyat yang belum makmur sejahtera. Banyaknya anggota kabinet mudahan tidak sekedar meningkatkan kesejahteraan disekitar sirkel mereka saja. Tetap semangat warga NKRI tercinta. Boleh tipis asa tapi tak boleh putus asa. Selamat beraktifitas.(**)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun